"Alhamdulilah" teriakan salah satu murid dengan penuh rasa syukur.
Semua murid merasa lega hari ini. UN telah dilalui dengan lancar tanpa hambatan. Wajah mereka berseri-seri , senyumnya menandakan rasa syukur kepada Tuhan Sang Pencipta.
Elia yang sedang duduk di koridor depan ruangan Ujian Nasional pun ikut senang melihat wajah teman-temannya tersenyum tanpa beban.
Elia hanya bisa mengucapkan rasa syukur "Alhamdulilah" kepada Allah.
Sebenarnya, Elia sedikit bimbang akan hasil ujiannya nanti. Bagi Elia, ini bukanlah akhir dari segala akhir. Elia masih harus menunggu hasil ujiannya. Minimal dia harus bisa mendapatkan nilai UN dengan rata-rata 80,00 untuk bisa masuk SMA Negeri 3.
"Gue masuk SMA tiga pokoknya bukan gara-gara si Deni , tapi emang ini pilihan gue , dan sesuai isi hati gue" tegas Elia pada dirinya sendiri.
"Argh ngapain sih inget-inget Deni lagi" Seketika wajah Elia menjadi tidak bahagia lagi.
"Elia fokus, fokus mikirin nasib nilai lo nanti" ucap Elia sambil menepuk-nepuk pipinya berharap untuk sadar.
Eca, sahabat yang paling mengenal Elia, tanpa ragu bertanya.
"Lia, lo pasti mikirin hasil UN ya?" - Eca.
" Iya ca , gue takut kalo ga bisa masuk SMA tiga"
"Gue yakin kok lo pasti bisa masuk kesana" - Eca.
"Makasih ya ca, atas dukungan yang lo berikan ke gue, lo emang sahabat terbaik yang gue punya saat ini" - kata Elia tersenyum dan memeluk Eca untuk sesaat.
"Itu udah jadi tugas gue sebagai sahabat yang baik, btw ca lo mau masuk SMA Negeri 3 bukan karena Deni kan?" Ucap Eca memastikan.
"Enggaklah, toh dia juga kabarnya mau masuk SMK Negeri 1" jawab Elia.
"Lo pokoknya harus move on, gue yakin lo pasti bisa ketemu sama orang yang lebih baik dari Deni, walaupun Deni adalah sahabat lo dari kecil" - Eca.
"Masalah move on sih insyaallah gampang ca, apalagi ini juga udah beberapa bulan, rasanya gue udah ga terlalu mikirin ,ya walaupun tadi juga abis kepikiran sama si Deni sih, tapi tadi gue tetep usaha buat mengalihkan, tapi sekarang gue cuma lagi mikir nasib gue nanti kalo bener-bener keterima di sma tiga, apalagi gue tau sma tu susah , tantangannya banyak. Gue sebenarnya cuma takut aja ca , saat gue udah bisa nge-wujud-in keinginan buat masuk sma tiga gue malah ga punya temen , ga punya siapa- siapa karena ga ada kalian"
"Gini Lia, hidup di dunia ini harus bisa adaptasi di manapun kita berada. Lo ga boleh ngandelin gue dan yang lainnya terus. Gue yakin Elia yang imut dan cantik ini pasti bisa" kata Eca sambil mencubit pipi Elia yang tembem.
"Apaan sih Eca... , sakit ih"
"Hahaha, Lia Lia , salah siapa pipi lo bisa dicubit kek gitu. Eh lia , seandainya lo nanti kesulitan saat adaptasi di sma, gue yakin lo pasti bisa ngelewatin semuanya. Lo tu orang yang kuat lia"
"Doain aja ya ca, oiya, semoga lo juga sukses ya , lo kan mau jadi anak akuntan hahaha"
"Eh akuntasi juga ga kalah sulitnya dari pelajaran anak sma tau. Huft , yang penting kita sama-sama berdoa yang terbaik aja lah" ucap Eca penuh harap.
Baru saja Elia ingin melanjutkan obrolan dengan Eca, dilihatnya Deni di pojok koridor depan ruang ujian. Deni berdiri searah dengan pandangan mata Elia. Dengan sadar Elia melihat Deni memperhatikannya. Seketika Deni mengalihkan pandangan dan malah berbincang dengan Fandi. Elia merasa seperti ada sesuatu yang Deni ingin katakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi Shelia? (Slow Update)
Teen FictionShelia Amara Ekalista siap membuat hati pembaca geregetan. Bagaimana kisahnya? Pantau terus dan jadikan cerita ini sebagai cerita favorit kalian. Baca dan temukan jawabannya🥰 Silahkan komen , vote , and share😘 selamat membaca. Kritik dan sara...