B

409 64 0
                                    

Rasa jenuh itu muncul dikala kita sudah tak lagi menikmati kegiatan yang kita lakukan. Lelah bukan berarti jenuh, tapi jenuh sudah pasti lelah.

Benar, seperti itu teori dasarnya. Dan Flynn mulai jenuh dengan usahanya, membuat tubuh mengikuti apa yang otaknya perintahkan.

Ia menyerah pada keputusasaan, namun disaat itulah, matanya terbuka. Sangat pelan, mengalahkan adegan slowmotion yang selalu tersaji dalam film-film action.

Tapi ini bukan film, ini tentang matanya yang tiba-tiba saja terbuka. Tersuguh dihadapannya langit-langit kamar berwarna putih dengan lampu yang menyala terang. Disudut lain terdapat sebuah alat pendeteksi detak jantung lengkap dengan kabel-kabel kecil yang terhubung ke tubuhnya.

Netranya kembali bergerak menyusuri ruangan, dilihatnya dua sosok yang sangat ia rindukan selama belasan tahun. Walau ia belum bisa memastikan, tapi perpisahan itu rasanya sudah sangat lama sekali. Bertahun-tahun.

Wanita dengan surai pirang panjang bergerak mencari kenyamanan dalam dekapan suaminya. Mengerang karena tenggorokannya tercekat. Ia butuh minum. Membuka mata kemudian bangkit mengambil air diatas nakas. Ditenggaknya air dalam gelas hingga tandas tak bersisa. Meletakan gelas kembali pada tempatnya dan berjalan ke sisi ranjang.

Belum sampai langkahnya ke tempat yang ia tuju, wanita itu berteriak dengan raut terkejut menatap ranjang dimana Flynn terbaring.

"Sayang!!!!!"

Pria dengan surai hitam yang menjadi suaminya tebangun, bangkit dari tidur dan mendudukan dirinya di sofa rumah sakit.
"Ada apa, Fallona?"

"Flynn! Anak kita!"

Fallona masih menatap ranjang dan enggan mengalihkannya pada yang lain. Berjalan tergesa dengan bola mata yang bergetar. Air matanya menunpuk, tumpah dengan wajah bahagia terisak menciumi pipi Flynn.

"Tadaima, mama..."

"Oh sayang.... kami mengkhawatirkanmu... akhirnya kau sadar. Mama takut kau meninggalkanku dan papa..." Fallona terisak.

Isamu dengan cepat bangkit dan berdiri disamping Fallona. Senyum haru bercampur air mata mengembang diwajahnya.
"Okaeri, Flynn."

"Papa..." Flynn tersenyum dengan wajah yang masih lemas.

"Papa panggilkan dokter. Kau- mengobrolah dengan mama. Papa akan segera kembali!" Tergesa-gesa, itu karena Isamu tak merelakan waktunya terbuang sia-sia.

Flynn mengangguk, menatap kepergian sang papa. Menggerakan tangan untuk meraih wajah Fallona.
"Mama... aku merindukanmu."

Tangis Fallona kembali pecah, membuat Flynn mau tak mau ikut menitikan air mata. Sunguh, ia sangat merindukan sosok ini.

* * *

Flynn keluar dari rumah sakit 3 hari setelah ia tersadar dari tidur panjangnya. Ada sesuatu yang mengganjal yang terus ia pikirkan tanpa tau apa itu sebenarnya.

Aku terjatuh dari lantai 5. Tapi tulang-tulangku baik-baik saja. Padahal saat itu aku merasa kesakitan dan yakin tulang-tulangku patah.

Duduk di ujung ranjang sambil menyisir rambutnya yang kusut didepan sebuah cermin besar di kamarnya. Dekorasi semi maskulin dengan tirai panjang berwarna krem menjuntai dijendela yang terbuka sedikit, mengakses cahaya masuk dari celah tirai.

Anehnya lagi tidak ada bekas luka apapun kecuali didahi kiri.

Entah bagaimana model lukanya, yang jelas dahinya kini tertutup perban. Menatap lekat kain kasa terbungkus hipafix anti air tentunya. Lalu menyentuh benda itu dengan dahi berkerut.

ANOTHER BODY SEASON 2 [ F I N ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang