Sesuai janji, kini Mysha dan Meira tengah berada disebuah butik. Menurut Meira, Myshalah patner tepat untuk menanyakan soal gaun pengantin yang cocok untuknya. Kini kedua wanita itu tengah memilah-milih gaun yang akan dibeli. Mysha kesusahan mencari gaun yang tepat karena Meira sangat pendek.
"Nah, baru cocok!" pekik Mysha girang.
"Belakangnya ke ekspose banget, Sha." ucap Meira tak yakin jika Revan akan menyukainya. Mysha menggeleng, "Gak, cocok kok. Gue getok sampe itu orang gak setuju! Udah berjam-jam milih buat nyeimbangin antara lo dan Revan, sampe gak setuju gue omelin dia! Lagi juga kan lo ganti gaun tiga kali, make ini cuma dua jam doang." ucap Mysha.
"Uhh–Iyaiya bumil sensi amat!" kekeh Meira seraya mengambil apa yang tadi dipilihkan oleh Mysha.
Setelah dari butik itu, Meira mengajak Mysha dan Shilla pergi ke tempat makan karena siang ini mereka belum ada asupan.
Mysha dan Meira selesai memesan makanannya, lalu mereka duduk dibangku nomor 39. Shilla tengah asyik memakan es krimnya, maka dari itu gadis kecil itu diam tak berbicara.
"Lo kayaknya ada masalah, kenapa?" tebak Meira pada Mysha. Mysha hanya tersenyum getir.
"Salah gak sih gue cemburu disaat Erlangga sangat amat peduli dan mementingkan Yara?"
"Yara? Lo ketemu?"
"Yap, gue nanganin dia. Dia dan Fabian kecelakaan. Gue kasih tau Erlangga, dan keliatan banget dia khawatir setengah mati. Sampe-sampe gue ditinggal sendirian dilobby kemarin." ucap Mysha.
"Sha, gue emang belum pernah berumah tangga, tapi, wajar aja kalau lo cemburu. Karena apa? Lo pasti mikir macem-macem kan? Mikir kalo Erlangga bakal balik ke Yara atau apalah itu. Karena mereka pernah ada sesuatu dimasa lalu. Dan kepergian Yara waktu itu juga Erlangga antara terima gak terima." kata Meira.
"Boleh cemburu, boleh marah. Tapi jangan mikir macem-macem ya Sha. Percaya sama Erlangga, gue tau, lo lagi sensi nih bawaan bayi. Jangan banyakin pikiran, kasian anak lo. Kasian juga Shilla nanti rewel."
Mysha mengangguk, lalu tersenyum. "Makasih ya Ra. Gue mau curhat ke Kinara tuh bocah lagi meriang, nanti malah nambah beban."
"Oh iya Sha, kemarin, gue ketemu Keano. Dia––"
"Stop! Jangan ngomongin itu manusia! Gue benci aja dengernya." ucap Mysha. "Lo tau? Gue kira dia udah berubah semenjak putus dari gue. Tapi? makin parah. Bayangin aja mau ngancurin gue dan Erlangga, bayangin senekat itu!" kata Mysha kesal.
"Ketauan sih, gue rasa dia punya gangguan jiwa kali ya! Masa pas kemarin gue ketemu dia ketawa-tawa kayak orang mabok gitu, teler gitu, tapi lagi nelpon."
"Kan kalo orang nelpon ketawanya juga ya lo bisalah bedain. Dan lo tau? Dia nyebut nama lo Sha. Sumpah!"
"Lo masih suka kontekan sama dia?"
"GAK!" tegas Mysha. "Sumpah ya gue gak ada pikiran sama sekali tentang dia. Itu orang gila kali ya?!"
Meira terkekeh, "Udah ih, lagipula lo udah sama Erlangga. Apa yang perlu dikhawatirin?"
"Perasaan!" tukas Mysha cepat.
Untung gue sabar woy!
Ngegas mulu daritadi!
Untung bawaan bayi, kalo gak gue getok lo Sha!
"Udah ih, makan, Cilla, Aunty mau ke kamar mandi. Cilla jaga Mama dulu ya!" kata Meira berpesan pada Shilla.
"Onti mau kemana?" tanya Shilla lagi.
"Kamar mandi,"
"Emang Mama kenapa?"