Happy reading!
Malam ini terlihat berbeda dengan malam lainnya. Rindu terduduk di meja belajar, menggoreskan pena pada saat sebuah buku. Coklat panas menjadi teman gadis manis itu ditengah derasnya hujan. Di musim penghujan seperti ini membuat mood Rindu naik turun.
Yang hilang tersapu angin..
Kalimat itu menjadi kalimat terakhir Rindu sebelum menutup buku bersampul coklat.
Gadis itu berdiri dengan secangkir coklat panas ditangannya. Memandangi langit yang kini menintikkan air. Rindu menyesap coklat panasnya namun tatapan matanya tetap tak teralihkan.
Hujan itu menenangkan baginya, aroma tanah yang menjadi salah satu favoritnya. Namun terkadang Rindu juga mengutuk hujan di saat datang di waktu yang salah.
"Rindu.."
Dia meletakan cangkir di meja, membuka pintu yang terpampang neneknya yang sedang tersenyum lembut. Hal ini cukup menjadi penenang bagi Rindu saat dia merindukan kedua orangtuanya.
"Ada apa, nek?" Rindu bertanya, namun tak ada respon yang neneknya berikan.
Asna Purnama, itu nama nenek Rindu yang sejak kecil selalu menjaga gadis manis, Rindu. Asna tersenyum jahil mendapati Rindu dengan pakaian santainya.
Wanita paruh baya itu mengangkat sebuah amplop hitam dan memberikannya pada Rindu yang terlihat bingung akan sikapnya.
"Cucu nenek udah besar ya.." Rindu semakin dibuat kebingungan oleh neneknya. Apa maksudnya neneknya menggoda dia? Dia memang sudah besar bukan? sudah enam belas tahun umurnya.
"Apaan sih nek?"
"Pura pura nggak tahu lagi. Kamu itu sudah cinta cintaan kan? Siapa pacarnya? Ganteng nggak? Anak mana? Bawa kesini dulu, kenalan sama keluarga biar akrab. Jangan pacaran sembunyi sembunyi," ucap Asna, sang nenek. Rindu membelalakkan matanya mendengar apa yang diucapkan neneknya. Bagaimana dia bisa pacaran jika cowoknya saja tidak ada?
Gadis manis berusia enam belas tahun yang baru saja menginjak bangku putih abu mana mungkin sudah berani untuk memulai kisah cintanya di umurnya yang masih labil ini. Rindu tidak berani menanggung risikonya. Apalagi ketika mendengar cerita percintaan teman temannya yang berakhir menjadi musuh saat hubungan mereka berakhir kandas.
Rindu menatap punggung neneknya yang kian menjauh hingga menghilang dibalik pintu kamar. Lantas tatapannya beralih pada amplop hitam yang membuatnya penasaran.
To Rindu Gailta Violinda.
Kalimat itu tertulis di bagian kanan bawah amplop tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hurt and Heart
Teen FictionTerkadang aku tak mengerti. Mengapa kesedihan ini datang lagi? Bernafas didunia yang sama, tapi aku tak bisa meraihmu. Rasanya begitu sakit. Seolah ada ribuan jarum yang menghujam jantungku. Jika semuanya tetap seperti ini. Akankah cintaku menjadi s...