Bab 4. Hanya saja belum bisa..

2 0 0
                                    

"Hallo, Jhoe..." Sapa Nana, gadis itu berniat menelfon Jhoe, hanya untuk mendengar suara lelaki yang ia rindukan itu.

"Hallo, Naa.. apa kabar?" balas Jhoe dari kejauhan sana, dengan suara beratnya.

"Aku... baik aja, kamu.. gimana?"

"Yaa, selalu baik, gimana pertama kali kerja?"

"Hmm, aku masih perlu adaptasi Jhoe, lumayan melelahkan duduk di depan komputer sepanjang hari.."

"Ohh, aku juga begitu, tapi nanti kamu akan terbiasa, semangatlah, ya?"

"Iyaa Jhoe.. Hmm, Jhoe.."

"Iyaa Naa?"

"Bagaimana pendapatmu tentang pindah kerja?" Nana bertanya ragu.

"Kamu baru sebulan Naa kerja di situ.. setahun kemudian baru kamu boleh minta pindah kerja.."

"Lama ya, Jhoe?"

"Lagian kenapa mau pindah Na?"

"Aku mau dekat denganmu, sekantor denganmu.."

"Naa, tidak bisakah kamu disana saja, menikmati lingkungan kantormu? Mencari kenyamanan disana?"

"Aku, hanya mau dekat denganmu Jhoe, tidak ada salahnya kan?"

"Naa... aku sibuk, selamat malam.."

Telfon terputus, itu adalah durasi telfon paling lama yang Nana lakukan dengan Jhoe. 3 menit. Gadis itu terdiam di meja kerjanya, dia merenungi kesalahannya barusan, harusnya dia menelfon basa-basi, malah dia membuat obrolan itu menjadi begitu serius, membuat tegang dirinya sendiri.

Nana sengaja melamar kerja di perusahaan cabang, dimana Jhoe juga bekerja. Dia tahu jenjang karir di perusahaan itu bisa membawanya sekantor dengan Jhoe suatu saat nanti. Tapi nyatanya, respon Jhoe barusan membuat Nana sedih, lelaki itu membuatnya tak bisa berkata-kata lagi.

*****

Disisi lain, Jhoe merasa Nana begitu gegabah dengan hidupnya. Gadis itu membuat pusaran hidupnya menuju dirinya, dan itu sama sekali membuatnya binggung dan merasa kalau gadis itu tak punya tujuan hidup sama sekali.

"Kalau dia kemari, bagaimana nanti aku bekerja? Tidakkah dia berfikir seperti itu? Kenapa dia tidak bekerja di perusahaan lain, apa dia mau menyerah dengan karya novelnya? Nana, gadis itu benar-benar menganggu.." gumam Jhoe di ruang tamunya.

"Gumamin apa sih Yon? Kayak kesal gitu?" tanya Grace, kakak perempuan Jhoe yang tengah duduk di sofa bersamanya.

"Entahlah, kesal sendiri." Jawab Jhoe, tanpa menoleh. "Nana?" tanya sang kakak, Jhoe menoleh meresponi nama itu.

"Dia menganggumu lagi?" tanya sang kakak intens, Jhoe hanya mengangguk. "Menurutku, kamu harus menjelaskan kenapa dia begitu menganggu, agar dia tak selamanya salah paham denganmu Yon.."

"Mau jelaskan apa aku?"

"Yaa.. jelaskan kenapa kamu merasa dia menganggu, Yonn.. kakakmu ini perempuan, dan aku paham kenapa dia belum menyerah denganmu, karena dia merasa hanya kamu yang dia punya.."

"Kak, aku nggak bisa jelaskan alasan ini ke kakak, maupun ke dia, akupun binggung bagaimana harus berkata kalau dia itu menganggu.."

"Kamu sayang dia? Masih?"

Jhoe terdiam, dia menarik nafas panjang, lalu menghempasnya kasar, "Kalau iya, kasih dia kesempatan, kalau tidak, lepaskan dia Jhoe.. dia gadis yang kurang beruntung menunggu lelaki ceroboh sepertimu, dia juga gadis bodoh yang masih mengiginkan dirimu.. kalian itu, manusia aneh." Kata sang kakak, Jhoe memutar bola matanya mendengar sang kakak.

"Aku sama sekali tidak pernah.. meminta dia untuk bersamaku. Entah apa yang dia pikirkan sampai sekarang. Dan, satu lagi... jangan bilang aku aneh. Aku hanya belum bisa~"

"Belum bisa apa?"

"Menyakati dia, agar dia menjauhiku."

"Bukannya selama ini kamu sudah nyakitin dia?"

"Apaan? Aku belum menyakitinya kak."

"Sudah, selama ini aku perhatikan kamu Yon.. kamu putusin dia, abaikan dia. Menurutku, itu sudah menyakiti, kalau aku jadi dia, mungkin yaa.. aku sudah benci sama kamu.. tapi, seperti yang aku bilang, dia gadis bodoh yang mengiginkanmu." Kata sang kakak panjang lebar, yang ternyata selama ini sudah cukup lama mengamati pergerakan adiknya. "Ohh.. satu lagi, dia gadis bodoh yang tegar. Dan, aku harap, kamu tidak menyakiti dia lebih lagi Yon."

Jhoe hanya terdiam, dia sebenarnya tak merasa telah menyakiti gadis itu, diapun merasa tak akan ada gunanya dia menyakiti Nana. Gadis itu hanya kebingungan dengan hidupnya. Jhoe rasa dia hanya perlu tak membuat kedekatan lagi dengan Nana, karena selama ini dia sudah susah payah menahan diri.

*****

"Gimana hari ini lancar?" tanya sang Ayah, Nana duduk manis di sofa bersama Ayahnya begitu ia pulang kerja.

"Lancar kok Yah.. Oiya, Nana mau tanya.. apa pendapat Ayah tentang pindah kerja?" tanya Nana, dia terfikirkan pertanyaan ini setelah dia menelfon Jhoe, dia ingin mendengar pendapat sang Ayah mengenai pertanyaannya itu.

"Pindah kerja? Siapa? Nana?" tanya sang Ayah, anak gadisnya itu mengangguk, "Kalau pindah kerja karena karir, menurut Ayah bagus aja.. emang Nana mau pindah?"

"Nggak sih Yah, Nana cuma nanya aja.."

"Asalkan, selama kerja motivasinya jelas. Dan jangan gegabah dalam pekerjaan, apalagi Nana susah payah mendapatkan pekerjaan itu.."

"Iya Ayah, dan bagaimana pendapat Ayah tentang Jhoe?"

Sang Ayah berhenti menguyah cemilannya, "Nana.. Ayah belum bisa ngasih pendapat apa-apa tentang laki-laki di bingkai fotomu itu. Ayah bahkan belum mengenalnya.."

"Tapi Nana udah sering ceritakan tentang Jhoe ke Ayah.."

"Yang Nana ceritakan itu, hal yang sama berulang-ulang.. yang Ayah lihat dan Ayah rasakan dari cerita itu, Nana merindukan dia, Nana menceritakan dia seperti orang yang telah lama pergi, seperti Ayah selalu ceritakan tentang Bunda ke Nana.."

Nana terdiam seketika mendengar kata-kata sang Ayah, "Jadi, Ayah selama ini mikir Jhoe itu nggak ada?"

"Iyaa, Ayah rasa begitu, sikap Nana selayaknya menceritakan orang yang sudah tidak ada, Nana bercerita tentang kenangan, bukan yang Nana rasakan sebenarnya.."

"Nana hanya punya sedikit kenangan dengannya Ayah."

"Nana, anak Ayah satu-satunya, masih punya perjalanan panjang di depan, jangan menyeret masa lalu Nana seperti itu.. Ayah tidak mau Nana terhalang karena hal-hal itu.. Nana punya kehidupan indah.."

Sang Ayah merangkul anak gadisnya, Nana menangis terharu mendengar sang Ayah, kata-kata tulus Ayahnya menembus hati nuraninya, seketika itu dia merindukan sang Bunda, wanita hebat yang membuat Ayah semangat menjalani hidupnya, hingga membesarkan Nana hingga saat ini.

"Iyaa Ayah.. Nana tahu.. bimbing Nana yang belum dewasa ini.."

"Iya putriku.."

1/4 Chapters : Jhoe & NanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang