Iro 11: Keikou

79 7 5
                                    

Saat aku melihatnya berdiri di hadapanku, kukira aku bermimpi. Karena selama sebulan ini, sosoknya lah yang selalu kulihat, baik saat tidur maupun terbangun. Tapi, mengingat bahwa aku tertidur di ruang tamunya setelah diam-diam datang berkunjung dengan menggunakan kunci cadangan yang diberikannya padaku setelah melalu malam bertaifun itu, maka aku yakin ini bukan mimpi.

Aku tahu aku tidak punya hak untuk tersenyum setelah mendadak pergi dan seenaknya kembali, tapi sudut-sudut bibirku terangkat begitu menyadari bahwa Fumiyo yang di hadapanku ini nyata.

"Fumiyo," panggilku dengan penuh kerinduan.

"Gentarou..." balas Fumiyo sambil menekap mulutnya, matanya membulat tak percaya.

Kemudian Fumiyo melemparkan tas tangannya sekuat tenaga padaku, disusul syal, jaket, sebelum akhirnya dia menyerbu dan menghajarku tanpa ampun dengan bantal sofa sambil berteriak, "KE MANA-SAJA-KAU-SEENAKNYA-PERGI-LALU-MUNCUL-TANPA-DOSA?!" satu kata setiap satu pukulan.

Ya, tentu saja reaksinya akan seperti ini. Siapa yang tidak marah kalau kekasihnya datang dan pergi dengan seenaknya? Tapi, biarpun berupa makian seperti ini, aku begitu senang mendengar suaranya lagi.

"KENAPA KETAWA-KETAWA!!" teriak Fumiyo kesal sambil menyarangkan pukulan telak ke wajahku, dengan bantal.

"Aduh..." gumamku, mengambil bantal itu darinya.

Walaupun kehilangan senjatanya, Fumiyo tidak berhenti berusaha memukuliku dengan tangannya sampai akhirnya aku berhasil memegangi kedua pergelangannya. Walau begitu, dia masih melempar tatapan galak padaku.

"Kenapa senyum-senyum?" dampratnya.

"Kenapa ya-ukh!" Fumiyo menendang tulang keringku.

Dia duduk bersedekap dengan sikap marah, mengawasiku menggosok-gosok kakiku. Kelihatannya serangan fisik sudah berhenti, tapi bukan berarti dia sudah mendingin.

Aku menoleh pada jam di dinding, sudah hampir pukul sebelas malam.

"Lembur?" tanyaku.

Dengan ketus Fumiyo menjawab, "Tidak, justru sebenarnya hari ini aku pulang cepat, lalu pergi kencan."

Aku mengingatkan diri bahwa aku sendiri yang menulis agar dia tidak menungguku, jadi aku tidak punya hak untuk merasa cemburu jika dia berkencan dengan orang lain.

"Benar juga, hari ini Valentine, ya," ujarku menutupi perasaanku.

"Benar. Kami minum kopi di kafe, lalu aku diundang makan malam di rumahnya," kata Fumiyo.

Kali ini sedikit sulit bagiku untuk mengontrol ekspresiku, dan tanganku mengepal kencang.

"Begitu..."

"Tidak apa-apa, kan? Toh, kita sudah putus," kata Fumiyo.

"Ya, benar. Maaf, ya, mendadak datang. Aku kemari untuk mengembalikan kunci rumahmu." Aku meletakkan kunci tersebut di atas meja, lalu bangkit berdiri.

"Hanya itu?" tanya Fumiyo. Tatapannya terpancang pada kunci kecil itu.

Tidak. Aku kemari karena merindukanmu.

"Ya, hanya itu," jawabku.

Aku beranjak pergi, tapi Fumiyo menarik lengan kimonoku.

"Aku tidak percaya. Gentarou, kau sudah tidak bisa membohongiku lagi."

***

"Ya, hanya itu," jawabnya sambil beranjak pergi.

Onee-san, kau tahu, kan, kalau Gentarou itu pembohong?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 19, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kimi no Iro de Sekai o Someru [Yumeno Gentaro X OC]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang