BAGIAN 2

1K 35 0
                                    

Dengan suatu gerakan indah dan manis sekali, Darma Surya berhasil menghindari serangan pertama si Kapak Maut. Begitu serangan pertamanya yang cepat dapat dihindari lawan, si Kapak Maut jadi semakin geram. Kembali diserangnya lawan dengan ganas. Kedua kapak besarnya berkelebatan cepat mengurung tubuh Darma Surya yang masih melayani dengan tangan kosong.
"Setan alas..!" geram Kapak Maut. Wut! Wut!
Kapak Maut melayangkan kedua kapaknya hampir bersamaan secara menyilang mengarah ke bagian kaki dan dada Darma Surya. Namun lewat satu gerakan manis, Darma Surya melompat ke belakang sambil memutar tubuhnya. Maka, kembali serangan si Kapak Maut luput dari sasaran. Namun belum juga Darma Surya menjejakkan kakinya, Kapak Maut sudah melayangkan satu tendangan keras menggeledek.
Buk!
"Hugh!" Darma Surya mengeluh pendek.
Tendangan si Kapak Maut begitu keras dan cepat, sehingga tak bisa dihindari lagi. Darma Surya terjungkal keras menghantam panggung hingga bergetar. Tendangan itu tepat menghantam dadanya.
"Mampus kau! Hiyaaa...!" teriak si Kapak Maut keras. "Uts!"
Darma Surya buru-buru menggulingkan tubuhnya ke samping begitu sebuah kapak besar meluncur ke arahnya.
Brak!
Papan panggung kontan hancur berantakan begitu kapak besar itu menghantam keras. Si Kapak Maut mengumpat habis-habisan melihat lawannya berhasil lolos meski-pun sudah terjepit. Cepat-cepat dihentakkan rantai yang menyatu dengan tangkai kapaknya. Pada saat itu Darma Surya sudah mampu berdiri. Darah menetes dari mulutnya.
Sret! Cring…!
Cepat sekali Darma Surya mencabut pedangnya yang tergantung di pinggang. Pedang berwarna keperakan itu berkilat tertimpa cahaya matahari. Darma Surya mengibas-ngibaskan pedangnya di depan dada. Namun si Kapak Maut hanya terkekeh saja melihat lawannya yang kini sudah memegang senjata.
"Bagus! Lebih cepat kau mati, lebih bagus!" dengus si Kapak Maut.
"Tahan seranganku! Hiyaaat...!"
"Hap!"
Wuk!
Darma Surya mengebutkan pedangnya ke depan begitu sebuah kapak besar berantai meluruk deras ke arahnya. Kapak itu terpental begitu terbabat pedang Darma Surya. Namun Darma Surya sendiri sampai terdorong tiga langkah ke belakang. Pada saat tubuhnya limbung, si Kapak Maut melompat sambil melontarkan satu kapak lainnya. Begitu cepat serangan laki-laki tua berbaju hitam itu, sehingga Darma Surya tak mungkin lagi menghindarinya.
"Hiya...!"
Darma Surya bergegas mengibaskan pedang menyambut kapak yang meluruk mengancam nyawanya.
Trang!
Kembali kapak itu terpental. Namun belum juga Darma Surya bisa menarik napas lega, kembali satu tendangan keras bertenaga dalam cukup tinggi mendarat di dadanya.
"Akh!" Darma Surya memekik keras tertahan.
Pada saat tubuh Darma Surya terpental ke belakang, si Kapak Maut sudah melepaskan kembali senjata dahsyatnya. Kapak besar berantai itu meluruk cepat kilat mengancam nyawa Darma Surya.
"Oh, tidak...!" sentak Darma Surya yang dalam keadaan tidak menguntungkan ini.
Cras!
"Aaakh..!" Darma Surya menjerit keras.
Kapak itu berhasil membelah dada laki-laki separuh baya itu. Darah seketika mengucur deras dari dada yang terbelah cukup dalam. Kalau saja Darma Surya tidak melentingkan tubuhnya ke belakang, kapak itu bisa tembus sampai ke punggung. Namun begitu, Darma Surya tetap ambruk ke tanah, keluar dari panggung dengan dada sobek berlumuran darah.
Beberapa orang murid Padepokan Pedang Perak berhamburan mencoba menolong Darma Surya. Sedangkan si Kapak Maut berdiri congkak bertolak pinggang. Dia tertawa terbahak-bahak menyaksikan lawannya digotong enam orang murid Padepokan Pedang Perak keluar arena.
"Biadab...!" geram Arya Dipa.
Kemunculan si Kapak Maut rupanya sudah memberi tanda kalau hari peringatan berdirinya Padepokan Pedang Perak akan kacau. Dan ini membuat seluruh pengunjung yang ingin menyaksikan hiburan segar, jadi menggerutu tidak senang. Namun ada juga yang senang, karena bisa menyaksikan pertarungan tokoh-tokoh persilatan. Hampir seluruh pengunjung yang tadi memadati tepi panggung, sudah menyingkir. Hanya beberapa orang saja yang memiliki kepandaian cukup tinggi tetap tinggal di situ. Juga para undangan yang hadir, tetap setia duduk di kursinya masing masing.
Wajah-wajah para undangan itu memang menunjukkan ketidaksenangan, walaupun tidak semuanya demikian. Bahkan ada yang tersenyum-senyum seperti mendapatkan pertunjukan indah dan menghibur hati. Entah apa yang ada di dalam benak masing-masing. Yang jelas, suasana ceria kini berubah jadi menegangkan dan mencekam.

34. Pendekar Rajawali Sakti : Jari MalaikatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang