Siang ini benar-benar panas, tidak hanya cuaca di luar tapi juga kepala beserta isinya. Aku pusing memikirkan ceritaku yang belum kelar dan Part yang sempat hilang. Apa aku harus tulis dari awal lagi? Apa aku harus memaksakan ottaku di saat panas panas begini?? Sebenarnya aku tidak yakin cerita yang telah aku tulis itu masih ada di hpku. Tepatnya di dalam aplikasi cerita Wattpad ku.Tapi aku yakin tentang satu hal, bahwa aku pasti akan menghapus ceritaku sendiri di saat aku pikir itu hanyalah deretan beberapa draft kosong padahal itu ada isinya. Di saat seperti ini bukan laptop atau segala galanya yang aku khawatirkan, tapi cerita yang telah aku tulis dengan mengorbankan jam makanku dengan hanya tidur tidak kurang dari 5 jam setiap harinya. Aku takut. Benar-benar takut jika cerita itu akan benar-benar hilang.
Aku sudah berjanji dengan Readersku untuk mengupdate nya hari ini. Tapi di saat aku ingin Update, ceritanya hilang. 'Arrrghhhhh shittt!!'
"Raaa". Ahh, sudah kesekian kalinya suara itu memanggil namaku. Ia papahku
"Bentarrr". Masih jawaban yang ku sama kasih. Sampai akhirnya papah mengetuk pintu kamarku.
"Bukaa". Kataku.
"Masih ngapain? Makan dulu nanti masuk angin. Jangan lupa makan sayur nya". Sekeras dan sejahat apapun ia akan memerhatikan makan anak anaknya. Kalau ia marah atau emosi besar barulah ia lupa sekitaran ia termaksut anak-anaknya. Ia akan lebih ingat dengan dirinya sendiri, emosinya sendiri.
"Iya pah".
Pintu kamar kembali di tutup. Papah sudah pergi entah kembali bergelayut dengan hpnya atau baring untuk tidur siang.
Aku kembali mengutak-atik wattapad ku. Menscroll, refresh berharap ada draft tulisanku tapi kosong. Tidak ada. Pupus sudah harapanku. Aku berdiam diri sebentar, melempar hpku ke kasur lalu berlalu keluar kamar. Memulai makan siang.
Piring sudah tersedia meja makan, kalau mau bilang meja makan ini ukurannya tidak terlalu besar seperti meja makan orang lain. Intinya ada meja buat di tarok makanan aja itu udah cukup. Tidak perlu lebar seperti springbed bertiga.
Aku mengambil lauk yang tersedia di meja. Ku tarok di dalam piringku. Sebelum makan, aku berdoa, tidak juga Mengucapkan kata kata. Hanya membuat Tanda Kristus layaknya orang Katolik.
"Anjinggg perempuan bangsat gatal. Enggak tau diri rebut lakii orang".
"Aaddduuuuu cepatt!! Setan!! Tabrak perempuan itu!!".
"Nahh itu, kena lagi".
Suapan demi sesuap masuk di dalam mulutnya. Perhatianku terus mengarah ke makananku. Pikiranku memikirkan bagian ceritaku yang hilang, sungguh membuatku kecewa. Aku sungguh gegabah. Apalagi itu 5000 kata. Bukan 1000/2000. Berapa jam lagi yang akan aku gunakan untuk menulis, berapa jam lagi yang aku gunakan untuk membuat 1 part panjang itu???
"Mampus!!! RASAIN".
Uhukkk.... aish !! Aku meminum air, sambil mengelus dadaku yang sakit. Di saat menguyah tadi, aku tersentak bahkan aku kaget dengan mamah ku yang enggak ada henti-hentinya berkomentar dalam film. Dia sudah keracunan film KISAH NYATA di INDOSIAR.
Dari awal aku ke meja makan ia sudah mengeluarkan kata kata makiannya untuk film yang tiada hari alurnya Kaya tapi jahat turun menjadi miskin dan penyakitan lalu bertobat. Miskin jadi kaya dan baik hati. Dan masih banyak alur yang jika di tonton sudah bisa tebak endingnya. Aku tidak tahu kenapa mamahku seperti ini. Mungkinkah ini yang dinamakan Korban sinetron."Mamah kalau nonton. Nonton aja. Mamah marah-marah juga enggak di gaji sama pihak Azab. Hanya nambah dosa dalam diri". Ia masih berdesis. Sambil menyuapi sesendok lagi. Aku melihat dirinya yang lagi baringan sambil nonton. Kesal, pengen aku cubit perut lemaknya.
"Kenapa lu? Makan ya makan gak usah omong banyak". Ini nih yang buat aku demen bentak bentak sama omelin dia.
"Serah deh. Nonton diam aja gak usah banyak komentar jangan sampai aku pukul mama sampe terputar kayak gasing". Ancamku dan dia termakan ancaman aku barusan. Ia melihat ku dengan pandangan alis bertautan.
"Anak setan!". Kata mamaku dengan nada berbicara cempreng dan lanjut menonton filmnya tercintanya.
"Ahahahahah".
✨✨✨✨
Gedung tinggi bertingkat dengan perpaduan warna biru tua, silver, dan juga garis lengkungan seperti tumpal yang turut menghiasi gedung besar itu sehingga terlihat berkesan, dan bagus. Gedung Institut yang berdiri kokoh di huni oleh ratusan penghuni, melakukan yang wajib mereka dapat dan apa yang mereka patut laksanakan sebagai kewajiban paling dasar dalam kehidupan. Semuanya serba putih, atasan bawahan dan juga sepatu. Terlihat jelas suasana kampus keperawatan.
Ada kelas yang sedang menerima arahan dan penjelasan dosen. Ada yang melakukan praktik di laboratorium dan ada juga yang duduk melingkar bercengrama atau sekedar bercerita membahas semester lanjutan yang bukan hanya sekedar materi lagi melaikan turut turun tangan secara langsung melakukan yang selama ini hanya praktik.
Namanya juga Universitas keperawatan, sudah pasti mereka ada saatnya dinas di Rumah sakit yang mereka tempatkan tanpa di gaji tanpa di beri upah sedikit pun. Mereka berkeja dengan cuma cuma. Itu pandangan orang. Tapi pandangan mereka sekali tanpa di bayar apa yang mereka lakukan dan mereka rasa secara langsung itu adalah semua ringkasan dari materi selama bertahun tahun mereka pelajari. Begitu banyak yang mereka pelajari tapi jika di lakukan secara langsung tidak seberapa dengan apa yang mereka dapatkan. Bukan tidak berguna, tapi sangatlah berguna dan berarti. Mereka juga mendapat pengalaman kerja selama dinas di Rumah sakit. Sangat membantu mereka dalam mencari kerja nanti.
Perawat di pandangan orang orang itu secara kasat mata baik, mereka melayani dengan baik dengan senyuman yang terus menerus terukir di bibir mereka. Bertanya dengan lembut. Memberi saran juga dengan lembut. Sudah pasti mereka yang ingin mempunyai profesi perawat itu di sesuaikan juga dengan sifat, perlakuan mereka dan kesadaran mereka sendiri. Mereka capek, lelah, berlalu lalang mengurus orang sakit. Ada juga yang mendapat bagian membersihkan kotoran, dalam artian untuk orang yang sakit berat yang kesulitan dalam membuang air.
Tapi bagaimana jika perawat dengan sifat sebenarnya jahat tapi di hadapan pasien ia tidak lembut juga? Yah sudah pasti pasien tidak banyak bicara dan hanya menikmati cara pandang, perlakuan perawat tersebut. Jika perawat yang seperti itu membantu bidan dalam bersalin, kemungkinan besar pasien pingsan, hehe. Profesi itu pasti bukan keinginannya. Di desak, di paksa oleh kedua orang tuanya. Kebanyakan remaja yang berkuliah seperti itu. Mereka harus masuk ke dunia kuliahan sesuai dengan kemauan orang tua mereka dan melewati bidang mereka. Ada yang pengertian terhadap anak, memberi support dan mendukung apa yang anak itu inginkan. Pikiran orang tua mereka pasti berpikir apa yang mereka ambil apa yang mereka inginkan sudah pdti itu yang mereka akan tekuni.
Setiap orang tua berbeda. Mereka yang ingin anaknya sukses dengan hasil memuaskan. mau anaknya sukses, Itu keingan semua orang tua. Tapi bagaimana jika kesuksesan di mulai dengan paksaan? Orang tua hanya tau anaknya sukses tapi ia tidak tahu sudah berapa kesulitan bahkan kesusahan yang anak itu lewati demi studi yang ia ikuti sesuai kemauan orang tuanya. Sebagai anak juga jangan hanya berdiam dan menderita.
Bersambung..........
V O T E !!!
♥️

KAMU SEDANG MEMBACA
My Little Devil
NonfiksiYang namanya cinta, kita tidak tau kapan datang. Kita tidak tau kapan akan hadir di hidup kita. Mengisi segala kekosongan dalam hati. Mungkin bukan sekarang. Mungkin juga bukan hari besok. "Tapi Suatu saat nanti kamu akan mendapati Cinta sejati...