Bab 5. Hold it more..

2 0 0
                                    

Nana menyusun beberapa laporan kerja selama lima hari yang lalu untuk diserahkan kepada kepala bidang. Dia menghela nafas pelan menyusun laporan-laporan itu. Disampingnya, ada Gina yang tengah membuka kasar kertas demi kertas, dan menyisihkan kertas penting untuk dibackupnya.

"Naa... aku yakin sekali, kamu bisa pindah ke kantor pusat, kalau kerjaanmu seperti ini, kepala bidang akan meyukaimu.." suara Gina menembus dinding kaca yang tengah menyekat kedua gadis itu, Nana mengangguk meresponsnya.

"Yaa, selama setahun ke depan.. semoga." Balas Nana, dia kembali fokus menyalin tulisan-tulisan berangka itu ke komputer di depannya.

"Oya, nanti dijam makan siang, bisa ceritakan padaku kenapa kamu ingin sekali pindah ke kantor besar di kota, barang kali aku bisa termotivasi karenamu.." pinta Gina, Nana berhenti mengetik, lalu menoleh ke kanannya, ke arah Gina dengan wajah memohonnya.

"Okey, kuselesaikan dulu pekerjaan ini.."

Kedua gadis itu fokus menyelesaikan pekerjaan masing-masing, keduanya menyelesaikan pekerjaan itu dengan baik lagi kali ini, dan tumpukan kertas itu sudah Nana letakkan di meja kepala bidang untuk ditandatangani.

"Aku hanya mau dekat dengan seseorang disana, Ginaa.. dan sambil menikmati perkerjaanku bersamanya dikantor.. simpel ya kedengarannya?" Nana memberitahu Gina kenapa ia ingin sekali pindah ke kantor dimana Jhoe juga bekerja.

"Waahh, pacarmu?" tanya Gina, Nana menggeleng pelan, "Bukan sih.."

Gina sedikit terkejut, "Lalu? Kenapa begitu bersikeras ingin kesana?"

"Aku Cuma mau dekat dengannya.." jawab Nana pelan, ia kembali menyuapkan sesendok nasi ke mulutnya.

"Lalu, kalau sudah dekat dengannya, apa selanjutnya yang akan kamu buat Na? dia menyukaimu?" tanya Gina antusias, rasa penasarannya itu menimbulkan pertanyaan yang membuat Nana terdiam seketika, dia tak bisa berkata-kata.

"Maaf kalau aku bertanya.." lanjut Gina merasa bersalah, Nana menggeleng, "Nggak-nggak.. nggak apa Gina.. diaa.. itu mungkin... menyukaiku."

"Naa.. aku minta maaf sebelumnya, boleh kuberi sedikit nasehat untukmu?" tanya Gina pelan, Nana mengangguk, "Kamu boleh menyukai seseorang, tapi.. kamu harus membatasi dirimu, agar kamu juga bisa bahagia dengan semua keputusanmu terhadap perasaanmu sendiri."

"Makasih Gina, nasehatmu.. aku menghargai itu, aku bahagia dengan keputusanku.. kurasa duniaku adalah dia." Balas Nana tersenyum, dia memikirkan kebahagiaannya itu selalu.

"Well.. aku termotivasi, semoga berhasil dengan karirmu Nana, aku akan disini, karena aku punya seseorang yang spesial seperti yang kamu miliki.." Gina tersenyum malu-malu mengatakan hal itu didepan Nana, gadis itu tahu apa yang dirasakan Gina, senang dan bahagia memikirkan seseorang yang spesial itu.

Nana terdiam di kamar tidurnya sepulangnya dari tempat kerja, dia melihat kearah foto berbingkai itu lagi, sembari mengingat nasehat Gina tadi siang, "Membatasi diri? Agar aku bahagia?" dia menyeringai lemah mengulang kata-kata itu, "Batas ini sudah terlalu jauh, aku harus membatasi diri bagaimana lagi agar aku bahagia? Bukankah aku harus meruntuhkan batas itu agar bisa bahagia bersamanya?" gumam Nana. Dia tersenyum, dia menguatkan hatinya untuk meruntuhkan batas tak berujung itu.

Dia mewujudkannya, setahun berlalu, dia melewati segala pekerjaannya dengan baik, dia mengajukan surat perpindahan kerja, butuh seminggu persetujuan itu, agar kepala bidang bisa menemukan penggantinya. Nana mendapat persetujuan dari sang Ayah, dan Nana segera memberitahukan Jhoe tentang hal ini.

"Aku sedang menunggu persetujuan kepala bidang untuk perpindahan kerjaku, Jhoe.." tulis Nana di kotak pesan layar ponselnya, ibu jarinya berhenti menyentuh layar, "Haruskah kukabari dia tentang hal ini? Sebelumnya dia tak menyetujui hal ini, tapi.. aku sudah cukup menikmati waktuku disini.." gumam Nana, ibu jarinya ragu untuk menyentuh tanda pengirim pesan. Dia menggeleng, "Nanti saja.."

"Hei Naa.. bahagia ya bisa pindah kerja ke kantor yang lebih besar?" tanya Ardi, lelaki itu teman sekantornya yang suka mengusiknya, tak lama gadis bahan candaannya akan pergi.

"Ooh, ya begitu.. sepertinya kamu harus mencari bahan candaan baru.. dan makasih sudah membuat kepalaku pening selama kerja disini, dan lamarlah dia!" respons Nana, Ardi langsung celingak-celinguk melihat seisi kantor takut mereka mendengar dua kata terakhir dari Nana.

"Hei-Hei, kubilang jangan singgung itu!" bisik lelaki itu kesal, Nana tersenyum licik, dia sudah lama ingin membuat kesal lelaki itu, "Lamar dia Ardi!" Nana menaikkan nada suaranya, seisi kantor itu menoleh ke arah Nana yang sedang duduk, dan Ardi yang tengah menyender di dinding kaca setinggi pinggangnnya itu.

Sepertinya gadis yang tersinggung itu menunduk malu, dan hanya dia yang tak menoleh begitu Nana meneriaki Ardi. "Naa! Diam!" tegas Ardi masih berbisik, sekilas beberapa pandang mata tadi kembali ke kesibukan masing-masing, Ardi menghela nafas lega. Dia memilih pergi menuju mejanya daripada mendapat teriakan Nana lagi, sebelum itu dia meminta Nana untuk menemuinya saat jam istirahat.

"Maaf Gina, aku hanya mau dia bergegas.." ucap Nana pelan pada Gina yang ada disampingnya, gadis itu hanya tertuduk malu, lalu ia tertawa pelan. "Makasih Naa.." katanya samar, Nana mendengar itu.

"Bercandamu keterlaluan Naa.." Ardi memang merasa kesal sekali karena perkataan Nana, "Dia baru saja mengucapkan terimakasih padaku Ardi.. sudahkan jangan ditahan lagi, kalian sudah cukup dalam segala aspek.. apalagi yang kamu tunggu?" kata Nana pelan, Ardi mengangguk setuju, namun sesaat kemudian dia menggeleng, "Terlalu beresiko.. Aku terlalu takut mengahadapi hal didepan sana.." balas Ardi, wajah cemasnnya kini terlihat.

"Ambil resiko itu, dan bahagiakan dia.." singkat Nana,.

"Pekerjaan ini impiannya, mana mungkin aku memintanya berhenti.. atau kami memulai dari awal lagi? Betapa kerasnya dia berusaha agar bekerja disini.. akupun begitu.." jelas Ardi, ketakutan di wajahnya terlihat jelas, resiko didepan sana terlalu besar untuk di hadapi.

"Kalau kamu takut, hadapi bersamanya, kalian saling mencintai, itu saja saranku.. segeralah lamar dia Ardi, agar kalian bisa menata masa depan bersama." Ucapan Nana disertai tepukan pelan dipundak Ardi, membuat lelaki itu menarik nafas dan menghempasnya tegas.

"Trimakasih Naa.. nasehatmu sangat berarti selama ini, dan semoga berhasil dengan karirmu disana ya, dan juga berhasil dengannya.." kata Ardi membalas tepukan pundak itu.

Nana juga sembari berfikir, seperti inikah resiko yang akan dia hadapi nanti bersama dengan Jhoe disana, dia bahkan tidak pernah tahu sebesar apa pengorbanan Jhoe untuk bekerja di perusahaan ini, dia bahkan hanya tahu sedikit proses yang lelaki itu lalui untuk mendapatkan posisi di perusahaan itu.

Akankah dia mampu melepas semua usahanya selama ini untuk menciptakan ruang dan waktunya bersama Jhoe nantinya? Nana, gadis yang selalu optimis dalam hidupnya, sekali lagi menyemangati dirinya untuk kesekian kalinya. Dia pantas melalui semua ini, dan mendapatkan hasilnya kelak. Entah itu baik, atau buruk, dia menjadikan Jhoe sebagai sumber semangatnya.

1/4 Chapters : Jhoe & NanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang