Bab 4

8K 1.2K 177
                                    

Selagi kamu punya mata, tolong jangan kenali aku dengan telinga.

Batal total pemasangan bahel yang sudah aku idam-idamkan selama ini. Bahkan Gempa sama sekali tidak ingin aku mengungkitnya. Katanya kalau memang ada masalah dengan gigiku, dia akan menemani ke dokter gigi. Namun tidak dengan pemasangan bahel. Karena katanya, nanti rasanya akan berbeda jika berciuman denganku.

Memangnya ada pengaruh?

Mungkin itu cuma alasan dia saja yang tidak suka jika aku bergaya layaknya dedek gemes penyuka ponsel berlogo buah itu. Atau bisa jadi jika aku terlihat lebih muda, dia takut semua orang tahu jika jarak usia kami cukup jauh.

Hufh, karena tidak ada pilihan lain, aku bisa apa. Kalau kata orang Jawa mah harus legowo. Yowes, sekarepmu Gempa. Yang penting jangan hentikan transferan uang bulanan padaku.

Kadang aku suka geli sendiri membaca chat dari dia disetiap tanggal 25 yang isinya nominal transferan uang bulananku. Padahal kan status kami sudah menikah, dan sudah tinggal satu rumah, kenapa harus repot-repot mengirimkan chat segala?

Mungkin dia kangen merusuhiku dengan chat tidak bergunanya.

Lucu sih kalau mengingat-ingat ketika kami masih berstatus atasan dan bawahan seperti dulu. Karena sama sekali aku tidak menyangka bila akhirnya pak Gempa menjadi suamiku.

"Heh, kenapa senyam senyum?" tanya mba Putri.

"Enggak papa, Mbak."

"Kamu enggak istirahat? Ke kantin enggak?" Ia bertanya kembali sambil mengorek-orek isi tasnya sendiri.

"Enggak deh, Mbak. Lagi males ke mana-mana nih."

"Tumben? Terus si Lea sama Anna juga enggak datang? Dapat banyak kerjaan dari suamimu?" tawa mbak Putri mengejekku.

Aku menggeleng tidak tahu. Memang sih akhir-akhir ini kami jarang sekali makan bersama. Karena dari info di grup imamas, alias ikatan mamah-mamah masjid, Anna dan Lea sedang disibukkan dengan project yang dipimpin oleh Gempa.

Jadi mau tidak mau, suka tidak suka, aku harus mengalah untuk kesejahteraan suamiku.

Mana tega aku melihat dia begadang-begadang terus akibat dari projectnya itu yang belum kelar-kelar juga.

"Aku mau ke kantin, mau nitip enggak, Mel?" tanya mbak Putri, yang kujawab dengan gelengan kepala.

Aku memang membawa bekal makan siang hari ini, yang kusempat-sempatkan buat tadi pagi, sehingga rasanya tidak ada alasan untuk aku pergi ke kantin siang ini.

Lagi pula, cuaca di luar sangat tidak mendukung. Warna langit yang menghitam, menandakan akan turun hujan sebentar lagi. Karena itu aku memilih tetap tinggal di mejaku, memakan bekal sambil menonton jurnal horor yang ada di youtube, lalu setelahnya barulah memulai aksi pompa-pompa lagi.

Akan tetapi, gangguan memang akan selalu hadir ketika aku sedang ingin menikmati waktuku sendiri. Dari dalam grup WA, Imamas, Anna mengirimkan sebuah gambar yang membuat kedua alis hitamku langsung beradu.

"Mel, masa kita cuma ditraktir mie sih?"

Komen Anna setelah fotonya terkirim ke grup.

Kalau tidak melihat ada yang janggal difoto itu mungkin aku akan menertawakan Anna dan juga Lea karena hanya ditraktir mie oleh Gempa. Namun sialnya ada sebuah adegan yang menunjukkan kedekatan di antara Gempa dengan anak baru itu.

Bisa-bisanya perempuan itu duduk di samping Gempa, sedikit bersentuhan atau memang sudah ada skinship di antara mereka, aku tidak tahu, yang jelas aku geram melihatnya.

Kamel InvestigationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang