KRIIIIIIIIIIIIIIIIING!!
Alarmku berdering nyaring, namun aku mengabaikannya dan berguling dalam selimutku, membuatku menabrak sesuatu yang bergerak menjangkau alarm dan mematikannya sambil mengeluh, "Berisik..." dengan suara rendah yang mengantuk.
Rasa kantukku terbang dalam sekejap. Perlahan aku membuka mata dan mendapati dada telanjang seorang pria yang berbaring di sisiku. Lengan kanannya terkulai di pundakku, lengan kirinya menjadi bantalku, sedangkan lengan kiriku melingkar di pinggangnya.
"AAAAAAAAA!!" aku menjerit bangun.
"Hah?" Gentarou membuka matanya dengan kaget. "Ada apa?" dia duduk, selimut terjatuh dari dadanya.
Aku kembali menjerit tertahan sambil refleks menutup wajah. "Apa-apaan ini?? Apa yang terjadi??"
Kurasakan selimut tertarik dari tubuhku. Cepat-cepat aku menunduk. Untunglah, celana pendek dan sweater, serta kaus kaki tebal masih menempel di tubuhku. Aku menoleh pada Gentarou yang menggulung tubuhnya ke dalam selimut dengan wajah sedikit merona. Ingatanku berputar pada kejadian semalam.
***
Taifun nomor 19 akan melanda Jepang. Tokyo, Yokohama, Chiba dan sekitarnya diharapkan siaga. Cek tempat pengungsian terdekat Anda pada tautan di bawah ini.
Aku membaca cepat pesan otomatis dari perusahaan ponsel itu dan menandai tempat pengungsian terdekat di aplikasi peta. Sekolah-sekolah sudah diliburkan, sedangkan penerbit tempatku bekerja hari ini memperbolehkan karyawannya semua libur walaupun sebagian ada memilih berlindung di kantor karena bangunan tersebut lebih kokoh dari pada apartemen mereka.
Aku sendiri memilih libur dan membawa pekerjaanku, beberapa naskah yang harus dicek ke apartemenku. Tapi, pagi ini, melihat keadaan unitku yang berantakan karena seminggu ini pekerjaanku sangat banyak, aku memutuskan untuk bersih-bersih terlebih dahulu. Lagi pula, sekarang sudah bulan Oktober, tapi aku belum sempat mengeluarkan semua pakaian musim dinginku dan menyimpan pakaian musim panas. Futon-ku juga masih futon musim panas.
Aku melirik ke luar jendela. Langit sudah mulai mendung, tapi kalau aku bergegas, mungkin aku masih bisa memasukkan futon musim panasku ke binatu. Maka, aku pun bergegas melepaskan futon tersebut, memasukkannya dalam kantongnya, dan berjalan cepat ke binatu, kemudian kembali dengan membawa sekantong besar belanjaan karena supermarket sedang mengadakan obral spesial berhubung mereka akan tutup sampai taifun berlalu.
Aku berganti pakaian dengan pakaian rumah; baju kaus longgar dan celana pendek, mengikat rambut, membersihkan riasan wajah, melepaskan lensa kontak, dan mengenakan kacamata, lalu mulai beres-beres dengan semangat.
Aku menukar isi lemari dengan pakaian musim dingin dan memasukkan pakaian musim panas ke dalam dus (tersenyum-senyum sambil melipat yukata yang kukenakan saat bermain kembang api bersama Gentarou musim panas yang lalu), mengeluarkan futon musim dingin, menyortir majalah-majalah yang kubeli dan buku-buku acuan yang kupinjam dari perpustakaan, mengganti taplak meja makan, dan menggunting daun-daun mati dari tanaman pot.
Akhirnya, aku tinggal menyedot debu dan selesailah pekerjaan beres-beres ini. Jam dinding menunjukkan pukul dua siang dan hujan sudah mulai turun. Angin pun mulai kencang. Aku menutup gorden dan memasangkan banyak paku payung yang merupakan tindakan penanganan kalau-kalau jendela pecah sehingga pecahan kacanya akan tertahan oleh gorden. Teringat bahwa tahun lalu pasokan air tertahan karena banjir, akupun mengisi penuh-penuh bak mandi dan menyalakan penghangatnya. Aku lalu menyalakan mesin penyedot debu dan mulai menjalankannya ke setiap jengkal permukaan apartemenku yang bertipe 2LDK ini.
Di saat itu, ponselku berdering. Gentarou.
"Kau di rumah?" tanyanya.
"Ya, kau?" aku balik bertanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kimi no Iro de Sekai o Someru [Yumeno Gentaro X OC]
RomanceKimi no Iro de Sekai o Someru - Mewarnai Dunia dengan Warnamu. Yumeno Gentarou, seorang novelis, menjalin hubungan untuk pertama kalinya dengan Igarashi Fumiyo, pengoreksi naskah di penerbit yang menaungi Gentarou. Fiksi ini adalah kumpulan cerita...