Pisau yang terjatuh membuat semua mata mengarah kepada Krist, "Tuan Krist!" Teriak Yui dan beberapa maid memenuhi dapur. Seorang maid berlari keluar dapur memanggil Singto, seorang lagi mencoba menekan leher Krist dengan handuk. Krist hanya tersenyum saat melihat Yui yang tengah menangis.
Singto diam membeku saat melihat Krist yang terkulai lemas dengan handuk yang sudah memerah pada lehernya, ia berlari dan menggendong Krist, tak ada sepatah kata yang keluar dari bibir Singto, bahkan saat mereka sudah didalam mobil dan perjalanan menuju rumah sakit.
"Batalkan semua janji, hingga Krist sembuh..." Ujar Singto kepada Jane, pengawal pribadinya begitu sampai di rumah sakit dan Krist sudah mendapatkan perawatan.
Jam terus berputar, Krist sudah selesai di tangani, namun ia belum juga sadarkan diri. Tubuhnya melemah karena banyaknya darah yang keluar, untung saja sayatan itu tidak mengenai nadinya, sehingga masih dapat diselamatkan. Bahkan saat hari sudah mulai gelap, Singto masih duduk diam disamping Krist, tak bergerak walau hanya seinchi, kedua manik matanya terus menerus menatap tajam pada kedua kelopak mata Krist yang masih terpejam.
"Mmmmm....." Krist menggerakkan kepalanya, matanya mulai bergerak namun belum menunjukkan tanda-tanda terbuka. Singto tak bergeming, ia masih tetap menatap kearah kedua mata Krist.
Dengan gerakan lambat, kedua mata Krist mulai terbuka.
"Dad?" Suara Krist terdengar lirih, saat kedua matanya sudah terbuka dan menatap Singto.
"Tidurlah...." Ujar Singto pelan.
"Maaf..." Entah mengapa ia hanya ingin meminta maaf, bahkan entah mengapa air matanya terus menetes.
"Tidurlah...." Singto mengulurkan tangannya, mengusap air mata Krist, "Berhenti meminta maaf, tidurlah..."
Krist mencoba menutup kedua matanya, menenangkan hatinya, menikmati usapan tangan Singto di kepalanya.
.
.Krist baru saja membuka mata, melihat Singto tengah duduk dengan tenang didepannya. Tampaknya Singto tidak pulang, tidak tidur ataupun mandi, ia masih di tempat yang sama, pakaian yang sama serta jangan lupakantatapan itu.
"Dad...." Panggil Krist, membuat Singto tersenyum.
"Selamat pagi Krist...." Sapa Singto dengan senyuman.
"Daddy bau...." Ujar Krist dengan senyum lebarnya, bahkan kedua matanya terlihat menggaris.
"Baru bangun dan mengatakan itu? Kau pikir siapa yang membuat ku bau?" Singto mengangkat sebelah alisnya.
"Maafkan Krist naa~" Krist meraih tangan Singto yang ada diatas kepalanya, "Krist tidak mau ke Manchester.... Krist tidak mau berpisah dengan Daddy...."
"Untuk apa Krist masih di dekat ku? Bukankah Krist bisa bebas disana? Kau bisa mendapatkan pria tampan lainnya" ujar Singto, ada nada tidak suka, namun ia menahannya, mengingat Krist yang melakukan sesuatu hal nekat untuk mencegah perpisahannya.
Krist diam tidak menjawab, ia tau Singto masih marah padanya. Jadi ia memilih diam dan mengalihkan pandangannya. Suasana kamar jadi terasa canggung untuk Krist.
"Aku akan mandi disini, sebentar saja...." Ujar Singto sebelum berdiri duduk nya lalu berjalan ke kamar mandi.
Krist hanya mengangguk mengerti.
Selesai dengan mandinya, Singto dan Krist sarapan bersama.
"Besok aku harus ke Italia....." Ujar Singto tiba-tiba.
Krist mengangkat wajahnya, menatap Singto yang duduk didepannya.
"Mau ikut atau...." Ucapan Singto terpotong, "Ikut!" Jawab Krist dengan semangat.