The 2ⁿᵈ Sin: 𝕲𝖗𝖊𝖊𝖉

2.9K 236 6
                                    

Guanheng itu serakah, dan bukan hanya dalam hal harta, melainkan juga dalam hal lain.

Seperti serakah dalam mengunci perhatian seorang Mark Lee hanya pada dirinya.

"Kau tahu Lucas Wong yang ternama itu tidak akan segampang itu mengumbar perasaan aslinya, bukan? Kalian baru saja saling mengenal, dan ia langsung menyatakan ketertarikannya? Tak masuk akal. Pasti ada sesuatu yang ia inginkan darimu."

Mark mengerjap, kemudian menatap Guanheng kesal. Alisnya bertaut begitu dekat dan bibirnya tampak manis dan kenyal, maju beberapa senti dari aslinya — ah, bibir itu selalu mampu mengalihkan konsentrasi Guanheng.

"Tapi itulah yang terjadi! Lagipula, apa yang kupunya yang tidak ia miliki? Dia aktor tenar dari lama, dan aku aktor baru! Tentunya ia lebih berharta daripadaku," rengek pemuda yang lebih tua beberapa hari saja. Cahaya matanya meredup — tiba-tiba pemuda itu tampak tidak percaya diri dan sedih. Tangannya memainkan benang lepas di pinggiran ujung pakaiannya, dan kepalanya terus menunduk.

Hahh, lama-lama Guanheng iba juga.

"Hei, Mark Lee," ia membuka suara, mengaitkan telunjuknya ke bawah dagu Mark dan mengangkatnya hingga mereka dapat bersitatap, "Jangan khawatir, banyak pria lain yang tertarik padamu."

Mata Mark begitu indah — berkilau, seakan mata itu menyimpan sebuah galaksi besar nan indah, menawan dan mengagumkan. Guanheng ingin memiliki itu. Ia ingin memiliki seluruh bagian dari Mark, seutuhnya.

Serakah? Tak peduli. Kalau itu adalah Mark Lee, disebut orang paling serakah di dunia pun ia rela.

Pada akhirnya, Guanheng benar lagi.

Seperti sebelum-sebelumnya, saat ia mengingatkan Mark untuk tidak terlalu dekat dengan beberapa figur publik terkenal yang pada akhirnya keluar sebagai manusia problematik, ia kembali benar. Dan seperti sebelum-sebelumnya, Mark kembali terjerumus dengan para manusia problematik.

"Kau baik?"

Guanheng menatap Mark yang hanya memandangnya sekilas, sebelum kembali terisak. Mata anak itu tampak merah dan mulai membengkak. Guanheng menghela nafasnya. Untung saja Guanheng tidak seperti para makeup artist biasanya — yang akan langsung mendamprat para artisnya bila wajah mereka berantakan dan bermasalah, meski nyatanya artis sama manusianya dengan para makeup artist.

"Berhentilah menangis. Kau tampak bodoh dengan mata bengkak dan hidung beringusmu."

Meski mengeluarkan kata-kata seperti itu, mata Guanheng tak mampu teralih dari sosok Mark sekarang. Sosok yang kini tampak begitu berantakan dan lemah, dengan bekas air mata yang meleleh hingga ke dagunya dan pipi serta hidung yang merona seperti buah nektarin.

Hanya Guanheng yang boleh melihat ini semua. Hanya dia. Kalau sampai ada selain dirinya yang melihat Mark seperti ini, ia tak akan ragu untuk—

"Kau benar," pemuda itu mencicit, isakannya sulit untuk dapat dihentikan, "Ia hanya menginginkan tubuhku saja. Dan kini sejak ada orang lain yang menarik perhatiannya, ia meninggalkanku tanpa menoleh sedikitpun."

"Ia aktor, Mark. Dan ia tidak menggunakan kemampuannya dengan benar seperti dirimu. Aktor busuk sepertinya hanya akan menggunakan kemampuan berlakonnya untuk hal-hal bodoh."

Tangan Guanheng bergerak, menyentuh pipi Mark lembut dan mengarahkan wajahnya menatap Guanheng. Ibu jarinya mengusap puncak pipi Mark perlahan, menikmati perubahan rona pipi pemuda itu — menarik sekali, bagaimana pipi tirus itu berubah dari warna merah muda lembut ke warna merah menyala.

⸢ ii ⸥ sinners ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang