Sesampainya di rumah...
" Assalam mu alaikum, Ailsha pulang.."
" Wa alaikum salam, sha. Lho kok gak nelfon abang sha,?" Tanya bang Ayman heran.
" Gak apa-apa bang, nunggu abang lama. Ailsha gak enak badan, jadi Ailsha mutusin buat pulang sendiri."
" Oh.. yaudah, abang masuk kamar dulu ya, makan malam udah disiapin umi di atas meja. Kalau butuh apa-apa panggil abang ya, abang nggak tidur negerjain tugas di dalam kamar."
" Iya bang." Jawab Ailsha, singkat. Kemudian bergegas menuju kamarnya.
Jarum jam sudah menunjukkan pukul 22:30 Ailsha meletakkan tas nya diatas meja rias, lalu mengambil air wudhu dan bersiap melaksanakan sholat isya. Entah mengapa, linangan air matanya selalu tumpah ketika ia menatap sajadah merah jambu tempatnya bersujud itu, ada perasaan bersalah yang teramat besar atas kejadian tadi. Kini ia merasa ada noda yang sulit dihilangkan dalam dirinya. Lelaki itu telah merampas apa yang telah ia jaga selama ini. Pikirannya kalut, hatinya pun juga telah remuk. Kalimat istighfar tak henti-hentinya terucap dalam setiap sujud sholatnya.
Pagi hari...
Assalammualaikum warrahmatullahi wabarakatuh... Ailsha mengakhiri sholat subuhnya dengan salam lalu mulai memanjatkan sebait do'a tentang harapan, mimpi dan segala keinginannya. Ailsha yakin bahwa sejauh apa ia melangkah, kehendak Allah masihlah berkuasa di atas segalanya. Sesakit apa angin menjatuhkan daun, ia takkan pernah mengeluh. Maka Ailsha pun juga akan berusaha menerima kenyataan dan berusaha melangkah walau itu perih. Tetap melangkah meski tertatih lebih baik daripada harus bertahan dan berdiam diri dalam kerapuhan.Allah maha perencana, serahkan apa yang harus diserahkan karena ia lebih tau mana yang terbaik. Tak terasa sudah hampir setengah jam, Ailsha bersimpuh diatas sajadah kesayangannya. Tiba-tiba...
Tok.. tok.. tok...
" Ailsha, keluar sekarang...!!! Cepat.!!! Ada sesuatu yang harus kita bicarakan."
" Astaghfirullah, iya mbak. Bentar." Segera Ailsha membuka pintu kamarnya. Seorang Ayana Zalfa Meizha kakak Ailsha, tengah berdiri tepat diambang pintu kamarnya, raut wajah Ayana yang tak mengenakkan jelas terlukis dimata Ailsha. Ada apa ini?. Pikir Ailsha.
" Pagi- pagi kok udah marah-marah mbak? Ada apa sebenarnya?" Tanya Ailsha bingung.
" Lepas mukenah mu. Temui abi, umi dan bang Ayman di ruang tamu sekarang. Jangan lama-lama. Gak baik buat orang menunggu." Perintah Ayana datar.
" Iya mbak. Ailsha ganti dulu."
Di ruang tamu...
Detak jantung Ailsha mulai tak beraturan, sebisa mungkin ia mengatur ritme nafasnya. Ia berusaha membuang segala pikiran negatif yang mengusiknya.
" Ailsha kemari nak." Kata Farhan- Ayah Ailsha
" Iya bi, ada apa."
" Ada hal penting yang perlu kita bicarakan ."
" Maksud abi? Ailsha gak faham."
" Hmm...begini nak, duduklah dulu."
Telinga Ailsha sudah tak sabar mendengar apa yang akan dikatakan oleh sang Abi. Segera ia duduk dan mendengarkan Abinya dengan seksama.
" Kamu tau kan, keluarga kita ini dibesarkan dengan penanaman nilai agama yang kuat, dan Abi rasa kamu juga sudah dewasa sehingga tentu kamu sudah tau mana yang benar dan mana yang salah." Ailsha pun berusaha mencerna apa yang barusan abi katakan. Apa ini ada kaitannya dengan kejadian kemarin malam? Apa keluarga ku tau apa yang terjadi padaku kemarin? Jika iya, dari mana mereka tau? Sekelabat pertanyaan terbesit fikirannya.
" Iya bi Ailsha tau, memangnya ada apa.?" tanya Ailsha. Hati-hati.
" kalau kamu sudah tau, mengapa kamu masih bertindak seperti ini?" tanya Ayana ketus sembari menyodorkan suatu foto seorang gadis berkerudung pink soft tengah berada dalam pelukan seorang lelaki tampan berkemeja krem. Foto itu diambil dari samping dan jelas memperlihatkan postur tubuh Ailsha dengan Zafran Foto itu tampak sangat memalukan. Bagaimana bisa seorang pegawai kantor biasa berpelukan dengan atasannya. Apalagi, selama ini Ailsha dikenal sebagai pribadi yang tertutup dan selalu menjaga erat nilai-nilai agama islam. Foto itu jelas telah membuat martabat, harga diri dan nama baik Ailsha ternodai. Air matanya leleh seketika.
" Astaghfirullah, dapat dari mana foto ini mbak?"
" Kamu udah benar-benar buat nama baik keluarga kita tercoret dek, aku malu lihat foto ini. Percuma kamu pake jilbab gede tapi gak bisa jaga akhlak. Mending kamu bakar aja semua kerudung kamu. Dan pergi dari rumah ini, gak ada tempat buat anak jalang kayak gitu."
" Ayana jaga bicara mu, dia tuh adekmu nasehati dengan baik-baik, jangan malah melukai hatinya." bela bang Ayman.
" Sudah.. sudah hentikan, biar abi saja yang menasehati."
" Ailsha..." abi pun mendekati Ailsha, diusapnya kepala Ailsha yang tertutup oleh sehelai kain kerudung.
" Maaf kalau mungkin abi tidak bisa mendidikmu dengan baik. Tidak bisa menjaga mu dengan sebaik mungkin. Tapi tolong ingatlah bahwa kemana pun kamu berada di sana lah Allah menjagamu. Ingatlah bahwa Allah selalu bersama mu. Dekatilah penciptanya terlebih dahulu baru ciptaannya, nak." Tutur Farhan dengan lembut. Nasehat sang Ayah menelusup mulus kedalam pikiran Ailsha. Berulang-ulang kali Ailsha menyeka derai air mata yang semakin deras mengalir.
" Maaf bi. Tapi kejadian kemarin diluar nalar Ailsha, Ailsha tak menyangka bahwa Zafran akan melakukan hal seperti itu, hiks... hiks... Zafran mencintaiku bi." Kalimat yang terakhir itu Ailsha ucapkan dengan berat hati. Raut wajah Farhan berubah seketika.
" Ailsha bisa kamu ceritakan kronologi kejadiannya?." pinta Farhan.
Ailsha pun menceritakan kronologi kejadian kemarin dengan gamblang ia berusaha tak mengurangi atau bahkan tak melebihi sepeser pun kejadian kemarin. Semua nya mendengarkan penjelasan Ailsha dengan antusias.

KAMU SEDANG MEMBACA
Khimar Ailsha
Historia Cortakarna pada intinya, sejauh apa aku melangkah, takdir Allah masih berkuasa diatas segala-Nya. @Ailsha