Lembar Kedua

531 54 12
                                    

Musim ke Tujuh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Musim ke Tujuh

Kita menunggu cukup lama untuk sampai di titik ini
Tujuh musim semi kita lalui
Tujuh musim dingin kita lewati
Dedaunan yang jatuh di musim gugur pun ikut menjadi saksi

Tak ayal badai terus datang mengoyak perahu kecil kita
Membuatnya goyah
Hingga kita kehilangan sampan untuk mendayungnya

Pernah satu hari
Kita disesatkan oleh hembusan angin yang berlawanan arah
Hingga membuat layar perahu kecil kita berkibar tanpa arah
Tersesat

Aku takut kita tenggelam bersama ego yang hampir kita pendam

Kau bilang ini mudah
Nyatanya kita selalu berkeluh kesah
Kau bilang ini sebentar
Nyatanya harapan kita semakin samar

Sedetik berlalu
Semenit berlalu
Rembulan berganti mentari
Hingga musim bergilir lagi

Dan saat itu
Salju pertama turun menyentuh perahu kokoh kita
Di saat kau sedang mendekapku dengan mesra

Hangat
Sungguh egois karena tak ingin ku lepas

Kau tahu aku menantikan satu kata,
Sebab aku tak lagi bisa menunggu lebih lama

“Jadilah milikku” katamu
Dengan suara yang lebih lembut dari sebuah lagu
Yang mampu membuat lidahku kelu dan hanya bisa terdiam membisu

“Sekarang kau milikku, Kim Taehyung” katamu lagi
Dengan suara yang terdengar begitu posesif kali ini
Membuatku tersipu, malu-malu ku menggangguk dan berbisik,
“Aku milikmu, Kim Seokjin”

***

"Wow, yang satu ini hampir membuatku menangis.”

Taehyung melirik Seokjin. Mata pria itu masih menyoroti tajam kata demi kata yang sempat dia ucapkan.

Pria itu masih tetap sama, masih sehebat dulu, masih setegar bertahun-tahun yang lalu. Namun tak ayal, Taehyung pun bisa melihat bagaimana rasa lelah yang terpancar dari mata bulatnya.

Maka dengan keberaniannya, tangan Taehyung mengusap ujung mata dari kekasihnya, lalu melemparkan dirinya sendiri kembali ke dalam dekapan Seokjin dan selimutnya.

"Maaf ya Hyung, aku perlahan-lahan mulai terlalu menuntut kepadamu."

"Hey, siapa yang bilang seperti itu hmm?"

Seokjin kembali mencium rambut Taehyung. Aromanya masih sama, masih bisa membuatnya tenang.

"Yang membuatku ingin menangis adalah, mungkin kenyataan yang sebenarnya adalah aku yang terlalu banyak menekanmu. Maafkan aku."

"Tidak!" Mata Taehyung bergetar, membuat Seokjin tak kuasa hingga menenggelamkan kepala Taehyung lebih dalam ke pelukannya. "Mereka memang benar. Rasanya, ada banyak sekali hal yang bisa membuatku mundur, membuat kita terjatuh, membuat kita tersesat dalam ego kita masing-masing. Tapi lagi-lagi aku selalu menemukan jalan ke mana aku harus pulang. Ke pelukanmu."

"Taehyung-ah, terima kasih."

"Hmm?"

"Terima kasih karena telah bertahan sejauh ini bersamaku."

"Hyung..."

"Hmm?"

"Terima kasih juga, karena telah membuatku bertahan sejauh ini."

Mereka saling memandang satu sama lain. Lalu tertawa lirih setelahnya.

"Sebaiknya kita lanjutkan lagi membacanya."

"Ya, ayo lanjutkan."

Bersambung ke lembar ketiga.

THE SCENERY OF DECEMBERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang