Niat

907 72 3
                                    

"Niatkan semua karena Allah, percayalah seberat apapun akan tetap terasa ringan"

****

Gue emang baru lancar salat ketika masuk pesantren ini. Mungkin jika gue gak dimasukin ke pesantren bisa-bisa seumur hidup gue gak pernah salat.

Ada rasa lega, setidaknya disini gue bisa ngerasain gimana rasanya beribadah. Walaupun gue akui, disini gue terkekang aturan yang bejibun banyak banget. Tapi gue gak perduli, udah ada nyamannya untuk saat ini gak tahu kalau besok.

"Gue nanti salatnya deketan lo ya Rif" Rifki ngangguk masih dengan nafasnya yang tersengal gegara lari ngejar gue. Maaf deh Rif.

Gue sama Rifki balik jalan ke mushola, untung gak telat. Aslian masih takut kena hukuman deh.

Sampai di mushola hati gue mulai kerasa lega, belum ikamah jadi gue lihat Rifki masih salat gatau apa pokoknya dua rakaat, gue cuma duduk gak tahu mau ngapain.

Dan sampailah kumandang ikamah terdengar, gue sih lihatnya kyai tua yang jadi imam, gak lihat ustad muda. Mungkin nggak ke mushola, kan tadi anaknya tidur.

Gue mulai lurusin shaf salat gue, gue mau bener-bener niat salat karena Allah. Gue butuh tenang, semoga gue berhasil kali ini.

"Allahu Akbar"

Terdengar suara takbir, gue mulai ngikutin salat ashar kali ini, mood gue bagus.

****

Berbeda dengan suasana hati Alif yang sedang menyenangkan.

Salat ashar kali ini rasanya ning Ela sangat lelah, terlebih ia baru saja menggendong Azmi sampai rumah gus Aji, lumayan lah.

Ingin rasanya ning Ela tidak ikut jamaah tapi rasanya kurang lengkap jika tidak berjamaah. Semoga saja tidak terjadi apa-apa.

Ning Ela melangkahkan kaki menuju mushola putri, beberapa santri tampak menundukkan kepala, ada juga yang menyapa ning Ela.

"Permisi ning" sapa salah satu santri putri yang menghampiri ning Ela.

"Iya ada apa?" Tanya ning Ela tak kalah ramah.

"Ini ada titipan surat ning" santri yang kira-kira usianya dibawah ning Ela ini memberikan amplop berwarna pink pada ning Ela.

Ning Ela tersenyum, sudah biasa akan hal ini. Hal yang akan membuatnya selalu takut jika ketahuan sang abi.

"Oh iya terimakasih" santri tersebut hanya tersenyum dan mengangguk sebelum akhirnya ning Ela pamit pergi dan bergegas ke mushola.

****

Jamaah salat ashar sudah selesai, saat dimana santri bisa bebas dan diijinkan keluar pesantren untuk sekedar mencari keperluan pribadi.

Berbeda dengan ning Ela yang memilih langsung pulang ke dhalem, mengiatirahatkan badannya meski bukan tidur hanya duduk bersantai menanti senja dipenghujung sore.

Ah iya, ning Ela masih penasaran dengan surat yang ia terima tadi. Surat dengan amplop pink itu. Meskupun ia yakin, pasti dari salah satu santri putra yang dengan penuh keberaniannya mengirimkan selembar kerta bertuliskan kata-kata indah bahkan sesekali ada gombalan ringannya. Lucu sekali.

Ning Ela membuka surat pink yang ia terima. Dan benar, isinya hanya ungkapan mengagumi. Sama seperti biasanya.

Lantas ning Ela hanya membaca dan mengembalikan surat itu ke amplopnya. Surat yang siap ia simpan sampai entah kapan, surat yang selalu membuatnya khawatir akan ketahuan sang abi. Surat yang sebenarnya membuatnya takut jika nanti atau kapan saja membuatnya bisa saja dikirimkan ke pesantren pedalaman menurut ning Ela.

Cinta Dalam sebait DoaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang