"Lo siapa?"
Cowok itu hanya tersenyum manis menunjukkan lesung pipinya. Hujan sudah mulai reda, cowok misterius itu beranjak pergi meninggalkan halte. Ia kemudian berlari meninggalkan Elia seorang diri.
"He--hey?" teriak Elia sebelum cowok itu menghilang dari pandangannya.
Si cowok misterius kemudian berhenti. Ia membalikkan badannya. Segeralah Elia melambaikan tangannya dan tersenyum sebagai tanda terimakasihnya karena sudah meng-aminkan doa yang ia panjatkan. Lagi dan lagi cowok itu hanya tersenyum tanpa membalas lambaian tangan Elia. Cowok itu kemudian kembali membalikkan badannya dan berlari hingga menghilang dari pandangan mata Elia.
Teringat jelas wajah cowok misterius itu, rambutnya biasa, terlihat murid baik dan teladan, wajahnya kalem, matanya indah, senyumnya manis, tinggi, dan kulitnya terawat. Tampak seperti anak mami.
"Ganteng sih tapi culun"
Kata itulah yang keluar dari mulut Elia untuk mendeskripsikan si cowok misterius.
Elia baru sadar tentang apa yang telah ia ucapkan. Seketika Elia menepuk-tepuk pipinya berharap untuk sadar.
"Ya Allah Elia fokus dong, gausah mikirin cowok, lo emang mau patah hati lagi"
Elia memang ingin bertemu dengan cowok yang baik hati yang mampu menolongnya dikala ia kesusahan. Namun, bukan sekarang waktunya. Ia harus menata lagi hatinya yang telah luka. Menata hati yang telah hancur tidaklah seperti bermain sulap yang seketika bisa sembuh begitu saja. Tetapi, membutuhkan proses yang panjang.
***
"Assalamualaikum Elia pulang" Elia mengucapkan salam dan membuka pintu rumahnya.
"Waalaikumsalam, baru pulang nak?" Didapati sang ibu yang sedang duduk membaca koran di sofa berwarna biru. Yang di mejanya dilengkapi secangkir teh hangat.
"Iya nih ma dingin"
Bu Wahidah kemudian meletakkan korannya di atas meja, ia langsung menghampiri Elia yang basah kuyup karena hujan.
"Lho Lia, kamu ini hujan-hujanan lagi? Mama kan udah bilang kalo hujan neduh dulu sampai hujan berhenti"
"Hehehe iyaa ma, soalnya aku nungguin angkot dari tadi nggak dateng-dateng jadi ya aku nerobos hujan. Padahal tadi hujannya udah agak reda tapi kok bisa basah kuyup gini ya"
Rumah Elia sebenarnya tidak jauh dari sekolahan. Namun, akan lebih hemat tenaga jika Elia naik angkutan umum. Apalagi tadi hujan, jadi Elia merasa akan lebih baik naik angkutan umum. Namun, semua tidak sesuai ekspetasi. Bukan angkutan umum yang ia jumpai, namun malah si cowok misterius yang tidak ia kenali.
"Yaudah sana mandi , keramas, nanti masuk angin lagi"
"Iyaa mama yang bawel dan cerewet" ucap Elia yang kemudian mencium pipi mamanya tersayang.
"Liaa----, mama jewer nih"
"Coba aja, aku yakin kok mama ga bakalan jewer aku, kan mama sayang sama aku" Ucap Elia berjalan menuju ke kamar, meninggalkan Bu Wahidah.
Elia kemudian bergegas ke kamar mandi. Ia tidak ingin sakit hanya karena air hujan. Baru satu langkah kaki Elia memasuki kamar mandi, ia berhenti sejenak dan teringat sesuatu hal yang sangat penting.
"Eh, Lhoh ? Kok keknya ada yang kurang" - ia berfikir keras.
Elia kemudian menepukkan tangan ke jidatnya.
"Astofirullahalazim, handuknya"
***
Membaringkan badan di atas kasur setelah membersihkan badan adalah hal yang paling nyaman. Dan kini ia mencoba mengambil handphonenya berharap ada kabar berita bagus."Akhirnya, nyampe rumah juga, hujan kali ini dingin juga ya ternyata, cek handphone ah siapa tau ada kabar gembira nih"
Ia kemudian mencoba membuka aplikasi instagram. Ia men-scroll feed di aplikasi instagram tersebut. Elia malah mendapati vidio lucu-lucu dari akun receh yang ia follow.
"Wkwkwk apaan sih ini receh banget sumpah, eh ngomong-ngomong jika seandainya aku minta maaf sama Deni sebelum acara wasana warsa apa iya Deni bakal mau maafin dan baikan sama gue?"
Elia memang sebenarnya masih sering kepikiran dengan Deni, bukan apa-apa, tapi karena dia menyadari bahwa memang mungkin ini kesalahan dirinya yang sudah terlalu mengharap."Hm, mungkin emang bener sebaiknya waktu itu gue ga usah ngungkapin, seharusnya gue pendem sampai perasaan itu hilang sendiri, nanti kalo wasana warsa gue harus minta maaf sama Deni"
~ kruyuk kruyuk kruyuk ~ terdengar bunyi yang sangat familiar dan pastinya semua orang tau.
"Hadeh, ini perut ngapa sih"
Lantas ia kemudian meletakkan handphone-nya di atas bantal dan mulai melangkahkan kakinya menuju dapur.
"drttt drtttt drttt" bunyi handphone yang menandakan ada pesan masuk.
Dengan berat hati Elia berbalik arah dan mengambil handphone yang ia taruh di atas bantal.
"Hah? Deni? Ngapain ni? Kesambet apa dia" ungkap Elia dengan nada tak percaya.
"Lia?" ~ Deni
"Ya?"
"Lo besok sibuk ga?" ~ Deni
"Ga kok , kenapa?"
"Ada hal penting yang harus kita omongin" ~ Deni
"Ngomongin apa?"
"Besok aja, lo juga bakal tau" ~ Deni
"Iya aku besok bisa"
"Besok gue hubungin" ~ Deni
"Oke"
"Btw den , lo udah ga marah sama gue?"Saat itu Elia berharap Deni membalas pertanyaannya. Ia menunggu hingga 30 menit. Namun, kenyataannya Deni tidak pernah membalas pesan itu.
***Wah gimana ya kelanjutannya, sebenarnya sih Elia ga salah , namanya juga suka , bahkan kita ga bisa milih kan buat suka sama siapa🙄
Temukan jawabannya di part selanjutnya😇
<Jangan lupa vote, coment dan share ya>~author❤️~
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi Shelia? (Slow Update)
Teen FictionShelia Amara Ekalista siap membuat hati pembaca geregetan. Bagaimana kisahnya? Pantau terus dan jadikan cerita ini sebagai cerita favorit kalian. Baca dan temukan jawabannya🥰 Silahkan komen , vote , and share😘 selamat membaca. Kritik dan sara...