"Sebuah hukuman mengajarkan kita akan arti sebuah tanggung jawab"
****
Sepertinya peringatan tidur sore tak membuat Alif takut. Nyatanya ia tertidur sangat pulas sampai beberapa kali temannya membangunkannya namun nihil.
Alif tetap saja tidur dengan sekujur tubuhnya ia tutup dengan semua selimut.
"Alif bangun!" Sentak Rifki berusaha membangunkan kala kumandang adzan sudah berkumandang.
"Lima menit lagi" seperti biasa, andalan Alif.
"Ya sudah aku wudhu dulu, nanti ketemu di masjid ya" jelas Rifki dengan bersiap meninggalkan kamarnya.
"Hmm" gumam Alif dengan mata yang masih terpejam.
****
"Assalamu'alaikum" salam dari luar pintu rumah gus Aji.
Terdengar beberapa kali ada ora yang mengetuk.
"Wa'alaikum salam, ning sini masuk" suara Sania mengintrupsi ning Ela untuk masuk.
Ya yang bertamu memang ning Ela.
"Makasih mbak" Sania mengangguk dan mempersilahkan ning Ela masuk.
Sepertinya malam ini ning Ela sedang tidak baik-baik saja. Ada raut gelisah diwajahnya.
"Kenapa ning?" Tanya Sania yang sudah duduk di dekat ning Ela setelah meletakan secangkir teh hangat dan membuka beberapa cemilan yang tersaji di meja ruang keluarga.
"Ning dapat surat lagi mbak" Sania tersenyum dan mengusap telapak tangan ning Ela.
Sudah beberapa kali ning Ela bercerita tentang beberapa santri yang memberinya surat.
Beberapa kali juga Sania sempat dapat titipan. Entahlah, mereka seperti tak takut akan di laporkan oleh kyai Sulaiman.
"Terus isinya masih sama?" Ning Ela mengangguk.
"Mana suratnya?" Ning Ela memberikan surat yang sore tadi ia simpan pada Sania. Mungkin dengan mempercayakan pada Sania ia bisa lebih tenang.
Dan kenapa kakaknya tahu tentang ini?
Bermula sejak ning Ela kelas tiga tsanawiyah. Ia sering mendapatkan kiriman surat hingga ia sendiri pun bingung harus membalas atau tidak.
Ning Ela ingat dulu kakaknya. Gus Aji pun begitu, mengingat tentang kakaknya dulu. Ning Ela jadi tak pernah membalas surat-surat tersebut. Ia hanya akan membacanya, setelahnya ia simpan bahkan kadang ia buang.
Bukan tak menghargai, hanya saja ning Ela pun takut jika sang abi tahu tentang ini.
Dan hasilnya ning Ela akan menitipkan surat itu pada Sania ataupun gus Aji. Hanya mereka yang ning Ela punya jika bermasalah tentang ini.
****
"Allahu Akbar...Allahu Akbar..." Gue terlonjak kaget dan reflek bangun karena suara adzan tepat ditelinga gue.
Gue melirik jam di dinding. Telat, batin gue.
Jam sudah menunjukkan pukul enam tiga puluh dan itu artinya gue gak ikut jamaah salat maghrib. Alamat siap-siap aja gue kena hukuman kali ini.
"Kenapa sampean tidur?" Tanya kang pengawas tegas.
Gue bingung, takut dikit juga. Suaranya menggelegar, gak ada basa-basinya sama sekali.
"Itu pak maaf..ketiduran" gue merutuki jawaban gue sendiri. Kenapa bisa sial begini sih?
"Kenapa bisa ketiduran?" Gue bingung. Ini pertanyaan buat gue gak bisa jawab. Padahal seorang Alif selalu punya stok alibi banyak, tapi ini baru ke gep sekali aja udah mati kutu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Dalam sebait Doa
General FictionRindu memang gratis, tapi tolong jangan selalu datang dalam pikiran disaat aku sedang menguatkan diri untuk tidak berjumpa. Jangan jadikan aku wanita terbodoh yang hanya menghabiskan waktu untuk merindu dirimu yang mungkin saja tidak pernah merasaka...