Buku

1.4K 60 38
                                    

Pengeras suara berbunyi—mengumumkan tiap kali kereta datang, maupun pergi. Orang-orang ramai memenuhi peron—penuh sesak, menunggu kereta yang sebentar lagi akan tiba. Sedang gerbong ¹KAJJ tidak begitu ramai.

"Mas, tolong dong matikan rokoknya" Seorang Polsuska menegor pria, "Mas kaga ngeliat pamflet disana? Sudah tahu dilarang, masih saja dilakukan." Sambil menunjuk, dengan nada sedikit marah

"Santai aja, Buk" kata pria itu enggan melihat seorang Polsuska, sibuk membaca

"Santai, santai gimana maksudnya. Kalau saya dipecat gimana!"

"Negornya Bu.. lagian Ibu kaya kaga ngerokok aja" Kata pria itu dengan muka datar nya

"Memang saya kaga merokok!"

"Pantes"

Rambut acak-acakan, hoodie kebesaran, celana kargo pendek berwarna putih, sepatu Converse Black Allstar, berkacamata bulat, seperti John Lennon—Pria itu, Prasgara Raka Aksara. Raut mukanya 'Wajah hati', namun sikapnya bertolak belakang. Wajah yang manis dengan lesungnya, ditutupi oleh sifatnya yang aneh. Sifatnya terkadang berubah-ubah. Seperti bunglon—yang membuat semua orang jengkel terhadapnya.

Raka berdecak, bersikeras. Karena menurutnya. Selagi asap rokoknya tidak mengganggu hidung orang—membuatnya batuk atau merugikan orang lain. Itu tidak masalah. Polsuska mulai pergi darinya, meninggalkan jejak muka bengis dikhayalnya.

Ada aturan yang terlarang saja, akan dipecat. Persetan dengan aturan! Lagipula kenapa pemerintah membuat larangan bodoh itu. Memangnya mereka pikir, satu batang rokok ini tidak ada pengaruhnya apa, untuk perutnya kenyang. Ia bergumam

Raka kembali sibuk dengan buku yang ia baca. Duduk di atas koper besar, asyik membaca buku dengan kepala bergoyang-goyang mengikuti irama—earphone yang menempel di telinga. Tiba-tiba ia tertawa keras. Orang-orang yang berlalu-lalang melirik penasaran, berubah mengernyit saat melihat hoodie kebesaran, rambut acak-acakan. Seorang pria yang aneh

"Tuhan telah mati, kita yang telah membunuhnya!" Serunya pada bait terakhir puisi dari Nietszhe

Sementara membuat sepasang suami istri lansia yang sedang lewat berjengit kaget. Raka masih tampak tak sadar, sekarang malah sibuk dengan sendiri.

Sambil berdesis kesal, memahami puisi-puisi yang berdiksi klasik. Ia menutup buku—memutuskan untuk melanjutkannya di kereta agar bisa berkonsentrasi penuh membaca. Ia lantas melirik jam nya— sudah dua jam berlalu semenjak ia tiba di stasiun tetapi rombongan tour travel yang akan ke Jogja belum juga tampak. Kereta setengah jam lagi berangkat dan ia masih menunggu kedatangan rombongan

Pada kemana sih, orang-orang. gumamnya. Raka mulai berdiri sambil menatap sekeliling. Selang beberapa detik, seorang wanita muncul dari belakang—menabrak. Lebih tepatnya menabrak buku yang ada genggam nya. Benda malang itu meluncur bebas di terakota

"Sorry" kata wanita itu, yang kini berada di hadapannya

Belum juga sempat bereaksi, seorang yang baru saja keluar dari swalayan lewat dengan troli penuh jajanan tahu-tahu lewat. Raka memenjamkan mata, apakah benar pernyataan buku nya dilindas. Begitu sadar, ia segera berlari menuju buku nya.

Raka mengelus bukunya yang sekarang sudah kotor dan robek-robek. Lalu mencoba membuka, melihat setiap halaman. Ternyata setiap halaman sudah robek dan membekas kotor dari roda troli.

"Anj.." Sebelum Raka berteriak dan mengucap kalimat tidak pantas itu ia sadar, dengan nada mengumpat wajar. "Jing" suara itu pelan dan tidak ada yang mendengar kecuali wanita yang berada didepannya

Belum lama juga membolak-balik halaman, sebuah kartu nama tiba-tiba muncul—didepan matanya Raka. Menetapkan itu dan mencoba membaca.

Raka melihat dan mendapati seorang wanita yang berada didepan. Wanita itu pendek—kalah tinggi dengannya, rambutnya bondol, baju dan matanya coklat berisnar

RosieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang