Problem

76 17 11
                                    

Pagi yang cerah, Elia duduk termenung di balkon depan kamarnya. Tempat itu adalah tempat favoritnya. Beberapa hari ini ia sibuk belajar untuk UN yang tinggal menghitung hari. Baru kali ini lah Elia sempat duduk santai seperti biasa. Pemandangan atap rumah para tetangga berlatar langit biru dengan gerombolan awan yang membentuk bulu domba terlihat sangat indah. Semua itu adalah hal yang Elia suka.

Sesekali ia meneguk jus mangga kesukaannya.
"Ya Allah , nikmat apa ini. Hari minggu yang sangat menyenangkan. Akhirnya gue bisa menyempatkan diri untuk istirahat sejenak"

Disisi lain Elia melamun tak menentu memikirkan nasib kedepannya.

"Apa masa-masa SMA gue bakal kaya cerita fiktif yang hits itu Ya Allah"

Elia membayangkan akan hal yang indah di SMA. Membayangkan akan ada banyak orang baik di sekitarnya. Bertemu dengan pangeran tampan yang menolongnya di kala ia kesusahan dan membutuhkan bantuan.

"Ah udah ah. Yang penting gue harus usaha. Menjadi murid di SMA Negeri 3 aja belum tentu bisa , kok PD-nya gue udah bayangin ketemu pangeran tampan. Dasar Elia Elia, lo tu harus sadar" ucap Elia sambil menepuk-nepuk pipinya agar ia tersadarkan dari mimpi di siang bolongnya.

Tok tok tok , suara ketukan pintu kamar Elia terdengar jelas di telinganya.

"Astofirulah" Ucap Elia sambil mengelus dada.

"Masuk aja ma , ngga dikunci kok"

Tanpa ragu ibu Elia , Bu Wahidah masuk ke kamar putrinya dengan membawa brosur salah satu SMK swasta yang terkenal.

"Mama ih ngagetin aja"

"Kamu sih banyak ngelamun, ngelamunin cowok pasti"

"Apaan sih ma" - Elia memanyunkan bibirnya.

"Nak, ini liat deh , dikasih temen mama , kamu masuk sini aja gimana?"

"Ihhh mama , kan aku udah bilang mau masuk SMA bukan SMK , tekat aku udah bulat ma"

"Ini cuma saran mama , masuk SMK itu juga bisa kuliah. Di SMK malah lebih banyak prakteknya , lebih bagus buat kamu yang malas , biar nanti banyak gerak , biar sehat" ujar Bu Wahidah yang tengah bercanda dan membuat Elia kesal.

"Ihhh apaan sih ma, Elia tu bukan nya males gerak tapi capek aja" sahut Elia kesal.

"Udah udah, brosur ini mama taruh di meja , kamu simpan baik baik , siapa tau nanti butuh"

"Iyaa ma"

"Udah ya mama tinggal masak dulu , kamu beres beres aja ini kamar berantakan banget. Anak perawan kok gitu , jangan lupa mandi juga" perintah Bu Wahidah kepada putri kesayangan-nya.

Elia memandang brosur itu dari jauh. Ia berjalan mengambil brosur dengan rasa malas. Elia hanya memandangnya sambil tersenyum kecut. Dibacalah isi brosur , mulai dari daftar ekstrakulikuler, kelebihan sekolah hingga prestasi yang telah dicapai. Semua tampak biasa saja. Namun , berbeda dengan rincian biaya yang dibutuhkan. Elia seketika melotot tak percaya.

"Apa? Uang gedung 20 juta? Udah gila kali ini ya. Aku tau sekolah swasta emang mahal dan mungkin ini juga ga seberapa dibanding sekolah lainnya. Tapi buat aku ini mahal banget"

Tanpa ragu Elia membuang brosur tersebut ke tempat sampah.

"Ya Allah gini amat mau lulus"

***

Elia rebahan di kasur kesayangannya. Ia masih tak percaya sebentar lagi akan mengahadapi UN dan berpisah dengan guru dan teman temannya. Sudah tiga tahun sama sama dan itu sangat sulit bagi Elia untuk melupakannya.

Hi Shelia? (Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang