meet my father.

3.2K 122 5
                                    

Sorry for typo and enjoy.

Vote! Vote! And vote ya guys hehe^^

———

Leon's prov

Dia mengajak ku bertemu, Om Gibran. Atau.. Harus ku panggil ayah. Penantian yang sudah ku tunggu lumayan lama akhir nya akan tiba.

Kali ini aku tengah terduduk di sebuah Cafe. Tentu, di hadapan ku ada beliau.

" apa kabar?" tanya nya kaku.

" anda lihat? Saya bagai mana?" ketus ku.

Dia menghembuskan nafas nya pelan. " mama kamu baik?"

Aku menatap jijik ke arah laki-laki tua di hadapan ku. Apa aku tidak salah mendengar? Dia bertanya mama?

" baik. Om gak ada fikiran kan mikir mama gak bahagia tanpa om?"

Perkataan macam ini lah yang ku rasa akan sangat mengusik nya. Sudah dari lama aku mencari keberadaan nya.

Layak nya buronan polisi, beliau menghilang bagai di telan bumi. Harus menunggu lama dan sejauh ini baru bisa bertemu langsung dengan nya.

" ini sudah pertemuan kedua, etika mu sama sekali berbeda dengan ibu mu." ketus nya.

Aku tersenyum kiri. Apa si tua bangka ini bodoh?

" kenapa harus beretika baik di depan mu Gibran?"

Tak ada embel-embel Om lagi di sana. Ingat apa yang dia lakukan pada ibu ku di masa lalu.

" ini, segini cukup kan? Jauhi anak saya. Jangan ganggu anak saya lagi." dia menyodorkan sebuah amplop berisikan uang dengan jumlah banyak.

" atau kurang? Tinggal bilang saya. Asal jangan ganggu anak saya!" ucap nya tegas.

Ini menyenangkan seperti nya. " ayolah om. Permainan belum di mulai. Saya belum menghamili anak om."

Bruk!

" bajingan! Jaga ucapan mu." geretak nya setelah melayangkan satu pukulan di wajah ku.

Cih, satu cafe mulai riuh menatap ku dan Om Gibran.

" apa yang salah? Kalau Om bisa menghamili mama dan kemudian meninggalkan mama dengan wanita itu? Lalu apa salah nya kalau saya melakukan hal sama kepada anak om?"

Rahang laki-laki itu pun mengeras.

" om, pernah berfikir ada di posisi kakek? Om menghamili mama harta berharga kakek. Apa kah hal itu tak boleh saya lakukan? Toh saya rasa Sei suka pada saya." aku tersenyum bangga.

" jangan sentuh anak saya!" tegas nya.

" anak saya? Lalu saya ini apa om? Mantan anak? Anak yang tidak di ingin kan? Atau sampah?" sorot mata ku sudah cukup mengisyaratkan bahwa aku begitu sakit.

" semua itu beda Leon, kamu memang anak saya. Tapi Seina, dia jauh lebih rapuh dan lebih membutuhkan saya. Sadar kalau dia adik mu? Kenapa tidak kamu jaga!" jelas nya.

Apa tadi? Seina adik ku?

Aku berdecih dan membuang wajah ku ke arah lain. " apa yang akan om beri kalau saya menjauh dari Sei?"

" apa yang kamu mau?" kata nya cepat.

Aku mulai tertarik dan menatap nya. " bagai mana kalau ceraikan tante Resya?"

Beliau menatap ku dengan tatapan penuh amarah nya. " kamu gila? Sinting kamu! Saya kira Ajeng bisa mendidik anak nya. Ternyata begini cara dia mendidik anak?"

Cukup! Laki-laki ini minta ku cekik.

" heh bajingan! Kalau memang tidak mau. Jangan salahkan saya kalau Seina mengakhiri hidup nya karena depresi berat."

Aku menggebrak meja sebagai ungkapan tanda mengancam kemudian meninggalkan cafe.

Sial. Fakta ini memang sangat menyulitkan. Sudah sejak empat tahun yang lalu aku mencari di mana ke beradaan si Tua bangka Gibran.

Dan dari Om Erza -papa Lucy- lah aku bisa tahu di mana orang itu. Segala didikan mama ku selalu baik. Hanya saja, ada beberapa fakta yang selalu membenarkan bahwa aku ini memang sudah seharus nya liar.


Aku menghebuskan nafas pelan. Lengan ku sudah bergerak membuka daun pintu. Aku sudah sampai di apartemen sederhana.

Tempat tinggal yang sudah seperti surga buatku. Hanya ada aku dan....

" assalamualaikum." kata ku tersenyum pada ibu ku.

Dia, tetap cantik walau usia nya tak lagi muda. " wa'alaikumsalam."

Aku mencium punggung tangan nya kemudian duduk di sebelah nya.

" baru pulang?" tanya nya.

Aku mengangguk sambil lengan ku bergerak mengangkat kaki ibu ku. Kemudian, Memijit nya lembut.

" iya bu, ibu udah makan belum?" tanya ku.

Dia menggeleng. " ibu gak suka, setiap hari harus makan bubur."

Aku tersenyum. " lalu ibu mau makan apa? Mau leon belikan sesuatu hm?"

Giliran dia yang tersenyum. " ibu pingin di buatin omlet sama kamu, udah lama kaya nya gak makan masakan kamu."

" siap kapten, satu porsi omlet special siap meluncur." aku berhenti memijit kaki ibu. Kemudian berjalan ke arah dapur.

Rasa sedih selalu hinggap di hati ku, pedih ini begitu menyakitkan. Selalu menyelinap semakin dalam seakan menguliti hati ku.

Beliau di asingkan dari keluarga, tak mendapat cinta, perhatian bahkan nafkah dari suami. Dan harus memikul semua beban sendiri.

Jujur dalam hal ekonomi kami tak pernah ke kurangan, hanya saja. Aku selalu merasa sakit saat diam-diam melihat ibu yang menangis dalam shalat nya.

Ibu rindu kasih sayang. Dia pernah mengadu pada tuhan. Kalau hanya aku yang menyayangi nya, dan tak ada lagi.

Dari detik itu. Aku sadar, cepat atau lambat dendam ibu harus bisa ku selesai kan. Meski harus menyakiti adik ku sendiri, Seina Elliandra.

Bad boyfriend [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang