Jeno terus berlari. Pikirannya kacau. Ia tak lagi memikirkan kejadian berpuluh menit lalu kala ia menampar wajah Yeeun, pengakuan Yeri, dan tatapan tak percaya dari seorang Seo Youngho. Itu tidak penting.
Yang ia pikirkan sekarang hanyalah Renjun.
Hanya Tuhan yang tahu betapa dahsyatnya kekejaman seorang Yeeun apabila kehormatannya diusik. Wanita itu menjunjung tinggi dirinya sendiri, terkadang malah ia terkesan gila hormat.
Langit yang mulai menggelap akibat awan kumolonimbus yang berarak menghiasi langit, tak lantas menyurutkan langkah kakinya yang cepat di atas aspal.
Air matanya mengalir bersama air hujan yang turun perlahan-lahan semakin cepat. Jeno merasakan kakinya mulai lelah, matanya menjadi perih, namun ia tak ingin berhenti. Ia harus menemukan Renjun.
“Renjun, dimana kau berada?” Jeno berbisik seraya terengah.
Ia berlari dengan membabi-buta. Pria itu tak lagi mencari dengan logika. Ia mulai mengandalkan instingnya yang sebenarnya sama sekali tak dapat diandalkan.
“Renjun-ah. Maaf. Maafkan aku ...”
***
Bibirnya bergetar berwarna biru. Punggungnya sudah sangat amat basah. Air membasahi setiap sudut tubuhnya hingga udara yang berhembus semakin membuatnya menggigil.
Renjun tak lagi menangis. Ia hanya menatap kosong ke depan, duduk di pojokan luar restoran.
Ini semua salahnya.
Andai saja ia tak terbawa perasaan.
Andai saja ia tak jatuh cinta pada Jeno.
Andai saja ia tak mengiyakan ajakan Jeno malam itu.
Ia tak akan sebegini hancurnya.
Jalang. Iya, benar. Dia adalah jalang. Andai dirinya jadi Yeeun, mungkin ia akan membunuh 'Renjun' itu.
Renjun menghela nafasnya dengan gemetar. Andai, andai, andai—
“Renjun-ah?”
Tolong, beritahu Renjun itu hanyalah imajinasi.
Suara yang ia dengar itu bukan suara Lee Jeno—
“Renjun-ah, aku sudah mencarimu kemana-mana.”
Renjun sontak berdiri dengan cepat. Maniknya yang kemerahan menatap Jeno dengan sendu dan amarah.
“Untuk apa kau mencariku?”
Air hujan semakin deras mengguyur keduanya. Meski demikian, hujan itu bagai tak ada di antara keduanya.
“Tentu saja aku harus mencarimu.”
Renjun mulai terisak. Pemandangan Jeno di hadapannya melemahkan dirinya. Air mata itu kembali meluncur turun dengan cepat dan sulit berhenti meski Renjun berkali-kali mengusapnya dari pipi.
Dadanya sesak. Benar-benar sesak.
“Sudah cukup. Aku mohon. Sudah cukup.”
Jeno gemetar melihat pujaan hatinya menangis. Hatinya berdenyut nyeri, nafasnya mulai tersegal. Sesakit ini melihat Renjun tersakiti.
“Maaf, maafkan aku.”
“Kau sudah dapat apa yang kau inginkan, bukan? Tubuhku. Sudah cukup. Sekarang tinggalkan aku sendiri,” ujar Renjun seraya meremas ujung baju tidurnya yang telah kuyup.
“Apa yang kau katakan?” Jeno memegangi bahu sempit Renjun. Renjun beringsut menjauh membuat hati Jeno mencelos. “Sejak kapan aku hanya menginginkan tubuhmu?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Wildest Dream [Jeno x Renjun] 🔞
FanfictionHuang Renjun dan Lee Jeno adalah dua orang aktor yang tengah naik daun. Ketika mereka disatukan dalam sebuah film bertema gay yang mengharuskan mereka menjadi sepasang kekasih, akan kah rasa itu terbawa menjadi nyata? Atau kah hanya sekedar khayal s...