Satu Juta

379 23 1
                                    

Panji mulai berbicara-memberikan instruksi, suaranya menggema keras menusuk segala kuping peserta tournya. Setelah selesai di instruksi, mereka-peserta tour digiring menuju ruang tunggu. Mereka yang berkumpul acak-acakan, mulai dirapihkan dan dibuat barisan panjang. Semua berdiri rapih mengikuti instruksi, kecuali Raka. Ia masih saja duduk diatas kopernya, meratapi bukunya yang sudah sulit untuk dibaca.

Sebelum Raka mengambil catatan buku, ingin menulis sebuah puisi. Tentang buku kesayangannya. Secarik kertas kecil tiba-tiba muncul di antara totbage dan matanya. Ia mendongak dan mendapati Rosie yang sudah ada dihadapannya. Rosie memberi sebuah kertas dengan tampang datar. Raka tampak keheranan dengan perempuan yang akan menjadi target pembunuhannya.

Raka bergumam, Oh mungkin sebelum kematiannya tiba. Dia ingin menyampaikan sesuatu, lalu menulisnya disebuah kertas. Agar mereka yang mencarinya, sudah ikhlas bahwa dia telah tiada.

"Sudah saya transfer satu juta, untuk menggantikan buku kamu yang sudah rusak" kata Rosie, "saya harap, kita tidak ada urusan lagi. Dan.. anda sepertinya terlalu bodoh untuk membeli buku semahal itu," ia berdecak kesal

Raka taktampak sadar, bahwa kertas itu adalah sebuah struk dari ATM. Ia tadi tidak membaca, ia pikir itu adalah sebuah tulisan kata-kata terakhir sebelum ajalnya tiba. Beneran satu juta? Akhirnya aku bisa memborong buku klasik yang dari dahulu impianku. Ternyata dia orang kaya. Gumamnya

Raka berdiri tegak dengan gagah-sok cool. "Sepertinya anda salah. Yang bodoh itu anda! Dan ingat yang mahal itu perjuangan saya mencari buku ini." Ia berdesis, "saya sudah rela menjelajah Gramedia di Jakarta, menghabiskan kouta menjelajah internet yang bisa dibilang sudah cukup banyak, saya rela.." belum selesai ia berbicara

Sudah dipotong lagi, "Terserah!"

Raka sebenarnya ingin marah karena pembicaraan nya dipotong, dan bukunya yang telah rusak dengan nya. Tetapi, uang satu juta sudah meredamkan nya.

Raka melihat Rosie yang tidak jauh dari tempatnya. Ia tertawa kecil dan senyam-senyum sendiri. Sambil berlagak aneh, seperti anak kecil yang girang melihat jutaan petasan melebur di angkasa. Matanya bersinar seperti langit-langit yang baru saja diledakkan oleh petasan dengan ramai warna.

Sementara, selang beberapa detik. Sebelum Raka kembali menetapkan hadapan lurus pada sebuah rel kereta. Rosie yang berada tidak jauh dari Raka-melihat dirinya kegirangan dengan senang. Ternyata memang bukan segitu harganya, dasar otak licik. Gumam Rosie

Semua yang berlalu, biarlah berlalu. Sebuah pembelajaran untuk kita menghadapi masalah yang baru


Suara pengeras suara kembali berbunyi. Menggema diantara kesunyian lorong stasiun. Kereta yang tampak sudah mendekati stasiun-hampir tiba, mengisyaratkan dengan klakson yang langsung menusuk gendang telinga. Kereta terakhir dan satu-satunya untuk perjalanan jauh. Semua rombongan kembali sibuk mengangkat koper, membawanya.

Sebelum naik dan pergi, Panji kembali menerangkan sebuah hal yang akan ada di perjalanan. Semua-peserta tour berbaris, dan mendengarkan Panji mulai berbicara.

"Sekarang saya mau mengabsen peserta tour, berhubung rombongan kali ini lebih banyak dari tahun sebelumnya. Saya ingin membagi beberapa kelompok sesuai dengan tempat duduk di kereta. Siapapun yang berada di sebelah anda itu adalah pasangan anda." Panji mulai menjelaskan kembali, "Dan selama tour, anda dan pasangan, selalu mengawasi satu sama lain. Agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Terimakasih, selamat menikmati perjalanan." Panji sudah pergi ke gerbong sebelah, yang hanya ada kru tournya.
Entah mengapa atmosfer badan Rosie menjadi berubah seketika, seolah-olah akan ada malapetaka.

Peserta mulai menaiki kereta, semua sibuk berlalu-lalang-mencari tempat duduknya. Panji memberikan sebuah tiket yang dimana disitu tertulis sebuah bangku yang akan duduki peserta tour.

RosieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang