Jihoon terpaksa menutup kedainya lebih awal. Pasalnya putrinya merengek ingin pulang. Hana ingin memamerkan mainan yang tak seberapa bagus itu pada Soonyoung.
Soonyoung memasuki rumah Jihoon. Dilihatnya sekeliling. Rumah kecil dan tak bagus itu ia pandangi keseluruhan.
"Maaf jika sempit dan membuatmu tak nyaman." Jihoon bertutur demikian sembari membuat minuman untuk Soonyoung.
"Tak apa Ji. Jangan merasa tidak enak."
"Appa, ini mainan Hana. Cidak banyak. Eomma cidak punya uang untuk beli." Hati Soonyoung seperti diiris. Jihoon dan Hana hidup dalam kesulitan. Sedangkan dirinya penuh dengan kemewahan.
"Yang ini dali paman Kim. Bekas dali cucunya. Cucunya cudah becal. Jadi mainannya cudah tidak dipakai." Hana masih ceria menceritakan asal usul mainannya.
"Nanti Appa belikan yang banyak. Mainan apa yang Hana mau?" Soonyoung mengelus kepala putrinya. Teringat ia dulu tak ingin menerima kehadiran Hana. Lihatlah sekarang. Hana adalah copyannya.
"Hana cidak ingin mainan, Appa. Kata eomma, lebih baik uangnya dicimpan. Bial nanti bica pelgi ke paman doktel. Hana ingin punya tangan cepelti yang lain, Appa."
Tangis Soonyoung pecah, direngkuhnya tubuh sang putri ke dalam pelukan erat. Jihoon yang sedari tadi menguping turut terisak. Betapa berat sesungguhnya beban putrinya.
"Wae? Appa jangan menangis. Ini cidak cakit." Hana tersenyum. Meyakinkan Soonyoung seolah olah ia baik baik saja.
"Hana, ayo mandi dulu. Sudah sore sayang." Jihoon datang membawa minuman untuk Soonyoung. Mata dan hidungnya merah. Ketara sekali habis menangis. Dan Soonyoung paham akan itu.
"Eomma menangis? Wae? Hana cidak minta beli baju gambal kuda poni lagi eomma. Uangnya eomma cimpan. Hana cidak minta apa apa eomma."
"Ani, eomma sudah janji untuk membelinya. Eomma sudah punya uang. Besok hari minggu kita ke kota. Hana juga ingin naik biang lala kan? Nanti kita kesananm, sayang. Ayo mandi dulu, nak."
"Minumlah, aku memandikan Hana dulu. Maaf aku tak punya apa apa untuk di suguhkan." Jihoon tersenyum canggung.
Sementara Jihoon memandikan Hana. Soonyoung menelfon ibunya. "Eomma, aku menemukan mereka."
"Siapa? Menemukan siapa?" Balas nyonya Kwon di seberang sana.
"Jihoon dan putriku, eomma." Soonyoung terisak.
"Ya Tuhan! Kau sedang tidak bercanda kan? Bawa mereka pulang. Eomma mohon."
"Tidak semudah itu eomma."
"Eomma tidak mau tahu! Bawa pulang mereka, Soonyoung!"
"Ish, eomma!" Soonyoung mengerang kesal. Pasalnya tidak semudah itu membawa mereka kembali. Bertamu dan tidak di usir saja sudah hal bagus bagi Soonyoung.
Piippp-
Sambungan telfon diputuskan sepihak oleh nyonya Kwon.
Soonyoung masih di luar, pikirannya campur aduk. Hingga tak sadar sudah dua puluh menit ia habiskan untuk melamun.
"Appa!"
"Wah, putri Appa sudah wangi. Cium Appa."
Hana menghujani wajah Soonyoung dengan ciuman bertubi tubi. Sementara Jihoon masih bergelut dengan pikirannya.
Tidak ada suara. Ternyata Hana tertidur di pelukan Soonyoung. Soonyoung dengan telaten menepuki halus punggung putrinya. Ia kecupi seluruh wajah putrinya. Ia ciumi tangan putrinya sembari merapal kata maaf.
"Tidurkan saja di kamar. Kau bisa pegal nanti." Tegur Jihoon.
"Tak apa, kau pasti selama ini lelah mengurus Hana sendirian. Jihoon, aku sungguh minta maaf." Jihoon hanya sedikit tersenyum dan mengangguk.
Sejatinya Jihoon bukan sosok pendendam. Sedari ia tumbuh di panti asuhan, ia telah melalui berbagai macam pelajaran hidup.
Hana telah Soonyoung pindahkan ke kamar. Kini dirinya dan Jihoon tengah menikmati secangkir teh di belakang rumah. Menikmati pemandangan hijau.
"Jihoon..."
"Ya?"
"Bolehkah ceritakan saat kau hamil hingga Hana lahir dan tumbuh seperti sekarang?"
"Tak ada hal istimewa yang perlu di ceritakan. Hal istimewanya adalah saat aku tahu dia sehat meskipun tak sempurna. Tidak, putriku tidak cacat."
"Aku mohon, ceritakan padaku. Aku ingin tahu hal apa yang sudah kalian lalui tanpa sosok suami dan ayah."
"Sungguh, tak ada hal istimewa Soonyoung. Hidup kami penuh kesulitan. Sedari Hana masih di dalam perut, aku sudah mengajaknya memungut botol plastik bekas. Bahkan ketika ia lahir dan kulitnya masih tipis dan merah, setiap pagi aku menggendongnya untuk mengambil botol bekas untuk bertahan hidup. Uang darimu yang kau berikan setiap minggu dulu aku masih simpan. Aku harus menabung untuk Hana operasi dan sekolah."
Soonyoung bersimpuh di kaki Jihoon. Menangis sejadi jadinya. Jihoon jadi ikut menangis.
"Soonyoung, kala itu aku benar benar lelah. Aku sempat ingin membawa Hana padamu. Lalu aku bisa bunuh diri dengan tenang. Tapi aku takut, tak ada yang mau mengerti putriku seperti aku mengerti dia. Terlebih keadannya tak sempurna."
Soonyoung merengkuh Jihoon ke dalam pelukannya.
Sementara Jihoon mengeratkan pelukannya dan menangis tersedu. Ini pertama kalinya ia menangis hebat seperti ini. Selama ini menahannya agar tidak menangis saat ada putrinya. Sekarang, ada pelukan hangat nan erat yang menopang segala tangisnya. Laki laki yang pernah menyiksanya, namun juga ia cintai.Jihoon juga tidak sadar, sejak kapan ia mencintai Soonyoung. Yang jelas, ia tidak pernah membenci Soonyoung.
"Maafkan aku, Jihoon. Seharusnya aku tak berlaku kasar padamu." Soonyoung mengeratkan pelukannya pada Jihoon dan ia pun tak bisa menahan air matanya.
"Aku lelah, Soonyoung." Jihoon mendongak.
"Jihoon, ayo kita mulai lagi semuanya. Aku sadar, dulu aku masih sangat egois dan belum dewasa. Hingga aku terbiasa menyakiti kalian karena aku masih tidak terima dijodohkan denganmu. Kali ini aku janji, aku akan membahagiakan kalian. Izinkan aku menjadi suami yang baik dan ayah yang baik, Jihoon. Dulu, setelah kau pergi aku baru merasa kehilangan."
Jalan Tuhan memang tidak ada yang tahu, entah Jihoon yang memang polos atau memang dia pemaaf yang tulus. Jihoon mengiyakan untuk kembali ke Soonyoung. Memaafkan segala kesalahan Soonyoung, dan mau memulai dari awal.
Di samping itu, ia memikirkan Hana. Pasti akan ada kemungkinan buruk, ia diejek tak punya ayah.
___________
Hai teman temaaaaan. I'm baaaccckkk... sudah berapa tahun? 2 tahun yaaaa. Aku lg sibuk kerja, dan karena sekarang aku udah niat lagi wakakaka jadi aku mau nulis lagiiii 💕
Komen dong, kangen kalian banget 🧚♀️
KAMU SEDANG MEMBACA
247 • SOONHOON
FanfictionKesakitan ini tak akan berhenti jika aku hanya diam. Aku tahu diri, darimana aku berasal. Tenang saja, aku akan kembali ke tempat aku dimana berasal. Setelah aku pergi, kau bebas melakukan apapun. Aku, tak kan mengganggumu lagi. -Lee Jihoon. Ternya...