Matahari kembali bangkit dan mengusir bulan dari posisinya. Pagi, sebutannya. Sebuah kata itu bila digabungkan dengan kata lain, 'bangun', akan menjadi musuh besar bagi kaum pelajar.
Terutama bagi mereka yang merupakan kaum rebahan.
"Nakku, bangun! Dah hampir telat kau!"
Lelaki yang sedang santuy di kasur kini menggeliat pelan. Teriakan merdu dari sang emak tampaknya ampuh untuk membangunkan dirinya, yang sedari tadi bermain di alam mimpi.
Walau begitu, niatnya untuk bangkit dan bersiap masih belum ada.
Ia semakin gencar bergerak sana sini, masih dalam proses mengumpulkan jiwa jiwanya yang tadi berpencar ke Zimbabwe hingga Atlantis saat bermimpi. Jauh beut, iya. Buktinya sudah 5menit terlewat, jiwanya belum terkumpul sepenuhnya-- tidak, bahkan sampai ke seperempat pun belum. Malahan, tampaknya ia akan kembali bermimpi lagi.
Tapi tidak semudah itu, ferguso.
"NAK!! BANGUN ATAU KAMU MAK CORET DARI KARTU KELUARGA!!!"
"OIYA MAK!! AMPUN MAK AKU BANGUN!!"
Dengan kecepatan cahaya, pria yang awalnya suver santuy itu bangkit dari kasur dan cabut ke kamar mandi. Tanpa perlu waktu lama, ia telah keluar dari sana dengan baju sekolah lengkap.
Ketika ia sarapan, jarum panjang telah menunjuk ke angka sembilan, dengan jarum pendek yang hampir sampai diangka tujuh. Sadar kalau sudah telat, ia tersendak dan langsung ngacir keluar.
Motor yang terparkir rapi ia dorong keluar dari rumah. Teriakan pamit ia suarakan kemudian segera menaiki motornya itu.
Ia baru saja menghidupkan mesinnya ketika sadar ada sesuatu di hadapannya, tepatnya di depan pintu rumah. Sebuah surat tertempel dengan rapi di sana.
Alih alih pergi, ia malah kembali turun dari motornya dan mengambil surat itu. Bukan tanpa alasan tindakan tersebut dilakukan, tapi ada sesuatu yang mendorong dirinya.
Ya, semacam insting, kalau orang bilang.
Dengan satu gerakan pasti, surat yang tertempel di pintu sudah terlepas dan kini dipegangnya. Tangannya bergerak membolak balikkan amplop surat, namun tak ada satupun informasi yang dapat ia temukan. Baik tentang kepada siapa ditujukan atau dari siapa dikirimkan.
Surat aneh, pikirnya. Ia sudah ingin melempar sembarang surat itu, tetapi mengingat fakta bahwa surat itu ditempelkan di pintu rumahnya, sudah cukup memastikan bahwa alamat yang ditujukan memang untuk penghuni rumah-entah dia atau keluarganya.
Tidak ia temukan segel yang menutup amplop itu, sehingga ia terpaksa harus merobeknya. Ia mengambil ancang ancang menyobek, tapi-
"KOK BELUM PERGI KAU HAH?! KAU MAU BOLOS YA?!!!!"
Teriakan cetarr membahana menggelegar halilintar ashiyapp itu membuatnya panik setengah hidup. Maknya di depan pintu, memberenginya seakan ingin memakannya hidup hidup.
Sontak ia takut luar biasa dan langsung cabut. Ia bahkan hampir terjatoh kalau kakinya tidak sigap menahan berat tubuh dan sepeda motornya.
Terpaksa, ia harus mengurungkan niatnya untuk membaca surat itu sampai pulang sekolah-sampai ia kembali ke rumah.
***
"Oke, tutup buku literasinya. Kita mulai pembelajaran kita."
Perintah dari guru mata pelajaran dituruti oleh semua warga +62 yang berada di kelas XII MIA 1. Dengan malas, mereka mengambil buku pelajaran -yang saat itu Biologi- dan meletakkannya di atas meja.
YOU ARE READING
Who?
Mystery / ThrillerDiantara 32 siswa yang merupakan teman sekelas; siapakah pelakunya? ketika satu per satu dari mereka mulai menghilang tanpa jejak, kecurigaan mulai timbul dan kepercayaan pun terputus. "Intinya satu, siapa pelakunya?"