Ayah Irfan

58 5 1
                                    

" saya tahu dengan apa kalian membayarnya," ucap juragan kadir menatap tajam ke arah ayu.

" Siapa dia?" tanya juragan kadir.

" Dia anak pertama kami," jawab ibu Narsih dengan berdiri di depan Ayu, karna tatapan juragan Kadir punya maksud tertentu.

" Hmmm!...., apa kalian ingin utang kalian lunas? " tanya juragan kadir dengan senyum yang menampilkan kerutan tuanya pada kulit wajahnya.

" iya gan, kami secepatnya akan membayar hutang kami" jawab suami bu Narsih.

" Tidak,,,tidak! saya maunya sekarang, karna kalian tidak punya benda yang bisa di ambil, maka anak mu ini saya jadikan istri," jawab juragan Kadir berjalan mendekati ayu.

" jangan juragan,,, jangan! Ayu ini masih kelas dua SMP, dia masih terlalu kecil untuk menjadi istri juragan, juga apa nanti kata istri- istri juragan kalau juragan mau kawin lagi." Jelas suami bu Narsih dengan memohon untuk ayu tidak di jadikan istri oleh juragan.

" Siapa kamu berani ngomong begitu dengan saya," ucap juragan Kadir yang menarik Ayu secara paksa, yang mulai tadi memegang ibunya dengan erat.

" soal istri- istri saya persetan dengan mereka! " kata juragan kadir tidak sabar ingin mengambil Ayu.

" saya mohon juragan, ambil aja rumah ini kalau juragan mau tapi jangan ambil ayu biarlah dia bersama kami." Kata bu Narsih sambil menangis.

" hahahha!,,, rumah ini? ini hanya buat kandang ayam saja di rumah saya" ucap juragan kadir dengan sombongnya.

Ayu yang mulai tadi menangis. tidak ingin di jadikan istri oleh juragan Kadir.

Juragan kadir memberi kode pada antek- anteknya buat membawa pergi ayu dari sini.

" Bu....ayu,! tidak ingin ikut bu!" tangis Ayu pecah.

Bu Narsih menangis sesegukan di dekapan suaminya.

sebelum pergi juragan kadir memberitahu.
" kalian tenang saja, utang kalian yang kemarin dan hari ini lunas karna anak kalian" kata juragan kadir dengan senyum puasanya dan berlalu pergi.

Penduduk desa yang melihat peristiwa itu hanya melihat. tidak ada yang berani membela keluarga bu Narsih karna tahu apa akibatnya jika melawan juragan Kadir.

itulah ibu selalu melarang bapak meminjam uang dari juragan kadir, karna dia itu lintah darat tidak pernah memikirkan orang lain.

****

Di pasar ibu memilih bahan makanan yang kami ingin beli.

" Cinta ini coba kamu tes dulu baju seragam ini! " pinta ibu.

" apa cukup bu, uang kita buat beli baju ini" tanyaku khawatir

" sudah, cukup ini uangnya" jelas ibu yang memilih sayur- sayur.

" Kak cinta " panggil Suri dengan suara seraknya.

Ku menghampiri suri" loh dek, sama siapa ke pasar" tanyaku melihat sekitarnya.

" ku kesini sama ibu dan kak Irfan" jelas suri sambil melihatkanku gelang barunya.

" wow....." gelang nya cantik buat kamu Suri." Pujiku.

" eh, kamu di sini juga cinta" sapa Irfan dari belakang.

" iya, fan ku kesini sama ibuku" kataku sambil melihat ke arah ibu dari jauh.

" nak Cinta, sama siapa ke sini?" tanya ibu Irfan dengan lembutnya.

"Ku kesini sama ibu" jawabku dengan senyum termanis

" Ibu Irfan di sini juga?" Tanya ibu

" iya bu, mau beli apa yang mau di beli?" Jawab ibu Irfan dengan tertawa kecil.

" sudah selasai belanjanya, bu" tanya ibu

" sudah bu, bagaimana kalau kita pulang sama- sama" ajak ibu Irfan.

Di perjalanan pulang yang biasanya kami tempuh. dari pasar dengan jalan kaki, biasanya begitu jauh tapi karna kami pulang bersama - sama capenya tidak terasa.

Ibuku dan Ibu Irfan asyik berbincang mengenai kejadian yang menimpa keluarga bu Narsih begitu prihatin.

Suri adiknya perempuan irfan yang baru kelas enam SD begitu senang dengan gelang barunya yang beli di pasar. karna jarang sekali ibunya membelikan gelang tangan. karna kondisi keuangan mereka yang juga serba kurang.

Irfan dan suri anak yatim. Ayahnya meninggal saat pulang merantau dari kota, uang hasil tabungan dari merantau habis untuk pergi ke mantri desa. tapi tidak kunjung sembuh
tinggal satu sawah saja yang mereka punya itupun luasnya tidak seberapa. karna ayah irfan melarang menjual sawah itu.

****

" Assallamualaikum" suara dari balik pintu di sertai seperti orang menangis.

" Wallaikussalam" jawab ibuku, sambil membuka pintu

" kenapa bu Irfan? " tanya ibu

Ibunya Irfan langsung menghamburkan air matanya di pelukan ibu. Karna menganggap ibuku seperti saudaranya sendiri dan juga jarak rumah ke rumah penduduk begitu berjarak. hanya rumahku yang paling dekat rumah Irfan sehingga kalau ada masalah ibunya Irfan akan ke rumahku lebih dulu untuk meminta bantuan. di bandingkan ke rumah penduduk lain.

" Ayahnya Irfan dan suri bu?," tangis ibu Irfan

" ya bu kenapa? Tanya ibuku penasaran.

" Ayahnya Irfan meninggal bu," ucap ibu Irfan dengan mata yang bengkak dan sembab karna mulai tadi menangis.

" innallillahi wainallillahi ro'jiun" ucap ibu dengan menenangkan ibu Irfan.

" Cinta bangun! " ucap ibu yang membangunkanku pukul 04.00 dini hari
ayahnya Irfan meninggal.

" me...meninggal bu, " jawabku dengan kaget.
"Iya, ayo cepat kita kesana!" ajak ibu sambil menarik tanganku.

Ku liat ibunya Irfan yang sedang menangis di dalam rumahku. yang menunggu ibu dan aku untuk pergi bersama ke rumahnya.

Di rumah ibu Irfan kuliat. Irfan dan suri menangis sambil memegang tubuh bapaknya yang sudah kaku dan tidak bernyawa.

Suri saat itu masih terlalu kecil buat mengerti bahwa bapaknya sudah pergi untuk selamanya hanya membangunkan bapaknya untuk bermain bersamanya.

Irfan yang duduk di samping jenazah ayahnya hanya duduk terpaku memandangin ayahnya.
Airmata yang seharusnya di biarkan mengalir. di hapus dengan tangannya berusaha untuk kuat. tangisan Irfan sama sekali tidak bersuara.
saat tangannya ingin menghapus airmatanya. Ku menahannya.

" Biarlah fan, kamu tidak perlu berusaha untuk terlihat kuat. kalau ingin menangis, menangislah karna tangisan yang menyakitkan itu. tangisan tanpa suara. saat kita hanya bisa memendan dalam diam." jelasku sambil memegang tanganya.

Irfan yang tadi di duduk di samping reflek memelukku. Mengeluarkan semua air matanya tanpa menahan suaranya. Ku yang paham dengan kondisi Irfan saat ini. membiarkan dia memelukku. aku ikut menangis dalam diamku.

Pagi harinya ayah Irfan dikebumikan
Oleh penduduk desa. Ibunya Irfan begitu terpukul atas kepergianya suaminya.

****

Inallilahi wainallihi ro'jiun: ucapan orang beragama islam saat tertimpa musibah.

#Saran anda sangat saya butuhkan dalam menulis lebih baik lagi#


































CINTA SEMENDUNG AWANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang