Bab 11

6.3K 1.2K 94
                                    

Hati-hati dengan rasa peduli yang tercipta dari hati, bisa-bisa banyak orang yang jatuh hati pada dirimu kekasih hati.

Kembali sehabis makan siang, tidak sengaja kami satu lift dengan Desi. Perempuan bertubuh tambun sepertiku itu terlihat santai. Menikmati segelas cokelat panas yang baru dia beli dari mesin minuman yang berada di dekat kantin kantor.

Ketika Desi melihat kedatangan kami, dia sempat tersenyum kepada kami. Eh, maksudku kepada Lea dan juga Anna. Lalu berbicara dengan Anna, bertanya-tanya hal sepele, seperti habis makan siang di mana.

Anna pun menjawab pertanyaan Desi dengan santai. Bahkan dia tidak malu-malu mencicipi minuman yang Desi bawa di tangannya.

Ya Tuhan, entah kenapa melihat kejadian ini, aku seketika langsung membenci Desi.

Perasaan di dalam hatiku mendadak sulit dijelaskan dengan kata-kata. Jika semalam aku kesal kepada Desi, karena dia begitu dekat dengan Gempa, suamiku. Kini bisa-bisanya dia dengan mudah menggantikan posisiku di antara Anna dan juga Lea.

Aku memang belum cerita tangisku tadi dipicu oleh apa, namun seharusnya Lea ataupun Anna sadar, tatapanku kepada Desi terlihat sangat tidak biasa.

"Oh, iya. Mbak Le, katanya pak Gema, aku harus diskusi sama Mbak ya? Nanti diskusi langsung ya, Mbak. Takutnya nanti sore pak Gema balik ke kantor lagi, dan aku belum ngerjain sama sekali."

Lea langsung mengangguk, menuruti kata-kata Desi, tanpa curiga sedikitpun karena tiba-tiba saja aku memilih diam tanpa suara.

"Mel, kita duluan ya." Seru mereka bertiga ketika lift sampai di lantai dua.

Aku mengangguk saja, kemudian melepaskan mereka bertiga pergi. Tepat ketika pintu tertutup, aku berusaha menahan sesak seorang diri.

Ya Tuhan, aku ketakutan setengah mati. Apa inilah rasanya memiliki sesuatu dan tidak rela membaginya kepada siapapun?

Masih terus diam ketika sampai di lantai 5, di mana aku bekerja. Si Bandot langsung menegurku galak.

"Mel, jangan lupa. Saya butuh konsepnya sampai jam 5 nanti. Jangan lama-lama."

Tidak membalas kalimatnya, aku terduduk lesu di kursi. Melirik mbak Putri yang sudah sibuk mengerjakan sesuatu di komputernya.

"Abis makan di mana lo?"

"Abis makan hati, mbak Put."

"Ah, makan hati? Maksudnya?" Dia kebingungan sambil melirikku.

Aku tidak melanjutkannya. Berpura-pura sibuk ingin ke toilet, padahal aku hanya berusaha menghindar. Entah menghindari dari apa aku sekarang ini, karena yang kutahu rasa sakit sudah setia menungguku di depan kedua mata ini.

***

Setelah AC dimatikan pukul 5 sore, aku sengaja pergi ke lantai dua. Niatnya ingin menunggu Gempa di sana. Sambil berghibah ria menghilangkan rasa penat yang ada.

Namun saat aku masuk ke dalam ruangan akuarium yang dulu menjadi ruangan kami, Desi dan Lea seperti sibuk mengerjakan sesuatu. Sedangkan Anna sedang mengetikan sesuatu di ponselnya.

"Hoi.... " Seru Anna ketika melihat kedatanganku.

Dia sibuk kembali dengan ponselnya, sedangkan aku berpura-pura sibuk akan sesuatu, padahal niatku ingin memantau gerak gerik dari Desi.

"Tumben enggak pulang?" tanya Anna padaku.

"Nungguin bos lo."

"Dih, ngapain nungguin dia. Nanti kalau dia pulang malem, kasihan kan anak lo."

Kamel InvestigationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang