"Hana, putriku. Genggam tangan eomma nak. Kita pasti bisa melewati semua ini. Maafkan eomma sayang."
Jihoon mengelus Hana yang sedang tidur di pangkuannya. Suhu badan Hana panas, efek karena Hana ikut Jihoon bekerja dan pulang saat gerimis. Jihoon bersusah payah, bekerja banting tulang untuk menghidupi dirinya sendiri dan Hana. Uang tabungannya bukannya bertambah, malah menyusut. Sebagian atap rumahnya bocor, mau tak mau Jihoon harus mengganti keseluruhan atap rumahnya.Di rumah yang hanya memiliki satu kamar tidur, kamar mandi dan dapur. Juga ruang keluarga yang tak terlalu luas. Hanya cukup untuk menonton tv dan Hana bermain.
Jika boleh jujur, Jihoon ingin menyerah. Ia ingin datang ke kediamana Soonyoung, mengantar Hana dan ia menenggelamkan diri di sungai Han. Namun bayangan Soonyoung saat menyiksa dirinya. Ia takut Soonyoung akan melakukan hal yang sama pada Hana. Tidak, Hana tidak boleh terluka.
Jihoon saat ini sedang berjualan tteokpoki di dekat danau. Ya, ia kini berjualan makanan. Pemasok botol plastik sudah berhenti. Mau tak mau Jihoon harus putar otak bagaimana caranya ia dan Hana bisa makan.
Beruntung danau cukup ramai, karena banyak orang yang datang untuk sekedar melarikan diri dari hiruk pikuknya kota atau menginap di villa terdekat.
Gadis kecil berusia hampir tiga tahun itu sedang duduk di kursi kecil di belakang Jihoon. Bermain dengan mainannya yang tak seberapa banyak dan tak seberapa bagus. Namun membuat gadis itu memekik senang.
Selalu berbinar ketika yang datang adalah pembeli berjenis kelamin laki laki. Seolah olah bertanya pada dirinya sendiri, "apa itu Appaku?" Lalu mencocokkan wajah pengunjung dengan foto pria dewasa yang ia bawa kemana mana di kantung kecil yang Jihoon berikan. Berisi beberapa lembar uang untuk Hana jika ia bermain sendiri dan ingin membeli kue, foto pernikahan Jihoon dan Soonyoung dan juga foto Hana yang terpasang rapi di tas bening itu.
Lalu ada gelengan kecewa saat yang datang bukan ayahnya. Ada guratan cemburu pada teman teman sebayanya, kala hari libur selalu bermain di taman dengan anggota keluarga lengkap. Jari jari mungil yang tak sempurnanya mengusap foto pria dewasa tersebut, berharap ayahnya datang. Yang ia tahu dari Jihoon, ayahnya sedang bekerja di kota. Akan pulang jika uangnya sudah terkumpul banyak.
"Hana? Sedang apa hmm?"
"Eomma, Appa cemana? Hana ingin beltemu Appa."
"Appa sedang bekerja sayang, nanti pulang. Sabar ya nak."
"Nde eomma, Hana ingin belmain belcama Appa."
"Ya, nanti kita bermain bersama."
"Eomma, tadi Hana beltemu dengan ceman Hana. Tapi jali nya cidak cepelti Hana. Kenapa jali Hana cepelti ini eomma?"
"Dulu saat eomma hamil Hana, eomma terpeleset. Jadi seperti ini. Maafkan eomma ya sayang, nanti kalau uang eomma sudah cukup, kita pergi ke rumah sakit. Memperbaiki jari Hana. Eomma sayang padamu nak."
"Hana juga cayang pada eomma. Jangan telalu capek eomma."
"Tidak. Eomma tidak capek sayang. Sudah, Hana lanjut bermain ya. Eomma sedang ada pembeli."
"Nde, eomma."
Melanjutkan acara bermainnya, Hana memutar mutar benda bulat berbahan plastik warna merah. Bola plastik itu ia dapatkan dari bibi pemilik Villa bulan kemarin. Katanya untuk Hana yang lucu.
Gadis kecil berambut sebahu itu tampak menggemaskan. Rambutnya selalu Jihoon ikat kuda dan tak berponi. Alasan Jihoon tak memberi poni untuk putrinya adalah, ia tak ingin Hana kerepotan dengan rambutnya. Keadaan tangan Hana membuat ia tak ingin mempersulit Hana.
KAMU SEDANG MEMBACA
247 • SOONHOON
FanfictionKesakitan ini tak akan berhenti jika aku hanya diam. Aku tahu diri, darimana aku berasal. Tenang saja, aku akan kembali ke tempat aku dimana berasal. Setelah aku pergi, kau bebas melakukan apapun. Aku, tak kan mengganggumu lagi. -Lee Jihoon. Ternya...