Saat itu ..

42 13 1
                                    

Haiiii selamat membaca 😊💚




•••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

Sore itu, di taman dekat kolam ikan ada seorang gadis kecil yang sedang duduk menyendiri di bawah pohon besar, dengan bahu yang bergetar ditemani suara isak tangis yang memilukan. Bukan, Ia menangis bukan karena mainannya rusak, bukan juga karena tidak dibelikan ice cream atau pun sebuah balon dan ia bukan menangis karena hilang ditaman. Tapi karna Ia lelah mendengar pahitnya jeritan pertengkaran kedua orangtuanya.

Menyedihkan.

Iya bahkan di saat usianya yang masih kecil di mana seharusnya mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari kedua orangtuanya, Ia malah harus mendengar keributan yang tak pantas ia dengar. Entahlah, Ia harus mengadu dan bersandar diri kepada siapa, yang bisa ia lakukan hanyalah menangis dan terus menangis, memanggil kedua orangtuanya berharap mereka akan datang dan memberikan pelukan hangat akan kasih sayang.

Gadis kecil itu begitu malang.
Aku ingat, siapa gadis itu.

Oh.. Dia
Dia adalah Aku.

Hari menunjukan pukul lima lewat duapuluh menit sore. Angin berhembus semakin dingin tapi, tubuh kecilku tidak sama sekali merasa terusik.

Entah dari mana, tapi aku merasakan kehangatan mulai menyelimuti tubuh kecilku.
Kulihat ke samping mencari tahu siapa pelakunya, aku mulai berharap cemas bahwa itu mama ataupun papa yang datang. Ah, ya kau lupa bahwa harapan hanyalah sebuah harapan. Benar kan, itu bukan mama atau pun papa tapi..

"Ka-kamu?" ucapku terkejut melihatnya yang mulai mendudukan tubuhnya di sisi kiriku.

"Sudah jangan menangis, ini untuk mu." Pintanya seraya memberi ku sebuah permen coklat berbentuk kubus.

"Terimakasih."

"Kembali Kasih."

Oh Tuhan, Dia pangeran ku. Dia yang selalu berhasil membuatku tersenyum kembali, tertawa seakan semua masalah sedang tak bersamaku. Hanya dia yang dapat mengerti diri ku meski tak tau apa masalah yang sedang ku alami.

​Tak lama ia mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya tanpa menatap diriku. Kulihat ada buku gambar dan sekotak crayon warna-warni yang sedang dikeluarkan.

​Buru-buru kugeser posisi duduk ku agar bisa lebih dekat melihat dengan penasaran apa yang sedang dia lakukan, "Kamu sedang apa?" tanyaku sambil menikmati permen coklat pemberiannya.

"Menggambar langit senja yang berubah sendu." Jawabnya seraya melanjutkan kegiatan mewarnai yang tertunda.

​Dia, teman kecilku yang tak seorang pun dapat membaca apakah yang sebenarnya ia rasakan. Jiwanya terkubur oleh pekatnya kelabu dan sorot matanya yang tajam terlihat muram.

Dan aku adalah Aurora Senja Aleshia, hanya seorang gadis sederhana yang berusaha menyelami pekatnya langit, bersama angan akan harapan yang selalu di tentang dengan alasan yang sia-sia oleh ketidak pastian.

***

Sore itu rinai pun hadir membasahi panasnya bumi dari hiruk pikuk kekejaman. Dengan terburu-buru aku membantu langit merapikan barang bawaanya dan berlari mencari tempat berteduh.

Aku berhenti sejenak menikmati rintik rinai yang menciptakan rasa ketenangan dan ributnya guntur bersamaan dengan kilatnya petir membantu menyamarkan jeritan hati yang tertahan agar tak terdengar oleh siapapun.

Bersenandung bersama alunan rinai yang menggantikan isak pilu dari bibir mungilku, dengan begitu aku bisa mengadu tanpa perlu di hakimi maupun dikasihani oleh siapapun.

Lukisan pada nada- nada SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang