Hukuman 2

812 66 20
                                    

"Ikhlas adalah satu-satunya cara agar semua terasa ringan"

****

"Darimana Lif?" Tanya Rifki saat melihat Alif berjalan sempoyongan.

"Rumah ustad muda Rif" jawabnya datar yang membuat Rifki menautkan alisnya. Ada apa dengan Alif?

"Kok lesu gitu? Biasanya kan seneng" Alif memalingkan wajahnya, ia masih kesal dengan dirinya sendiri kenapa bisa setledor ini.

"Gue kena hukuman Rif, gue gak ikut solat maghrib" Rifki menggeleng dan menepuk pundak Alif memberikan semangat.

"Sabar, terus hukumannya apa?" Tanya Rifki.

"Gue dikasih dua pilihan sama ustad muda. Disuruh jadi imam salat wajib sama baca al-Quran sebelum maghrib. Gue pilih yang pilihan kedua, tapi gue bingung Rif. Gue takut" suara Alif parau. Ia sudah menjelaskan semua pada Rifki, temannya ini pasti sedang bingung bagaimana caranya membaca al-Quran.

"Aku ajari asal kamu ada niat" Alif mengangguk semangat akan ajakan Rifki semoga kali ini ia bisa.

"Beneran? Gue mau, gue gak mau malu-maluin diri gue sendiri" Alif yakin berucap seperti itu.

"Bismillah ya" keduanya tersenyum.

****

Disisi lain ning Ela sedang penasaran apa yang dibicarakan sang kakak dengan lelaki pembuat onar namun selalu gagal. Miris

Ning Ela tak menghiraukan kehadiran Alif ketika ia kembali masuk dan melaksanakan salat maghrib di kediaman gus Aji. Ia memilih bungkam dan tak memandang ataupun menoleh ke arah Alif sama sekali.

"Mas ada perlu apa Alif kesini?" Tanya ning Ela sesaat setelah gus Aji kembali dan memastikan bahwa Alif sudah kembali ke pesantren.

"Sampean kok kepo ning?" Gus Aji terkekeh, tak biasanya adiknya kepo seperti ini apalagi dengan laki-laki.

"Duh ndak jadi deh" kesal ning Ela dengan kembali duduk bersandar.

"Abi kok gitu, kasiah ning Ela jadi ngambek gitu" Sania menimpali dengan membela ning Ela yang masih dalam mode diam.

"Abi cuma heran mi, ndak biasanya adik abi kepo apalagi perihal laki-laki" ning Ela masih tetap diam tak menyahuti apa kata kakaknya ini.

"Kan cuma tanya bi" kali ini gus Aji menyerah. Berdebat dengan wanita hanya akan membuatnya kalah.

"Alif cuma mau minta hukuman mi. Tadi katanya ndak ikut jamaah jadi disuruh ke abi buat minta hukuman" Sania mengangguk sedang ning Ela hanya diam namun dengan alis yang bertaut. Bisanya si Alif ceroboh begitu.

"Mas terus Alif minta hukuman apa?" Tanya ning Ela.

"Ngaji setiap sore di mushola selama seminggu ning. Coba besok dengarkan saja, mas juga mau ajarin besok. Alif masih sampai iqra sama seperti Azmi" mata ning Ela membulat, tak salah?

"Kan ngajinya pake mic mas? Terus bagaimana?" Introgasi ning Ela.

"Sampean khawatir ning?" Dengan cepat ning Ela menggeleng akan pertanyaan gus Aji.

"Bukan gitu tapi apa ndak bikin malu?" Gus Aji tersenyum dan menggeleng.

"Ndak ning. Belajar kenapa harus malu? Setiap berproses pasti akan ada bisa dan enggaknya kan? Mas yakin Alif mau berusaha" jelas gus Aji dengan yakin

"Mas kenapa bisa seyakin itu?" Tanya ning Ela dengan alis yang bertaut.

"Mas lihat dari tatapan Alif menunjukkan kesungguhannya. Doakan saja biar dia ndak malu-maluin seperti apa kata sampean" ning Ela lagi-lagi mengangguk dan tak berdebat persoalan Alif lagi.

****

Sore ini gue udah siap ngejalanin hukuman. Kata si Rifki, gue cuma butuh niat sama ikhlas ngejalain hukuman ini.

Rasanya beda sama hukuman di sekolah dulu, ini bikin gue lebih deg-degan. Aslian pengalaman pertama dihukum ngaji langsung pake toa.

Gue ditemani Rifki dan ustad muda, baik bener deh mereka.

Semalem gue udah belajar dikit sama Rifki, katanya udah Alhamdulillah. Gue apal sampai al-asr'. Kalau kata gue mah doa mau pulang sekolah.

Semoga gue kali ini boleh baca juz amma dulu. Walaupun cuma dikit tapi gue mau usaha, beneran kalau ini.

"Udah siap?" Gue ngangguk pas ustad muda yang tanya.

Depan gue udah ada meja sama al-Quran sebelahnya mic. Gue nelen ludah, beneran gue dihukum. Bunda tolongin Alif.

"I..InsyaAllah ustad" gue ragu, cuma gue yakin bisa.

"Bisa dimulai sekarang saja Lif" kata ustad muda.

"Ustad, Alif boleh baca juz tigapuluh dulu?" Gue mencoba bertanya dan bernegosiasi. Semoga boleh kan.

"Boleh sebisa sampean yang penting ada usaha" dalam hati gue bersorak, pengen teriak tapi terlalu alay.

"Bismillahirahmanirrahim..."

****

Lain halnya dengan suasana diseantero pesantren Al-Furqan. Baik santri putra maupun santri putri sedang membicarakan bahkan bertanya siapa sebenarnya yang sedang membaca al-Quran kali ini.

Suaranya bisa dibilang amburadul tak ada merdunya sama sekali.

"Mbak Tika tahu ndak siapa yang baca Al-Quran sore ini?" Ning Ela berusaha bertanya pada salah satu abdi dhalem yang sering menemaninya.

"Kalau ndak salah gus Aji bilang mau ke mushola buat tes hukuman santri baru ning" jelas mbak Tika. Ning Ela ingat, semalam ia berdebat dengan kakaknya hanya karena masalah Alif.

Dan benar hari ini ia mengerjakan hukumannya tanpa ragu bahkan lantang walaupun masih banyak salah dalam bacaannya.

"Ning kok ngelamun?" Ning Ela tersentak kaget, kenapa harus memikirkan Alif ning?

"Oh ndak mbak, ya sudah ning ke kamar dulu ya mbak"  ning Ela pamit meninggalkan mbak Tika yang masih sedikit membersihkan gelas dan piring kotor karena sehabis ada tamu.

Ning Ela merebahkan tubuhnya rasanya lelah sekali. Ditambah suara Alif membuatnya ingin rebahan saja.

Kalau dipikir-pikir Alif berani sekali. Ia tak takut dicibir teman-temannya nanti.

Ning Ela segera bangkit, ia keluar dari kamarnya, kenapa jadi kepikiran Alif seperti ini?

"Aku ke rumah mbak Sania saja deh, daripada mikirin orang ndak jelas kaya Alif" monolog ning Ela dan meninggalkan kamarnya.

*****

Sudah hehe
Ada yang menunggu kisah Alif dan ning Ela? Sepertinya tidak ya hehe

Selamat membaca dan jangan lupa vote juga komentarnya yaa

Terimakasih❤️

Sudah tahun baru lagi, semoga menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
Jangan lupa berdoa dan berusaha, semoga Allah selalu meridhoi setiap jalan yang kita tempuh, aamiin

Cinta Dalam sebait DoaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang