Nara menutup kedua matanya, tubuhnya seolah terangkat dan mengambang di udara. Seluruh tubuhnya menjadi berkeringat, ia mulai panik dan bingung. Apa yang tengah ia alami?
"Ampun!" seru Nara yang mulai panik, bertanya-tanya siapa yang membuat Nara terbang di udara.
"Ampuni Nara! Jangan sakiti Nara!" ujar Nara meraung-raung.
Bagaimana jika itu adalah kutukan yang telah dikirim pelaku untuknya. Dan akan segera membunuhnya? Lalu kalau ia mati di masa lalu, bagaimana masa depannya? Ya Tuhan, tolong Nara!
Nara masih merasakan tubuhnya di udara, mengambang dan seolah terombang-ambing ke sana-kemari seperti ada kekuatan yang melakukan itu. Ia mencoba berani dan membuka matanya.
Sangat terkejut ia saat mendapati sebuah lubang besar di tembok kamarnya, kamarnya sudah nampak berantakan karena lubang besar berwarna biru itu membawa angin badai—terlihat begitu di mata Nara—walau tak begitu besar.
Nara menyipitkan mata, meneliti lubang besar itu yang mirip dengan portal-portal seperti di film fantasi. Bagaimana kalau dari sana keluar monster, zombi atau lebih buruk dari itu? Bagaimana ini?!
Nara melihat ke bawah, tubuhnya benar-benar berterbangan ke sana ke mari, bahkan kepala hampir menghantup dinding kamarnya yang begitu keras. Bukan hanya tubuhnya yang berterbangan, namun juga barang-barang di kamarnya ikut berterbangan. Mungkin ia harus meminta tolong sekarang.
"Tol—" belum sempat suaranya berteriak meminta tolong, tiba-tiba saja ia jatuh dengan kerasnya.
"Aw!" pekik Nara yang menahan rasa sakit.
Kekacauan yang terjadi di kamarnya tiba-tiba terhenyak dan berhenti seketika. Nara mendesis kesakitan, tak menyadari ada sosok yang keluar dari lubang biru bak portal di film fantasi itu.
Nara mengusap pundak yang terhantup lantai saat jatuh lalu beralih mengusap bokongnya yang nyeri. "Gila, ada apaan sih...." suaranya mengecil saat matanya mendapati asap tebal tepat di hadapannya, ia mendongak ke atas untuk melihat sesuatu yang lebih membuatnya terkejut.
Di atas asap tebal itu seperti ada sosok tengah berkacak pinggang. Di atas asap ada setengah tubuh manusia, namun Nara tak tau makhluk apa yang seperti itu. Wajahnya terlihat seperti anak perempuan berumur 7 tahun, rambutnya berwarna ungu terang yang di gelung dua di sisi kanan dan kiri kepalanya, tak lupa poni yang menghias keningnya. Matanya berwarna hijau emerlad terang dan sangat berbinar, seolah ada percikan api di dalam bola matanya. Bibirnya tipis berwarna senada dengan rambutnya dan tersenyum sangat lebar.
Nara benar-benar ketakutan, suasana terasa semakin horor saat mata makhluk itu memicing dan senyumnya semakin melebar ke tulang pipi. Namun ke hororan itu berakhir ketika tiba-tiba saja makhluk setengah manusia setengah asap itu teratawa dengan suara anak-anak yang sesungguhnya sangat cocok dengan wajahnya.
"Hahahah!" tawa itu memecah suasana horor yang membalut beberapa saat yang lalu.
Dan Nara menyadari kalau portal lubang yang membawa makhluk itu menghilang. Dinding kamarnya kembali seperti semula, namun keberantakan yang terjadi tetap terlihat.
"L-l-lo apa?" walau takut dan bingung, Nara mencoba untuk bersuara.
"Eh, aduh. Maaf!" ujar makhluk itu, tiba-tiba saja asap yang menopang tubuh setengah manusianya menghilang, seperti 'puff ' dan berganti menjadi dua kaki mungil yang pendek, yang benar-benar cocok untuk tubuhnya.
"Taraaa!! Sudah lucu kan?" ujarnya terkikik geli. "Maaf Nona Nara, aku datang dengan tidak sopan," ia membungkuk.
Bajunya mirip seperti kostum balet yang roknya tak terlalu mekar dan terlihat pernak-pernik menyala, dengan dominasi warna ungu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Number One
Teen FictionBatrisia Narayana, seorang perempuan berumur 23 tahun yang memiliki kehidupan abnormal. Tapi selalu berusaha baik-baik saja. Bagaimana tidak di sebut abnormal, kalau hari-harinya di penuhi kesialan? Seperti: hampir jatuh dari tangga di lantai dua...