Iro 08: Koubai

67 10 21
                                    

Sore bulan Januari yang dingin, aku melangkah ringan menyusuri jalanan perumahan yang sepi menuju rumah Gentarou, sebelah lengan menenteng tas berisi pakaian. Dengan kesibukan di penerbit, bulan Desember yang lalu pada akhirnya kami hanya sempat bertemu sekali saja, itu pun waktunya habis dipakai untuk menangis dan tidur. Setelahnya, rencana kami bertemu sebelum liburan tahun baru pun harus dibatalkan karena mendadak salah seorang pengarang yang mengisi sebuah kolom di majalah sakit dan harus digantikan dengan yang lain, sehingga sebagai akibatnya bukan hanya editor yang lembur, tapi juga nyaris seluruh departemen korektor.

Aku lalu menghabiskan liburan tahun baru selama seminggu di rumah ibuku, suatu tradisi keluarga yang tak bisa kutinggalkan demi alasan apapun—atau setidaknya itulah yang kukatakan pada Gentarou. Gentarou tetap di Tokyo selama tahun baru dan aku berniat mengagetkannya dengan datang ke rumahnya hari ini, hari keempat setelah tahun berganti.

Tiba di rumah bergaya tradisional berukuran sedang itu, aku memutar kunci dan langsung masuk, namun langkahku terhenti sebelum sempat mengucapkan salam karena mataku melihat sesuatu yang ganjil di genkan. Sepatu wanita. Apakah sedang ada tamu? Korektor Gentarou yang menggantikanku adalah Yoneoka-kun, seorang lelaki tulen. Ramuda dan Dice, biarpun mereka sedikit aneh, rasanya tidak mungkin mengenakan sepatu wanita. Ah, mungkin editornya, Hasegawa-san? Tapi...

Aku memungut sepatu itu. Sepasang stiletto berhak sangat tinggi dan berwarna merah menyala. Kalau Hasegawa-san, yang kalem dan agak kuno, memakai sepatu seperti ini, aku bersedia memakan sepatuku sendiri.

Didorong insting dan rasa penasaran, aku berjingkat-jingkat menuju ruang kerja Gentarou. Kulihat pintunya terbuka. Sayup-sayup dapat kudengar suara Gentarou yang makin lama makin jelas.

"Sakit? Apa terlalu kencang?" tanya Gentarou.

Aku tertegun.

"Tidak, cuma segini, sih, sudah biasa," terdengar suara wanita menjawab, diikuti cekikikan tertahan.

Aku tidak mengenali suara itu!

"Sensei pandai mengikat, jangan-jangan Sensei juga sudah biasa main beginian?" tanya suara wanita itu lagi.

Aku merasa nafasku sesak, beranikah aku melihat apa yang sedang mereka lakukan di dalam sana? Tentu saja!

Aku menarik nafas dalam-dalam dan melangkah. Pemandangan yang menyambutku membuat jantungku hampir meloncat keluar. Gentarou, memegang tali. Di sofa, duduklah seorang gadis muda yang tak kukenal, berpakaian terbuka serta dalam keadaan terikat.

Kepalaku mendadak kosong.

***

Saat kukatakan pada Hasegawa-san bahwa aku butuh material tentang BDSM sebagai bahan untuk karakter antagonis serta trik yang dipakainya untuk mengikat korban dalam novelku yang terbaru, tak kusangka-sangka Hasegawa-san malah membayar seorang pekerja seks untuk datang dan mengajariku langsung, sedangkan Hasegawa-san sendiri masih bertahun baru di kampung halamannya.

Namun, berkat itu, banyak info yang kuperoleh dari gadis yang bekerja di dunia malam tersebut. Bahkan dia ternyata sangat ahli dalam simpul menyimpul, melebihi pramuka atau pendaki gunung. Dengan tip yang tidak kecil, dia juga bersedia merahasiakan hal ini. Aku tidak tahu apa hubungan gadis ini dengan Hasegawa-san, tapi Hasegawa-san tampaknya percaya bahwa gadis ini tidak akan membocorkan hal ini ke media dan merusak image-ku sebagai novelis.

"Sensei pandai mengikat, jangan-jangan Sensei juga sudah biasa main beginian?" tanyanya.

Haha, yang benar saja. Bertemu saja jarang karena Fumiyo sibuk bekerja, apalagi 'main'? Tapi pertanyaannya sedikit mengusikku. Masalahnya, aku sama sekali belum menyentuh Fumiyo sejak wisata ke Yamanashi bulan November, dan sebenarnya aku dalam kondisi mental yang cukup berbahaya sekarang ini karena sangat merindukannya. Aku ingin bertemu Fumiyo, bertemu dan tidak melepaskannya sepanjang malam.

Kimi no Iro de Sekai o Someru [Yumeno Gentaro X OC]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang