Suasana meja makan pagi ini benar-benar tegang, Singto terus mengetukkan telunjuknya ke atas meja. Krist berada di kursi sampingnya, diam tidak bersuara. Semua belum menyentuh makanan, mood Krist sudah buyar saat melihat ayah Singto keluar dari kamar tadi.
"Ayah tidak akan pergi?" Suara dingin Singto terdengar penuh tekanan dan kekesalan.
"Ayah sudah bilang, ayah tidak akan pergi sampai kau setuju dengan rencana kemarin..." Tuan Ruangroj menjawab dengan santai, seolah Singto itu tidak ada apa-apa jika di bandingkan dirinya.
Singto menghela nafas kasar, berbalik menatap Krist yang diam saja sedari tadi. "Sarapan disekolah saja..." Bisik Singto, ia tahu dengan pasti jika Krist sedang dalam mood yang buruk.
Krist menatap Singto seolah tidak setuju dengan saran yang diberikannya, "Tapi..." Krist menggigit bibir bawahnya saat matanya melihat bagaimana ayah Singto menatap balik pada keduanya.
Krist menghela nafas pasrah, ia langsung berdiri, memberikan salam sebelum pergi. Lagi-lagi ia mengabaikan Singto karena kesal.
"Nanti jemput aku terlambat, aku malas pulang..." Keluh Krist pada Choi yang tengah mengemudikan mobil, Choi tersenyum sebelum mengangguk mengerti. Mobil baru saja keluar dari gerbang utama saat Krist kembali mengeluh, "Menyebalkan..." Keluhnya sekali lagi, tepat sebelum Choi mendapat panggilan.
"Iya tuan?" Choi sudah menepikan mobil saat menerima panggilan dari Singto.
"Oh, baik tuan..." Jawab Choi sebelum memutuskan panggilan.
"Tuan..." Panggil Choi setelah berbalik kepada Krist yang berada di kursi belakang, "Tuan Singto meminta saya untuk mengantar anda ke kediaman Kakek beliau sekarang. Tuan akan kesana untuk menemui anda..." Lanjutnya.
Krist menghela nafas, memejamkan kedua matanya erat. Perasaannya tidak enak, sangat tidak enak. Krist menjilat bibirnya sebelum berkata, "Berikan ponselmu...." Ujarnya sembari mengulurkan sebelah tangan, meminta benda yang dimaksud.
Choi tampak terkejut karena Krist meminta ponsel miliknya, dengan ragu-ragu ia memberikan ponsel itu.
Ia tampak mengetikkan sesuatu dengan ponsel itu sebelum ia melemparkannya ke luar melalui jendela, dan langsung terlindas mobil lain yang tengah lewat. Krist tau ponsel itu di berikan Singto khusus untuk bekerja. Choi memandang ponsel itu dengan tatapan tidak percaya.
"Aku tau itu ponsel hanya untuk dia menghubungimu, jangan seperti kehilangan nyawa begitu! Sekarang putar mobilnya, kita pulang..."
"Tapi?"
"Membantahku? Aku adukan pada Daddy!" Ancam Krist membuat Choi menutup mulut rapat dan segera melakukan apa yang diperintahkan.
Tidak perlu waktu lama untuk mobil kembali memasuki gerbang utama, Krist langsung turun begitu mobil berhenti. Dan tepat saat Krist turun, Singto baru saja membuka pintu hendak keluar.
"Baby? Bukankah aku meminta Choi mengantarmu ke rumah kakek?" Singto menunjukkan wajah terkejutnya.
Alih alih-alih menjawab, Krist terus berjalan melewati Singto yang masih berdiri di ambang pintu.
"Baby?" Panggil Singto yang sudah berbalik mengikuti Krist.
Di meja makan yang seharusnya hanya ada Tuan Ruangroj, tengah duduk seorang gadis disana.
"Ini calon istrinya?" Tanya Krist begitu memasuki ruang makan.
Tentu saja sikap Krist yang seperti ini membuat Tuan Ruangroj dan gadis tersebut terkejut.
"Baby..." Lirih Singto, Krist itu sedikit gila jika berhubungan dengan dirinya. Krist tidak takut dengan siapapun, kecuali Singto. Bahkan Ayah Singto? Dia tidak pernah takut, hanya benci dan tidak suka.