Berhari-hari lamanya Inayah begitu sabar mengurus dan menghadapi sikapku yang begitu dingin. Berkali-kali aku menolak saat ia hendak membersihkan diriku, tapi ketidak berdayaan dalam bergerak membuat aku tak bisa menepisnya.
"Abang boleh mengingkari hati terhadap aku, tapi tolonglah jangan menolak saat aku hendak merawatmu! Aku masih konsisten kok, tak akan menuntut lebih akan hubungan kita. Aku sadar diri hati dan cintamu hanya untuk adikku, tapi biar bagaimanapun aku adalah istrimu, Bang. Biarkanlah aku merawat dan melayanimu saat lemah seperti ini. Aku janji, ketika Abang sehat dan Aini datang. Akan ku kembalikan hak kebersamaan kalian ... aku mohon, untuk saat ini tetaplah seolah tak ada sesuatu yang terjadi antara Abang dengan Aini."
"Tapi aku udah jahat pada kamu, aku sudah banyak menyakitimu. Aku tak mau berhutang budi terlalu banyak."
"Seperti yang aku bilang tadi, apapun yang aku lakukan saat ini. Tak akan aku meminta balasan di kemudian hari, cukuplah Abang sehat seperti sedia kala. Persiapkan diri Abang untuk mencari keberadaan Adikku, Aini ...."
"Terima kasih Inayah, maafkan aku yang belum bisa membalas semua kebaikanmu. Maaf kalau kata-kataku
tadi menyakiti hatimu!""Iya Bang Dani, aku selalu memaafkanmu. Sekarang waktunya aku membersihkan lukamu, maaf ya kalau menurut Abang aku lancang. Karena tubuh Abang harus dibersihkan, supaya tidak bau."
"Ga masalah bau, yang penting kamu ga jijik sama aku. Hehehe ....
Inayah ... Inayah, terbuat dari apa sih hatimu? Kok bisa sebaik ini?""Dari apa ya? yang pasti pasti bukan dari tepung terigu."
Aku tertawa mendengar jawabannya yang asal bunyi, yang membuatku gemas bukan jawabannya. Melainkan tatapan nya yang senantiasa menunduk, tak berani menatapku. Setiap sentuhan yang ia lakukan saat membersihkan tubuhku begitu lembut dan hati-hati. Jujur sebenarnya aku mulai menyukai sifat lembut dan kesabaran nya, ia begitu telaten dalam mengurus semua kebutuhanku. Orang tuaku pun sampai berkali-kali memuji Inayah, lalu bilang bahwa aku beruntung memiliki istri seperti dia.
Awalnya aku memang menolak saat ia akan membersihkan tubuhku, juga saat ia menyuapi makanan ataupun obat untukku. Semua penolakanku semata-mata karena aku takut malah berbalik mencintainya. Sebenarnya sejak aku sadar dari keadaan koma, aku mulai menyadari sebuah rasa yang agak lain padanya. Bahkan sebagai lelaki normal, kerap bagian vitalku pun menunjukan reaksi saat ia membersihkan tubuh terbawahku.
Dasar Inayah itu wanita lugu, entah ia belum tahu atau memang pura-pura tak tahu. Saat tubuh bagian bawahku ON, ia acuh aja terus membersihkan aku sampai selesai. Aku memang belum bisa berjalan dengan normal, tapi kakiku hanya mengalami tulang retak dan patah, bukan lumpuh. Jadi wajarlah bagiku, bila di bawah sana bangkit karena sentuhannya.
Yang paling lucu itu, ketika membersihkan area sensitifku, ia memalingkan wajahnya tak mau melihat secara langsung. Jadi yang terlihat itu ia seperti sedang meraba-raba. Hahaha ....
Senin, Rabu dan Jum'at adalah jadwalku terapy berjalan. Inayah dengan penuh kesabaran menemaniku saat terapy.
Yang membuatku takjub, Inayah tak jijik ketika aku pernah tak tahan untuk buang air kecil, sehingga akhirnya merembes di brankar pembaringanku. Dengan sabar ia membersihkannya, juga mengganti alas di atas kasurku.Padahal perawat pernah menyarankan Inayah untuk memakaikan aku popok dewasa, agar ia tak letih karena membersihkan aku. Ia menolak, dengan alasan pakai popok khawatir nanti bikin kulitku iritasi dan membuat bakteri berkembang biak.
Aku salut dengannya, aku juga mulai mengaguminya. Entah ini perasaan cinta atau bukan, yang pasti aku mulai nyaman. Berbulan-bulan bersama dengannya, baru kusadari kalau Inayah adalah sosok yang menyenangkan. Ia tak pernah marah walau kadang bercandaku keterlaluan, satu hal yang paling kusuka dari dirinya ... Inayah pandai membuat kue!
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Married (Complete)
AdventureKesalahfahaman antara kami di masa lalu, membuatku menanam dendam di hati. Berniat membalas dendam karena pengkhianatannya, kunikahi kakak kandung kekasihku hanya untuk membalas sakit hatiku padanya. Tapi ternyata niat hanyalah niat, semua yang terj...