Kehilangan

14 1 0
                                    

Minggu demi minggu telah berlalu dari pertemuan itu aku yang kini terus menatap ke depan masih mampu melangkah namun tidak dengan pikiran ku terhadapnya. Di setiap aku mengingatnya aku hanya mampu melihat chatnya yang dulu dan sambil melihat notif online di chatnya. Kadang terlintas di pikiran saat dirinya online dengan siapakah teman chatnya dan apakah dia seperti aku yang online hanya untuk melihat notifnya. Rasa ingin menyapanya namun ada keraguan di hati entah takut mengganggunya, entah takut dia tak balas chatku, entah memang tau diri saat ini aku siapa.

Jelas aku benar benar kehilangan sosok itu, dia yang ramah menyapaku di pagi hari mewarnai hariku dari sepi dan mampu menerangkan malamku yang lalu. Di kesendirian terkadang aku merenung dan bertanya dalam hati "mengapa ini harus terjadi?" dan "apa salahku kepadanya?" disisi lain aku merasa bersyukur karena aku sempat memilikinya dan beruntung dimilikinya.

Malam sepi ini aku ingin melupaka sejenak mengenai dirinya dengan hang out bersama sahabat kuJia.

"Hei, lu dirumah ga hari ini? Gua mau main kerumah lu ini." Tanyaku lewat telepon.

"Oit, jangan tanya jomblo ada dimana udah pasti dirumah lah sob haha." Candanya.

"Kita senasib sob, jangan saling mendahului pokoknya haha."

"Lah masa iya, maksud lu apa dah haha." Jawabnya kembali.

"Hahaha, nanti gua ceritain lah kalau udah dirumah lu."

"Oke oke sob, ditunggu."

Aku pun menuju rumahnya, hanya cukup 20 menit saja waktu yang aku perlukan tuk sampai disana.

"Assalamualaikum, Jia..!" panggilku didepan rumahnya.

"Walaikumsalam, weh tamu jauh datang haha." Sautnya dan menjabat tanganku dengan gaya khas persahabatan kita.

"Tumben ni hari gini ga ngedate sama Vio?" tambahnya kembali.

Mendengar kata itu aku hanya sedikit tersenyum "itu yang akan gua bicarakan."

"Hmm begitu, mau disini atau kita keluar?"

"Bagaimana kalau cari yang ada suasana musik akustik, kan pas buat ngobrol sekalian hang out. Lagi udah lama kita ga kumpul bukan?"

"Boleh, bener banget. Yaudah ditempat biasa kita nongkrong aja. Yaudah tunggu bentar gua siap siap dulu haha."

"Ahh lu pake acara dandan segala jadi cowok, dasar jomblo." Jawabku.

"Haha, setidaknya lah sob. Yaudah tunggu."

5 menit kemudian dia keluar "Yuk, kalo gini kan enak."

"Mau kayak gimana juga tetep ga ngaruh bro haha, yaudah nih lu yang bawa motor." Jawabku dengan memberikan kunci motorku.

Kita pun menuju ketempat itu, tempat yang dulu selalu untuk berkumpul dengan sahabat ku dengan suasana yang ditemani musik akustik ditiap malamnya dan kesunyian nya menggambarkan keadaan malam pada layaknya serta angin malam yang berhembus dapat dirasakan karena tempat yang sangat terbuka.

"Sudah berapa lama ya kita gak kesini." Tanyaku.

"Wahh, udah lama banget kayaknya tahun lalu deh." Jawab Jia.

"Tapi ga ada yang berubah sama sekali ya."

"Iya nih, tidak seperti hati yang berubah ubah haha."

"Apaan sih, wah nih penyakit jomblo kek gini nih. Kusut lu mah." Jawabku.

"Haha, inspirasi dadakan kan di tempat ini." Sautnya kembali.

Kita pun duduk disana dan memesan dua cangkir kopi espresso dan menikmati tema musik nostalgia kala itu, tema yang cukup pas kena di hati bagiku saat itu.

Sejenak kita terdiam sesekali menikmati hangatnya kopi yang ada di meja dan mensyahdukan lagu yang sedang didengarkan karena sang penyanyi sedang membawakan lagu Michael Learns To Rock – That's Why yang cukup hits di jamannya.

"Gua putus sama Vio." Lancang saja aku bicara saat semua terdiam.

Jia terkaget mendengar itu "What? I can't hear you."

"Gua putus, udahan, selesai sama Vio." Jawabku kembali dengan nada tinggi.

"Lah bagaimana bisa, padahal kan kalian ini terlihat serasi banget dan bukannya keluarga kalian juga sudah saling kenal dan mengerti soal hubungan kalian."

"Hanya kelihatannya bukan? Dan ini adalah kenyataannya. Itu bukan alasan ini soal isi hati bro dan itu ga bisa dibohongin jika salah satu mengatakan tidak dan itu tidak bisa dipaksakan."

"Terus apa yang bikin ini semua terjadi." Tanyanya.

"Pekerjaan, waktu dan komunikasi."

"Hanya itukah? Itu sangat simple dan apakah tidak bisa dibicarakan empat mata?"

"Sudah berkali kali dan hasilnya nihil semua seakan terulang lagi dan lagi. Itu hanya buang buang waktu saja."

"Jadi ini kemauan lu?"

"Tidak, gua udah berapa kali bertahan soal ini semua kadang logika gua berbicara mengalah bukan berarti kalah tetapi kalau terus menerus mengalah itu benar? Tentu saja tidak karena ini soal dua belah pihak bukan satu."

"Dia masih meragukan gua dan dia juga yang mengakhiri ini semua, dan gua paham semua tidak bisa dipaksakan maka inilah jalannya." Tambahku.

"Gini sob, itulah hati manusia mungkin hari ini dia bisa mengatakan dan merasakan sayang ataupun cinta sama lu tapi entah besok, lusa dan nanti apakah akan tetap sama atau berubah kita tak pernah tau." Jelasnya.

"Maksud lu?"

"Lu masih sayang sama Vio?"

Aku terdiam dan berpikir logika karena sulit mengatakan sejujurnya saat itu.

"Lu masih sayang ga?" tanyanya kembali dengan keras.

"Iya bro, emang gua masih sayang sama dia."

"Yaudah nanti atau entah kapan lu hubungin dia lalu ajak dia bicara empat mata. Tapi saat ini gua rasa jangan hubungi dia berikan waktu dia tuk sendiri beri jeda waktu dan jangan terburu buru."

"Inget bro sekarang bukan saatnya lo sedih sedih ini waktunya senang senang soalnya tempat ini tidak disetting untuk tempat galau nikmatilah secangkir kopimu kawan." Ujarnya kepadaku.

Semua menjadi ceria termasuk hatiku yang sejenak terbawa suasana yang penuh canda khas persahabatan kita yang sejak SMP terjalin. Mungkin hangatnya kopi, lantunan musik dan persahabatan menjadi obat sementara akan semua kegundahan ini. Jam sudah diangka dua belas malam kala itu namun kita masih enggan beranjak karena momen yang langka untuk bertemu sahabat lama yang diwarnai lelucon khas persahabatan seperti ini.

"Bro, udah tengah malam lu ga mau cabut?" kata Jia.

"Haha, cabutlah masa iya nginep disini. Ga segembel lu gua mah bro."

"Sial amat lu, gembel gembel juga jomblo nih hahaha."

"Dihh, jones aja bangga lu apalagi punya." Candaku.

"Daripada punya ujug ujug sakit hati hahaha."

"Lu menghibur apa menghina nih?" Jawabku.

"Santai bro, gini terus ga cabut cabut nih kita. Yaudah sampai ketemu disesi curhat lainnya entah lu apa gua yang mau curhat gatau haha."

"Oke bro, thanks buat waktunya next time lagi." Jawabku dengan berjabat tangan khas persahabatan kita.

She's Violita (Completed)Where stories live. Discover now