Part 24

536 44 17
                                    

"A . . . A . . . Nassar!" teriak Aulia.

Nassar membuka matanya perlahan, ia terduduk. Walau dia belum sepenuhnya sadar. Ia berharap itu bukan mimpi.

"A Nassar ga papa?" Aulia terlihat khawatir, ia bahkan tidak menyadari jika ia duduk di pinggir tempat tidur Nassar dari kursi rodanya. Aulia menyeka keringat dari wajah Nassar dengan tangannya yang mungil.

Nassar tak menjawab ia memilih memicingkan matanya untuk memastikan apa yang terjadi di depannya bukan mimpi.

"A? Aa kenapa? Ada yang sakit?" tanya Aulia lagi.

Nassar langsung mendekap wanita itu ke dalam pelukannya.

Aulia sedikit heran namun ia membiarkan Nassar memeluknya. Aulia menepuk halus punggung Nassar ketika ia merasakan badan Nassar bergetar, menangis.

"Makasih Ya Allah, Alhamdulillah. Makasih Aulia." ujar Nassar pelan di antara tangisnya.

Aulia masih tak mengerti.

"Alhamdulillah Aa bisa denger suara kamu lagi." ujar Nasssar lagi kini dengan suara lebih jelas.

Aulia lalu menyadari jika suaranya telah kembali, dan Nassar menangis karena senang dengan keadaannya. Dalam dekapan Nassar, Aulia tersenyum ada setetes air mata bahagia di sana, "Makasih A, berkat Aa juga." bisik Aulia pelan dan mengeratkan pelukan.

@ @ @

Nassar demam, hari itu dia tidak ke kantor. Ia tidur seharian setelah sarapan dan makan obat.

Aulia telaten memeriksa suhu Nassar dalam beberapa jam. Ia juga mengganti kompresan Nassar secara berkala. Aulia baru saja mengganti kompresan Nassar ketika mata Nassar terbuka.

"Adek kok di sini?" tanya Nassar dengan suara parau.

Aulia menunjuk baskom berisi air es untuk menunjukkan pada Nassar jika ia sedang mengompres Nassar.

"Gak usah repot-repot."

Aulia tersenyum.

Nassar terhenyak, "Dek, suara kamu? Hilang lagi?" Nassar memicingkan mata mencari jawaban dari pemilik wajah cantik di depannya.

Aulia menggeleng, "Ngga, cuman mau becandain Aa." Jawab Aulia dengan nada bercanda.

Nassar menghembuskan nafas lega.

"A, sejujurnya dua hari ini. Aulia mendengar Aa memanggil 'pah' dan 'mah'. Apa Aulia boleh tahu ada apa sebenarnya. Apa yang terjadi sama keluarga Aa?"

Nassar agak ragu untuk menjawab pertanyaan Aulia, namun ia akhirnya menceritakan kejadian yang sudah berlalu beberapa tahun itu.

"Maaf, A. Bukan maksud Aulia untuk membuka kenangan menyakitkan Aa."

"Gak papa kok. Tahun itu adalah tahun paling berat bagi Aa sekaligus tahun yang mengejutkan."

"Mengejutkan? Maksud Aa?"

"Diusia muda Aa harus berurusan dengan bisnis papah yang tidak terbilang kecil, medapat cibiran dan ketidakpercayaan client dan yang lebih penting Aa menemukan cinta."

"Cinta? Wanita yang Aa cintai itu?"

"Iya, Aa bertemu dia dan akhirnya mengenal cinta."

"Wanita seperti apa sih A? Aulia jadi penasaran. Aa ga akan ngenalin dia sama Aulia?"

Nassar menggeleng.

"Iiih pelit, kalo gitu fotonya deh. Aulia pengen lihat wanita seperti apa yang bisa meluluhkan Aa."

"Pokoknya foto wanita itu ada di rumah ini, kalo Adek beruntung adek bakal menemukan fotonya."

"Ih curang, kenapa sih ngga diliatin aja. Apa jangan-jangan . . ."

"Apa?"

"Cewek jadi-jadian?"

"HAH?"

"Kan zaman a, cowok tuh oplas jadi cewek Hiiy." Goda Aulia.

"Ngaco!" balas Nassar sambil hendak memukul pelan kepala Aulia. Aulia bersiap dapat pukulan Nassar tapi ia malah merasakan belaian tangan pria itu di kepalanya. Aulia hanya terkekeh pelan, Nassar senyum sambil pandangannya tertuju pada foto pernikahan mereka berdua terutama melihat wajah seorang wanita di foto itu, Aulia.

@ @ @

Pengobatan Aulia berjalan dengan baik. Aulia mulai bisa berjalan dengan kruk tanpa kursi roda lagi. Kini latihan Aulia bukan lagi berjalan dengan penyangga tapi berjalan tanpa apapun.

Hari itu Aulia dan Nassar berjalan-jalan di taman. Nassar menawarkan tumpangan pada Aulia.

"Mau naik ke punggung saya, nona?" tanya Nassar.

Aulia langsung melingkarkan tangannya di leher Nassar tanpa ragu.

"Mungkin sebentar lagi Aulia gakan bisa digendong Aa."

"Kenapa memangnya?"

"Kan Aulia udah bisa berjalan, kata dokter asal latihan dengan baik. Dalam sebulan Aulia sudah bisa berjalan tanpa bantuan apapun."

"Sebelum operasi Aa pernah janji kan mau ngajak Aulia jalan-jalan. Aulia mau?"

Aulia menggeleng, walau tak menjawab Nassar bisa merasakan gerakan kepala Aulia di bahunya.

"Sudah saatnya kita jalan sendiri-sendiri A." ujarnya lirih membuat langkah Nassar terhenti sejenak. Hatinya tiba-tiba sesak dan perih. Nassar lalu melanjutkan langkahnya.

"Adek pengen banget lepas dari Aa ya?" tanya Nassar.

"Ngga seharusnya Aulia tetap di sini, menghalangi kehidupan Aa. Aa berhak bahagia. Aa berhak mengejar apa yang Aa lewatkan dulu. Cinta Aa sama wanita itu."

Nassar tersenyum pahit, namun Aulia tak bisa melihatnya. "Aulia mau balik lagi sama Chandra ya? Aulia juga berhak bahagia dan membayar semua ketidakbahagiaan selama ini yang terbuang karena Aa."

"A, turunin Aulia di bangku itu." tunjuk Aulia.

Nassar lalu menurunkan Aulia.

"Aulia bahagia kok selama bersama Aa, Aa jangan pernah bilang kalau selama ini Aulia ngga bahagia. Aulia bahagia A."

"Adek memang wanita yang baik. Makasih ya, kata-kata adek ini membuat rasa bersalah Aa berkurang."

"Berhenti hidup dengan rasa bersalah. A, Aulia sudah bilang jika kejadian dulu itu kecelakaan. Itu semua sudah takdir. Aulia sudah tak menyalahkan Aa. Mungkin ini petunjuk dari Allah agar Aulia tahu kemana arah hidup Aulia sebenernya."

Nassar mengangguk-ngangguk memahami perkataan Aulia.

'Allah memberi petunjuk lelaki seperti apa yang akan Aulia nikahi dulu, ternyata pria itu yang kabur ketika Aulia hancur. Aulia tak lagi sempurna.' Ingin Aulia mengatakan kalimat itu, tapi ia masih bersandiwara jika hubungannya dengan Chandra sudah semakin membaik.

"Aa beli minuman dulu ya, Aulia mau apa?" Nassar menunjuk sebuah cafe kopi terkenal dengan logo hijau.

"Moccachino."

"Oke tunggu sebentar di sini."

Setelah Nassar pergi, Aulia memilih mengulang kembali serpihan-serpihan kenangannya dengan Nassar. Sampai sebuah mobil ambulans melewati tempatnya duduk. Aulia langsung terpikir A Nassar.

Dikejauhan Aulia bisa melihat Nassar bersimpuh sambil memegangi telinganya. Aulia mencari kruk penyangganya. Ia baru sadar jika kruknya ia tinggalkan ketika Nassar menawari Aulia untuk naik ke punggungnya.

Aulia berusaha berdiri, ia berjalan perlahan . . .

bersambung . .

NB: Juli, Agustus, September, Oktober . . . Sudah lama ya mimin ga nulis.. haha..

Hallo readers masih inget sama cerita ini? Maaf ya lama lanjutinnya. Baru bisa up dan baru niat buat lanjutin walau ngga tau kapan lagi next chapternya. ^^

Ada yang kangen sama cerita ini? (Ada dong pasti *maksa). . . Yaudah met baca aja, jangan lupa klik vote and komennya yaa.. ^^

Between Love and HateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang