BAGIAN 6

885 35 0
                                    

Pagi-pagi sekali Rangga sudah memacu cepat kudanya meninggalkan rumah penginapan yang disewa untuk beberapa hari. Kuda Pandan Wangi masih terlihat tertambat, dan itu berarti dia tidak jadi pergi. Rangga memang sudah yakin betul kalau gadis itu tidak akan meninggalkannya. Bibirnya tersenyum saja saat melihat kuda putih milik Pandan Wangi masih tertambat di tempatnya tanpa pelana.
Kuda hitam bernama Dewa Bayu itu berpacu cepat menembus kabut yang mulai memudar. Sinar matahari menyemburat merah di ufuk Timur dari balik Gunung Bekasan. Sinarnya yang hangat membuat kabut menyebar ke udara. Demikian pula dengan embun-embun yang mulai menguap dari puncak pohon dan rerumputan. Namun udara masih terlalu dingin. Rangga tidak peduli, dan terus memacu cepat kudanya menuju Gunung Bekasan yang berdiri angkuh menantang langit.
Wusss...!
Tiba-tiba sebuah benda sepanjang jengkal telapak orang dewasa meluncur ke arah Pendekar Rajawali Sakti begitu sampat di Kaki Gunung Bekasan. Bagaikan kilat Rangga melentingkan tubuhnya, melompat dari punggung Dewa Bayu yang terus berlari cepat.
Merasa bebannya tidak ada lagi, kuda hitam itu meringkik keras sambil mengangkat kedua kaki depannya tinggi-tinggi. Pada saat itu Rangga sudah mendarat manis di tanah. Di tangan kanannya tergenggam sebatang ranting kering.
"Hm...," Rangga menggumam tidak jelas. Dilemparkan ranting kering di tangannya ke depan kaki. Ternyata benda yang meluncur ke arah nya tadi hanya sebatang ranting kering. Namun karena dilemparkan disertai pengerahan tenaga dalam tinggi, ranting itu jelas bisa mencelakakan.
Bahkan bisa membunuhnya. Namun Pendekar Rajawali Sakti bukanlah orang sembarangan. Ranting itu berhasil ditangkap sambil berputaran di udara.
"Ha ha ha...!" tiba-tiba saja terdengar suara tawa keras menggelegar.
Belum lagi hilang suara tawa itu, mendadak saja berkelebat sebuah bayangan putih. Tahu-tahu di depan Rangga sudah berdiri seorang laki-laki berbaju putih agak ketat, sehingga membentuk tubuhnya yang tegap, padat, dan berotot. Wajahnya cukup tampan, namun menyiratkan ketegasan dan kekerasan hidup. Sinar matanya begitu tajam, bagai mata seekor ular yang tak memiliki perasaan.
"Hm...," Rangga menggumam tidak jelas Pendekar Rajawali Sakti itu ingat kalau pemuda itu pernah dilihatnya di kedai milik Ki Sangir. Pemuda ini yang merobohkan dua orang pengawal kepala desa hanya dengan jari telunjuk saja. Pendekar Rajawali Sakti itu sudah bisa menebak, siapa pemuda berbaju putih itu, tapi belum mau mengucapkannya.
"Semula aku tidak peduli dengan kehadiranmu, Pendekar Rajawali Sakti. Tapi karena terlalu banyak ikut campur dan selalu menghalangi setiap langkahku, maka aku tidak punya pilihan lain, kecuali membunuhmu," kata pemuda itu, dingin nada suaranya.
"Hm..., rasa nya aku belum pernah mengenalmu," gumam Rangga kalem. "Siapa kau? Dari mana kau tahu namaku?"
"Tidak terlalu sukar mengetahui siapa dirimu, Pendekar Rajawali Sakti. Tapi sayang sekali, nama besarmu akan tamat di tempat jelek ini," tetap dingin nada suara pemuda berbaju putih itu.
"Kisanak, siapa kau?" tanya Rangga lagi.
"Ha ha ha...! Aku rasa kau sudah tahu siapa diriku, Pendekar Rajawali Sakti. Bukankah kau juga ada di kedai waktu itu?"
"Hm.... jadi kau yang dijuluki si Jari Malaikat Maut itu?" gumam Rangga menebak.
"Tepat!" sambut pemuda berbaju putih itu diiringi senyuman tipis yang begitu dingin membeku.
"Kalau begitu, aku harus membawamu kepada Pendekar Jari Malaikat," ujar Rangga, agak datar suaranya.
"Ha ha ha...!" si Jari Malaikat Maut tertawa terbahak-bahak. "Kenapa bukan si tua bangka itu saja yang datang padaku? Ha ha ha...!"
Rangga tidak menanggapi, dan hanya menggeretakkan rahangnya saja. Sedikit digeser kakinya ke kanan. Pandangan matanya begitu tajam menusuk, dan langsung menuju ke bola mata si Jari Malaikat Maut.
"Tidak sepantasnya kau bicara begitu, Kisanak," dengus Rangga dingin.
"Apa yang kukatakan dan kulakukan, tak ada seorang pun yang bisa melarang! Tidak juga si tua bangka keparat itu. Juga kau, Pendekar Rajawali Sakti!" tegas si Jari Malaikat Maut tidak kalah dinginnya.
"Memang tidak akan ada yang bisa menghalangimu. Terlebih lagi, kau sudah menguasai jurus-jurus 'Jari Malaikat' yang sangat dahsyat."
"Kau sudah tahu itu, Pendekar Rajawali Sakti. Lalu, kenapa tidak menyingkir dan menjauh dariku?" dengus si Jari Malaikat Maut.
"Karena tindakanmu sudah kelewat batas, dan hanya aku yang bisa menghentikanmu!" tegas jawaban Rangga.
"Setan alas...!" geram si Jari Malaikat Maut memerah mukanya.
"Kau bisa saja mencuri ilmu-ilmu dari para pendekar lain, dan mengembangkannya menjadi jurus ampuh. Tapi kau tidak akan bisa menguasai apa yang kukuasai, Jari Malaikat Maut. Untuk itu aku bertanggung jawab atas keselamatan seluruh manusia yang terancam akibat tingkah polahmu!" tegas dan dingin sekali kata-kata Rangga.
"Bagus! Itu namanya ular mencari penggebuk. Akan kau rasakan akibat kesombonganmu, Pendekar Rajawali Sakti!"
"Hm…"

34. Pendekar Rajawali Sakti : Jari MalaikatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang