9

70.7K 1.1K 25
                                    

Mischa membuka pintu rumah itu. Alvito telah memberikan kunci duplikatnya pada Mischa. Akhirnya Mischa menuruti keinginan Alvito, meminta izin pada mama berpura-pura menginap di rumah Olive. Olive juga kerap menginap di rumah Mischa, keluarga mereka telah saling mengenal. Makanya mama percaya dan tidak bertanya apapun saat Mischa pergi. Padahal Mischa begitu gugup, biasanya Mischa tidak pernah berahasia dengan ibunya. Mereka hanya berdua dan amat dekat, hanya saja hubungan dengan Alvito terpaksa membuatnya terus berbohong dari mama dan papanya.

Dia berharap nanti Alvito segera menjelaskan soal hubungan mereka, agar Mischa tidak didera dilema. Namun, lagi-lagi Mischa memikirkan reaksi dari mama dan Papa Bastian, saat hubungan mereka terungkap. Apalagi mereka telah melakukan hubungan terlarang. Mischa menggelengkan kepala, berusaha untuk tidak memikirkan hal itu seperti yang dikatakan oleh Alvito. Malam ini dia hanya berduaan dengan abangnya, entah apa yang akan terjadi.

Mischa memutari rumah itu, ada taman mungil di samping dengan kolam kecil bergaya minimalis. Lampu taman menerangi malam yang mulai menggelap. Terlihat bayang dedaunan, diam tak bergerak. Tidak ada angin yang bertiup. Terasa tenang dan nyaman.

"Sayang." Dia mendengar suara Alvito.

Mischa menoleh. Alvito menghampirinya. Rambutnya basah, dan ... abangnya itu memang sangat rupawan, membuat Mischa seketika berdebar. Alvito merangkul Mischa dari belakang. Berpelukan erat. Sejak kapan perasaannya berubah, dia jadi terbelenggu oleh perasaan Alvito.

"Wangi, abang suka wangi Mischa," bisik Alvito lembut.

"Mmhh ... Mischa juga suka wangi abang." Mischa memejamkan mata, mencoba fokus pada kehangatan Alvito yang pelan merambati tubuhnya.

Alvito merapatkan pelukannya. "Liatin apa?"

"Taman ini bagus," jawab Mischa.

Alvito terkekeh. "Dibanding yang di rumah papa jauh sekali."

Tapi, Alvito luar biasa, dia sudah memiliki sebuah rumah hasil kerja kerasnya sendiri. Harganya pastilah cukup lumayan. "Ini juga sudah hebat."

"Abang mau membuat Mischa bangga."

"Mischa selalu bangga sama abang," lirih Mischa.

"Benarkah?"

Alvito mencium leher Mischa, sudah tak sabar membuatnya mengerang. Namun, Mischa terlampau memesona hingga Alvito merasa tak mampu menyakitinya. Di pelukannya, tubuh Mischa yang terpahat sempurna menempel.

Malam ini sampai besok, aku akan menyiksamu dengan kenikmatan sayang, bisik Alvito dalam hatinya. Membuatmu melakukan apapun.

Hati Alvito menciut, dia tiba-tiba terkesiap, diam-diam mulai gelisah. Kenapa reaksi tubuhnya aneh? Seolah dia merasa sangat nyaman dan selalu ingin berdekatan dengan Mischa. Seharusnya tidak seperti ini.

Alvito bertahan untuk tidak jatuh cinta pada perempuan di pelukannya ini, namun, sangat mudah bagi Mischa membuat kaum lelaki tergila-gila padanya. Apalagi setelah Alvito bersamanya, sekalipun Alvito tidak memiliki perbandingan lain, secara naluri dia sadar kenikmatan dengan Mischa tak akan didapatkan dari perempuan lain. Sekarang, dia menginginkannya terus dan terus.

Dia ingin membius Mischa, namun, tampaknya dia tak mampu mengendalikan pikirannya sendiri

Kepalanya pening. Mischa membalikkan tubuhnya, melingkarkan kedua tangan di leher Alvito.

"Cium Mischa abang," bisiknya.

Alvito menciumnya cepat. Mischa berjinjit. Alvito menelusupkan lidahnya, bertemu dengan lidah Mischa. Ah berani sekali dia.

Behind Your Smiles (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang