20. Sayonara

8.6K 625 43
                                    

Jika bertemu kamu adalah suatu kesalahan, lalu kenapa Tuhan dengan takdirnya membiarkan? Bila perasaan semu ini tergantikan, bagaimana aku bercerita dalam bentuk kenangan? Kalau kematian haruslah menjadi penyelesain, apa kah penyesalan akan bersarang? Membututi dalam setiap langkahan.

Aku percaya bila setiap insan manusia memiliki pasangannya masing-masing, seseorang yang tetap setia mendampingi walau tahu akan setiap sipat buruk yang ada. Menerima dan mencoba memakluminya. Membutakan diri dari setiap penggoda yang mencoba meruntuhkan.

Seseorang itu ada, tapi kau belum dibiarkan untuk menemukannya.

Mungkin sekarang dia tengah menjaga satu hati, memasukkan sebuah nama yang mengikat dalam suatu hubungan yang aku yakin kau tahu akhirnya. Dia berkelana, singgah di berbagai 'tempat' mencoba mencari sosok ternyaman diantara itu semua. Dan kemudian dia bertemu kamu, memantapkan hati untuk membawamu ke jenjang yang merantai hingga maut memisahkan. Dan saat itu kamu tersadar, "Aku beruntung mendapatkannya."

Aku sering mendengar, yang mana intinya, "Jika dia memang untukmu, sejauh apa pun dia berada, seberapa banyak cinta yang menggoda, bagaimana pun usahamu untuk membuangnya, akhirnya dia akan bersamamu jua. Dan bila dia bukan untukmu, sebanyak apa pun air mata atau darah yang menetes, berapa pun jerih payahmu untuk mendapatkannya, bila Tuhan tidak menakdirkan itu, dia tetap tidak akan bisa menjadi pendampingmu."

Aku pernah berada di fase itu.

Menjaga satu hati dan mencitainya setiap hari.

Yang kemudian harus merelakan diri untuk disakiti.

Baiklah. Dia bukan jodohku. Itu adalah kesimpulan yang terlintas, aku yakin aku akan bertemu dengan seseorang yang bisa menjagaku, yang lebih baik darinya.

Namun, pertemuan itu, suatu hal yang mengingatkan akan definisi jodoh yang tertanam di otak milikku.

....

Tidak.

Pertama kalinya aku membantah definisi itu.

Untuk hal yang satu ini, aku sadar bahwa aku terlalu bodoh untuk terjerumus semakin dalam bersama bayangan-bayangan yang tak kunjung memudar. Menggentayangi sekuat tembok yang aku bangun dalam alam bawah sadarku. Meruntuhkannya dalam hitungan detik saat wujud dari wajah itu teraplikasikan dalam bentuk nyata di depan mataku. Kemudian menyalahkan akan takdir yang mungkin keluru memilihku untuk bermain bersamanya.

Harusnya aku tidak bertemu dengannya, merasakan perasaan gila yang tak terhitung jumlahnya, merajut kasih dalam hubungan yang berakhir dengan perasaan sakit sebagai akhir. Tapi, itu hanya 'harusnya' aku tidak bisa mengubah masa lalu yang menjadi kenangan yang ingin dilupakan.

"Sakura, ayo." panggilan dari Gaara membuat aku harus manarik diri dari lamunan yang terjadi tanpa disadari, tersenyum membalas sembari meraih tangannya yang diulurkan padaku. Dalam beberapa detik, aku merasa beruntung masih bisa dibiarkan memiliki seseorang yang bersedia bersamaku.

"Aku sudah menyiapkan semuanya, videonya akan diputar saat rapat itu terjadi." Gaara memberitahu, mengeratkan genggamannya padaku, dengan mata teduh yang tertuju dalam padaku. Aku menggangguk, mengucapkan terima kasih dengan nada serak. Lalu mendongak saat mendapati pemandangan sepatu mengkilat yang menghalangi jalanku bersama Gaara.

"Permisi,"

Seorang lelaki dengan rambut putihnya, tengah balas memandangku dengan tatapan yang tidak bisa aku artikan. Yang kemudian tersenyum walau tidak sampai ke matanya.

"Halo, aku Ken Kaneki." ia mengulurkan jemarinya untuk dijabat, dalam diam aku memandang uluran tangan itu, lalu melepaskan pegangan Gaara dan menyambutnya. Berjabat tangan dengan lelaki yang wibawanya tidak bisa aku tampik.

Mantan (√) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang