Sang Pewarna Hari

31 11 11
                                    

Setelah kejadian semalam yang membuat hari ku menjadi berbeda dari biasanya, hari hari ku yang sebelumnya hanya monoton dan begitu begitu saja saat ini menjadi sedikit menyenangkan dan menyemangatkan karena adanya sang Violita ya tentu saja kekasihku saat ini. Dirinya bukanlah wanita yang mampumembuatkan kata yang puitis namun cukup dengan notif dan sapaan lembut darinya walau sekedar komunikasi telepon saja seakan sudah dibuatkan kata puisi romantis darinya langsung.

Hari kerjaku kujalani dengan semangat karena tak absen dipagi hari dia bangunkan aku sebelum dia berangkat kerja dengan nada "Sayang, sudah siang bangun lalu berangkat kerja." atau seperti "Sayang, semangat kerjanya tuk hari ini." Walau terkadang aku membalasnya dengan kecuekan ku lah yang kadang membuatnya ngambek tidak jelas.

Begitupun dengan malam mingguku yang kali ini tidak membosankan lagi, karena aku selalu jalan dengannya walau hanya duduk berdua ditaman ataupun makan di pusat kuliner saja namun itu cukup berarti karena kebersamaan kita dengan celotehan kita berdua yang menghadirikan tawa disetiap pertemuan.

Karena aku sering menjemputnya ke rumah maka seiring waktu aku pun semakin dekat dengan keluarganya, ya keluarga yang sederhana tapi memiliki nilai humoris terutama pada diri Ayahnya yang suka membuat lelucon saat berbincang denganku, suatu malam dimana aku menjemputnya pertama kali dan berbincang sejenak dengan Ayahnya.

"Assalamualaikum Pak, Vio ada aku ijin pengen ajak dia keluar." Kataku sambil salim dengan Ayahnya.

"Walaikumsalam, ada lagi dikamar maklum kalo dandan kamu lanjut kuliah lagi baru kelar dia."Kata Ayahnya.

Akupun menghampiri Ibunya dan Teteh Silvi kakak dari Vio lalu cium tangan Ibunya dan bersalaman dengan Teteh Silvi.

"Oh ini yang namanya Bagus, baru keliatan." Ucap Ibunya.

"Lah emang selama ini aku ga keliatan Bu? Berarti anak Ibu lagi dideketin hantu dong."

"Bisa aja balesnya kamu, Pah tuh Bagus bisa ngelucu juga kayak Papah ternyata. Yaudah silahkan masuk duduk dulu." Ujar Ibunya.

"Hmm berarti si Bagus cocok tuh kalo doyan ngelucu.", Sambung Ayahnya.

"Hehe, cocok apanya nih Pak." Tanyaku kembali.

"Cocoklah, kan sama sama rada gemblung hahaha." Sambung Teh Silvi dengan lugas.

Sambil menunggu dirinya selesai, aku berbincang dengan Ayahnya, Ibunya serta kebetulan ada Kakaknya.Seperti orang tua pihak wanita pada umumnya tentu saja keingintahuan akan laki laki yang dekat dengan anaknya mulai dari pekerjaan dan latar belakangnya. Tapi hal ini tak membuat tegang suasana terutama untuk diriku karena memang keluarga ini sangat welcome untukku dan mampu diajak humoris, disini pun aku baru tau bahwa Violita adalah anak kedua dari tiga bersaudara.

"Kakak..! Bagus sudah sampai nih jangan lama lama dong nanti kemalaman." Panggil Ibunya kepada Vio.

Terdengar dari kamarnya "Iya mom, bentar lagi ini."

"Dia mah gitu, kalo bikin ngeselin tinggalin aja disono ikhlas kok saya mah." Sambung Teteh nya.

"Haha, jangan lah Teh nanti diculik kan kasian cantik cantik gitu." Kataku.

"Halah cantik apaan, yang nyulik juga mikir mikir kali jajannya banyak rugi penculiknya yang ada." Ledek Ibunya.

Tak lama, terbukalah pintu kamarnya dan sang Violita keluar dari kamarnya dengan wajah sedikit cemberut.

"Kalian pada ngomongin inces ya ?" tanyanya.

"Ihh geer amat siapa yang ngomongin kamu, orang ngobrol biasa doang."Sambung Teh Silvi.

She's Violita (Completed)Where stories live. Discover now