[Sembilan] Number One

5 3 12
                                    

Suara remah-remah keripik yang di kunyah mendominasi ruangan bernuansa palette yang dindingnya mengusung tema kayu.

Ada dua orang remaja yang duduk di sofa berwarna coklat tua yang berada di tengah ruangan, tengah asyik memainkan PS dengan layar LID yang tersedia di hadapan mereka, sambil mulut yang sibuk mengunyah keripik kentang yang juga tersedia di sisi kanan atau kiri keduanya. Sesekali diantara mereka melontarkan bebarapa kalimat, namun kini suasananya sedang tegang, keduanya bersaing ketat di layar LID tersebut.

Sampai salah satu dari mereka memekik histeris.

"Goblok! Sumpah! Tim gak guna!" suara pekikan dari cowok remaja bernama Johan.

"Nyatai kali, masih banyak ronde berikutnya," ujar temannya bernama Rama.

"Gimana bisa nyantui, gue udah kalah ke yang 7 kali-nya! Tolong pahami ya!"

Mendengar sumpah serapah temannya membuat Rama terkikik geli. Pasalnya permainan bola yang di mainkan keduanya memang memiliki masing-masing tim dan tim Johan memang rada error.

"Mending gue main ML. Pengen beli skin baru Alucard."

Rama hanya menggeleng sambil melahap kripik di sampingnya. Ia menatap kosong layar besar di depannya, sedangkan Johan sudah sibuk mengotak-atik ponselnya. Mungkin sedang mabar. Rama sering memainkan game itu, tapi usai bermain PS tadi membuatnya malas bermain game lagi. Rasanya ia sedang lelah dan malas untuk melakukan sesuatu, bahkan untuk pulang.

Kini ia berada di rumah Johan yang memang luas dan mewah. Mengingat Johan terlahir dari keluarga yang sangat mencukupi kemauannya. Apa saja bisa di beli Johan, anak konglomerat mah bebas.

"Ada masalah lagi sama Jani?" tanya Johan tiba-tiba.

"Dikit,"

Johan masih sibuk dengan ponselnya, namun ia masih terus melanjutkan percakapan keduanya.

"Kalo ada masalah, lo gak usah sungkan kali. Ngomong aja, Ram." ujar Johan seolah serius. "Bahaya!"

"Ha? Apanya?"

"Eh? Kaga. Ini nih, tim-nya beban." ucap Johan sambil terkekeh.

Rama hanya mengedikkan bahu. Ia masih merahasiakan rencananya dari kedua sahabatnya. Pikir Rama, mungkin mereka tak perlu tau.

Rama bangkit dari duduknya. "Gue balik deh. Udah malem juga." ujar Rama seraya mengambil jaket hitam miliknya yang tersampir di sisi sofa.

"Oke! Ati-ati," ucap Johan tanpa menoleh.

"Cuy," panggil Rama di ambang pintu ruang tengah.

Johan menoleh. "Gue dapet kabar baru soal Kia,"

"Apa?" Johan terlihat antusias.

"Dia ada les piano tambahan satu minggu ini. Lo bisa manfaatin tuh buat nganter dia." ujar Rama menaik-turunkan alisnya.

Johan terlihat semakin bersemangat. "Serius?"

"Seriburius."

"Sip dah!" ujar Johan mengacungkan jempol. "Mau gue traktir apa?"

"Mie pangsit Bi Mila selama seminggu."

"Deal!"

****

Nara berjalan santai melewati gang-gang komplek, hawa sejuk yang membuatnya teringat masa lalu. Oh ya, dia memang sedang di masa lalu. Ia semakin bersemangat saja, saat semuanya bisa ia rubah ke yang lebih baik.

Number OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang