96

224 11 1
                                    

Selain menyakitkan juga ada yang membuat kebahagiaan, tempat ini juga sedikit menjengkelkan—stasiun. Dimana segala resah berkecamuk menuai dan membanjiri tangis diantara peluk. Dimana dingin yang di hiraukan dengan tiba melebur api membakar rindu. Yah tempat ini adalah saksi, kita(diantara) hakim nya. Bisa melepas atau menahan pelukan tersebut.

Sebenarnya, bukan sebuah perpisahan yang harus kita sesali. Tetapi, pertemuan. Semua manusia akan berpisah pada waktunya.

Enam jam telah berlalu—akhirnya penderitaan itu selesai—dengan tiba di stasiun Yogyakarta. Kereta mulai mengeluarkan asap putih pekat dari atapnya, hiruk-pikuk semua orang mulai terdengar—senang, ada juga yang berdesus kelelahan.

Semua melangkah turun dengan hati-hati, terdapat juga seorang Polsuska yang sibuk membantu orang yang akan turun juga barang bawaannya. Setelah itu, para rombongan mulai kembali berkumpul membuat barisan di tepi.

"Apa semua sudah kumpul?" Tanya Panji yang masih bersemangat, "coba cek pasangan kalian."

Tidak ada yang menjawab, para rombongan mulai sibuk dengan dirinya sendiri. Semua terlihat sibuk. Panji yang di hiraukan, mendesis sambil menggelengkan kepala. Ia tahu—mana mungkin ada yang hilang, sedang saja ini tempat mereka turun dari pintu kereta. Panji membalik badan, mengobrol dengan rekan nya. Mengasih tahu, untuk mereka suruh mengikuti. Rekannya mulai mengintruksi. Mereka mulai bergerak, menuju palang pintu stasiun.

Setelah lepas dari segala hal—keluar stasiun, sedang para rombongan mulai kembali berkumpul. Rosie menatap sekeliling—melihat stasiun—dengan pilar-pilar yang besar begitu kokoh, langit-langitnya yang lumayan jauh—tinggi, tanpa sengaja mendapati Raka yang mulai menjauh dari rombongan.

"Mau kemana anak itu", gumam Rosie. "Mau kabur juga kaga peduli, toh enak gaada dia."

Alis Rosie mengangkat keduanya, mulutnya sedikit menganga. Mengingat kata Panji. Jika diantara keduanya ada yang terkena masalah, itu tanggung jawab pasangan.

Rosie mulai berlari—mengejar Raka, dengan di ikuti teriakan yang sedikit kencang—membuat Rosie menjadi objek dari tatapan semua orang. "Ma..nu..si.aa aneh!"

Sebenernya Raka mendengar teriakkan itu, namun ia pikir, bukan dia yang di panggil. Tetapi lama-kelamaan, suara itu semakin dekat dan semakin keras. Sehingga membuat nya berhenti lalu menoleh ke belakang. Raka keheranan, apa yang membuat wanita ini kesini. Lebih tepatnya menghampirinya.

Rosie membungkuk kecapean. Selang beberapa menit ia berdiri.

"Eh manusia aneh.." kata Rosie, "mau kemana, mau kabur?"

"Ah kabu.." Jawab Raka keheranan sebelum cepat di potong Rosie , sambil membenarkan kacamata nya.

"Yah! Kamu mau kaburkan.." Sanggah Rosie, "enak sekali mengikuti travel ini cuman ikut di kereta, lalu kabur gitu aja." Yah memang, ikut travel ini ongkos kereta nya jauh lebih murah—promo, daripada membelinya sendiri. Rosie mengira. Pria aneh ini memanfaatkan promo sekaligus situasi, agar Raka bisa berlibur sendiri. Tanpa adanya tuntutan dari travel tersebut.

"Kamu ngomong apasih?" Raka masih heran

Rosie mengulang kalimat yang baru saja Raka katakan, dengan mulut manyun. Kawmi ngwiming awpasih. Lalu menarik Raka secara paksa

"Sebentar, sebentar" kata Raka yang mendiamkan badan, juga masih keheranan. "Kamu tadi orang nya jutek, aneh, terus juga tadi gamau ngobrol. Ini kenapa"

"Apanya, yang kenapa"

Jari telunjuk Raka mulai terbang. Sesekali ke hidung, sesekali di ayunkan. "Jangan-jangan kamu suka yah, sama aku" telunjuk itu berakhir di depan muka Rosie.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 21, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RosieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang