BAGIAN 8

886 42 1
                                    

Hampir saja Danupaksi jatuh pingsan ketika Rangga memanggil Rajawali Putih. Adik tiri Pendekar Rajawali Sakti itu seperti berada di alam mimpi melihat seekor burung rajawali raksasa yang bagai bukit tingginya. Akalnya masih belum bisa mempercayai meskipun sudah mengangkasa, duduk di punggung rajawali raksasa sahabat Pendekar Rajawali Sakti itu. Sedangkan Rangga sendiri tidak mempedulikan. Perhatiannya tercurah penuh, untuk mencari letak sarang gerombolan pemberontak yang telah gagal dengan rencana pertamanya menggulingkan Adipati Anggara secara halus.
"Itu dia, Rajawali! Turun di balik bukit sana!" seru Rangga tiba-tiba.
"Khraghk!"
Rajawali putih raksasa menukik turun ke balik sebuah bukit kecil yang ditunjuk Rangga. Belum juga burung raksasa itu mencapai tanah, Rangga sudah melompat turun. Sedangkan Danupaksi baru turun setelah rajawali raksasa itu mencapai tanah. Pemuda itu masih memandangi disertai perasaan tidak percaya dan seperti mimpi.
"Kau boleh pergi, Rajawali. Temui Dewa Bayu dan katakan aku membutuhkannya di sini," kata Rangga.
"Khraghk!"
Rajawali putih mengepakkan sayap lebarnya, kemudian dengan sekali lesatan saja sudah membumbung tinggi di angkasa. Danupaksi memandangi kepergian burung raksasa itu hingga lenyap di balik awan.
"Ayo...," ajak Rangga seraya menepuk pundak adik tirinya itu.
"Oh!" Danupaksi tergagap.
"Ada apa, Danupaksi?" Tanya Rangga melihat sikap adik tirinya yang seperti orang bodoh.
"Oh tidak..., tidak apa-apa, Kakang," sahut Danupaksi
"Satu saat kau akan lebih mengenalnya, Danupaksi," kata Rangga seraya tersenyum. Dia mengerti, kenapa Danupaksi bersikap seperti itu.
"Sejak kapan Kakang punya tunggangan begitu?" Tanya Danupaksi seraya mengayunkan kakinya mengikuti langkah Pendekar Rajawali Sakti yang sudah lebih dahulu berjalan.
Rangga tidak langsung menjawab, tapi terus saja berjalan. Pertanyaan Danupaksi hanya dijawab lewat senyuman saja. Kemudian kedua pemuda itu sudah berjalan mempergunakan ilmu meringankan tubuh. Kalau saja mau, Rangga bisa meninggalkan Danupaksi karena ilmu meringankan tubuhnya lebih tinggi dari yang dimiliki Danupaksi. Tapi itu saja sudah membuat Danupaksi terpaksa mengerahkan seluruh kemampuannya untuk mengimbangi ilmu yang dimiliki Pendekar Rajawali Sakti.
"Kenapa berhenti di sini, Kakang?" Tanya Danupaksi begitu Rangga berhenti.
"Kita tunggu di sini," sahut Rangga.
"Apakah mereka akan lewat tempat ini?" Tanya Danupaksi lagi.
"Perkiraan ku begitu, Danupaksi," sahut Rangga.
Danupaksi tidak bertanya lagi, lalu memandang lurus ke satu arah. Tanpa disadari, Rangga memperhatikannya sejak tadi. Pendekar Rajawali Sakti itu melangkah mundur menghampiri sebatang pohon yang cukup rindang. Perhatiannya masih tertuju pada Danupaksi yang masih tetap berdiri memandang ke satu arah tanpa berkedip.
"Apa yang kau pikirkan, Danupaksi?" Tanya Rangga.
"Oh...!" Danupaksi tersentak kaget.
"Kau tidak perlu merasa bersalah. Aku mengerti kau terjebak sehingga tidak menyadari apa yang kau perbuat," kata Rangga lembut nada suaranya.
"Tapi, Kakang. Karena kesalahanku-lah Keris Kyai Lumajang jatuh ke tangan manusia-manusia setan itu!" Agak tertekan nada suara Danupaksi.
"Tidak ada seorangpun yang luput dari kesalahan dan kelalaian, Danupaksi. Apalagi kau masih muda dan kurang berpengalaman dalam menghadapi seorang wanita yang penuh tipu daya licik," kata Rangga bijaksana.
"Bagaimanapun aku merasa bersalah, Kakang. Aku harus merebut kembali Keris Kyai Lumajang dan membunuh Onila!" tegas kata-kata Danupaksi.
"Bukankah kau mencintai gadis itu, Danupaksi?" pancing Rangga.
"Tidak!" sahut Danupaksi tegas. "Justru aku membencinya karena telah menipu dan memperdayaiku, Kakang."
"Onila melakukan hal itu karena mendapat tekanan dari Karsini, atau mungkin ada orang lain yang lebih berpengaruh di belakangnya. Sedangkan Keris Kyai Lumajang sekarang berada di tangan Karsini, bukan pada Onila atau siapa pun. Terus terang, aku sendiri sebenarnya juga terkejut begitu melihat Keris Kyai Lumajang berada di tangan Karsini. Hanya saja aku tidak mau gegabah," papar Rangga.
"Aku merasa berdosa sekali tidak bisa menjaga pusaka Eyang Resi Wanapati, Kakang," lirih suara Danupaksi.
"Sudahlah, Danupaksi. Bukan dengan keluhan atau penyesalan untuk mendapatkan Keris Kyai Lumajang kembali. Tapi dengan perbuatan dan tekad yang bulat," Rangga membakar semangat adik tirinya itu.
"Kau benar, Kakang. Apa pun yang terjadi, Keris Kyai Lumajang peninggalan guruku harus kurebut kembali," tekad Danupaksi.
Rangga tersenyum melihat Danupaksi kembali bersemangat. Mendadak saja Pendekar Rajawali Sakti itu melompat cepat bagai kilat menyambar Danupaksi dan membawanya pergi dari tempat itu. Tentu saja hal ini mengejutkan Danupaksi. Tapi, pemuda itu belum bisa membuka suara begitu Rangga tahu-tahu sudah berpijak pada sebatang dahan pohon bersamanya. Dan belum lagi Danupaksi bertanya, matanya sudah terbentur pada satu rombongan kecil berwarna merah di balik lebatnya pepohonan lereng bukit ini.

36. Pendekar Rajawali Sakti : Penari Berdarah DinginTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang