Sore itu pukul enam, Renjun telah menginjakkan kaki di Incheon International Airport. Beruntung tidak ada penggemar yang mengetahui keberangkatannya kemari.
Setelah menyelesaikan proses pemeriksaan keamanan, Renjun berjalan menuju gate. Perutnya terasa lapar jadi ia memutuskan akan membeli biskuit cokelat atau biskuit Moomin kesukaannya, apabila ada.
Beberapa dari mereka berangkat terpisah. Seperti Renjun yang berangkat sendiri bersama manajernya sekarang. Ada pula yang masih sibuk dengan urusannya di Seoul jadi memutuskan untuk menyusul nanti.
Saat tiba di gate, Renjun menghempaskan pantatnya di atas kursi. Pesawatnya akan tiba kira-kira satu jam lagi.
“Manajer Xi,” panggilnya. “Aku lapar.”
“Apa kau ingin rice bowl? Atau ingin roti lapis? Tawar sang manajer.
“Aku ingin biskuit cokelat, atau biskuit Moomin, apabila ada,” rajuknya. Renjun memang sangat manja pada perempuan yang delapan tahun lebih tua darinya itu.
“Baiklah, akan kucarikan. Jangan kemana-mana, oke?” Ujarnya seraya berjalan menuju minimart bandara.
“Terima kasih, Jiě-jiě*!” Teriaknya pada manajer Xi.
Renjun menghembuskan nafasnya pelan. Tidak sabar menunggu biskuitnya datang.
Sebetulnya, suasana hati pemuda itu sedang baik. Semalam ia berendam di air hangat yang wangi, lalu disambung dengan makan satu kotak ayam goreng Korea yang ternyata sangatlah nikmat. Belum lagi tidurnya yang nyenyak membuat tubuhnya merasa segar.
Renjun bersenandung pelan, mengingat lagu Tiongkok yang sedang ia gemari. Ia memainkan boarding pass di tangannya. Maniknya berkeliling bandara mencari sesuatu yang menarik untuk dipandangi.
Ada seorang perempuan bersama putranya yang tengah terlelap. Ada pula seorang pria paruh baya yang tampaknya merupakan eksekutif muda, dilihat dari penampilannya. Dan juga ada seorang—
Oh.
Oooh. Ya Tuhan.
Di antara kursi berwarna metalik itu, sesosok pria yang menggunakan earphone tengah asyik bermain dengan telepon genggamnya. Pria itu tampak terfokus dengan layar telepon genggamnya dan baru menoleh ketika seorang laki-laki berkacamata menyodorinya kopi.
Pria itu Lee Jeno.
Renjun menghela nafasnya kasar. Jadi lelaki arogan itu akan berada dalam penerbangan yang sama dengannya? Kesialan macam apa ini?
Seketika suasana hati Renjun langsung buruk. Kebahagiaannya surut seketika bagai bathtub yang dibuka penyumbatnya.
Jeno tidak menyadari Renjun yang kini tengah menatapnya sengit. Renjun pun berusaha agar Jeno tidak menyadari dirinya di sini. Pemuda mungil itu menutupi wajahnya dengan tangan.
“Renjun?”
Renjun terkejut setengah mati. Kakinya terbentur kursi di depannya dengan keras. Suara kaki bertemu dengan kursi itu terdengar cukup keras.
“Oh, ya ampun. Maaf, Renjun. Maafkan aku. Aku hanya ingin memberikan biskuit cokelat ini, yang Moomin tidak ada.”
Renjun meringis. Tulang keringnya nyeri bukan main. Ini salahnya sendiri, sebenarnya. Ia terlalu serius menghindari Jeno hingga tidak menyadari keadaan sekelilingnya.
“Huang Renjun? Kau ada di penerbangan ini juga?”
Pelan-pelan, Renjun menoleh. Maniknya bertemu dengan wajah tampan Jeno yang tersenyum ramah kepadanya. Renjun memaki kesialannya dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wildest Dream [Jeno x Renjun] 🔞
FanficHuang Renjun dan Lee Jeno adalah dua orang aktor yang tengah naik daun. Ketika mereka disatukan dalam sebuah film bertema gay yang mengharuskan mereka menjadi sepasang kekasih, akan kah rasa itu terbawa menjadi nyata? Atau kah hanya sekedar khayal s...