Struktur rumah tangga pada umumnya terdiri dari suami sebagai nahkoda, pemimpin tertinggi yang bertanggung jawab atas kehidupan semua anggota keluarga. Mulai dari segi keamanan, kesejahteraan, hingga kenyamanan. Semua itu kewajiban suami yang harus ditunaikan.
Sedangkan di posisi kedua ada seorang istri, yang perannya sebagai chief officer atau yang tugasnya membantu suami. Contoh kecilnya: menjadi penasehat yang baik, bisa diajak berdiskusi, mau jadi teman dan tempat berkeluh kesah, sampai menjadi koki terfavorit. Juga, yang nggak kalah penting, seorang istri harus bisa menjadi orang pertama yang selalu mengingatkan di kala suami mulai salah jalan. Bisa dibilang penunjuk arah atau gampangnya kita sebut saja GPS.
Namun sayangnya, datangnya ombak memang tidak bisa diprediksi bagaimana nantinya. Ada kalanya tenang, dan ada pula kalanya besar. Begitu juga dalam berumah tangga. Perihal menghadapi istri saja sudah macam-macam jenisnya; mulai dari perdebatan kecil, meningkatnya permintaan uang bulanan, hingga masalah ranjang bisa jadi penyebab kenapa kopi di pagi hari mulai tidak manis lagi.
"Ma ..., ini kopinya kenapa nggak ada rasanya?" Ihza sedikit mengeraskan suara agar istrinya yang berada di dalam dapat mendengar apa yang dia katakan.
Tidak lama kemudian istrinya datang mendekat bersamakan Lili, putrinya.
"Di dapur cuma ada garam. Mau dikasih itu biar ada rasanya?"
Ihza menggeleng memandang istrinya, bagai melihat malaikat yang sedang tidak ingin dibilang baik hati.
"Uang belanjaannya mana buat beli gula?" tagih istrinya, menadahkan tangan yang diikuti Lili. "Minta sepuluh ribu, Pa. Lili mau beli jajan."
Ihza menghela nafas panjang, agak kasar. Diletakkannya cangkir kopi miliknya lalu beranjak ke dalam, meninggalkan sejenak Lili dan istrinya.
Berjalan malas, lalu dia menoleh. "Bentar, papa ambil dulu uangnya."
°°°
"Pa, Papa." panggil Lili.
"Iya, Dek. Ada apa?"
"Lili kapan, ya, punya adek?"
Gracia, istrinya hanya memandang sebentar diikuti mengangguk. Apa maksudnya? Batin Ihza.
Lili adalah anak perempuan mereka yang kini baru menginjak delapan tahun, masih kelas satu sekolah dasar dan sangat polos. Polos dari perawakannya yang mungil, pipi yang tembem dan rambut berponi rata di atas alis. Lucu untuk anak seusianya. Juga, Lili benar-benar polos dalam berprilaku, dari tingkah polah juga ucapan. Tentu, sewajarya anak-anak yang belum paham segala sesuatu tentang hal yang ada di lingkungannya.
"Kenapa memangnya kok Lili mau punya adek?" tanya papanya.
Lili berhenti memasukkan bukunya ke dalam tas, menjawab papanya dengan semangat. "Supaya kayak Salsha! Dia punya adik kecil, lucuuu. Pipinya tembem tau, Paaaaaaa. Kayak bakpao!"
"Wow ... Iya kah, Nak? Pasti asik banget itu. Lili ada ikut main juga sama adiknya Salsha?" taggap mamanya antusias.
"Ada!" jawab Lili, lalu dia mencemberut. "Tapi nggak lama, soalnya dedeknya pipis, abis itu dia nangis, nangisnya kenceng, Pa. Jadi diambil deh sama mamanya, digendog dibawa ke kamar."
"Hehehe, dedeknya capek mungkin, ngantuk." jelas mamanya. "Udah gih lanjut masukin bukunya yang mau dibawa sekolah. Besok kita ke rumah Salsha, supaya bisa mainan lagi sama dedek kecilnya."
"Asiiik ...."
Lili sangat senang mendengar perkataan mamanya. Singkat, buku serta peralatan sekolahnya sudah tertata rapi dalam tas. Sampai pada saat ingin berjalan ke kamar, Lili berhenti, teringat sesuatu. "Tapi Ma ... Lili beneran pengen punya adek ...."
KAMU SEDANG MEMBACA
Olahraga Cinta [KOMEDI MINI]
Short StoryPERINGKAT: 🏅1 - lembut 🏅1 - bohong 🏅1 - universal 🏅1 - jorok 🏅1 - sugesti 🏅1 - ngehe 🏅1 - bayangan 🏅2 - kotor 🏅3 - suka-suka 🏅3 - bayangan 🏅4 - senyum Suka-suka kalian nyebutnya apa, yang jelas ini KOMEDI dari teman-teman author yang ikut...