"Kenapa Habibi? Lupakah Abang padaku?"
Aku tercengang mendengar suaranya, sungguh inilah suara yang dulu amat kurindukan. Yang senantiasa kucari keberadaannya.
"Kau ... Aini?"
Ia menganggukan kepalanya, senyumnya mengembang.
Tanpa perintah, kupeluk tubuhnya. Ada gerakan darinya seakan ingin menolak apa yang kulakukan saat ini.
"Biarkanlah seperti ini, aku mohon, Aini!"
"Tapi, kita belum ...."
"Belum Mahram? Aku tak perduli, aku tak mau kamu pergi lagi. Sebelas tahun lamanya aku bersusah payah mencarimu bahkan berusaha untuk belajar mencintai Inayah, agar aku bisa melupakanmu. Sekarang Inayah juga sudah meninggalkanku sendiri dengan harapan yang tak bisa ia penuhi."
Ia terdiam, tak menjawab.
"Lalu saat ini kamu hadir di hadapanku, apa kamu fikir aku akan membiarkanmu pergi lagi? Tidak, aku tak akan membiarkanmu pergi, Sayang! Please tetaplah seperti ini."
Aini menangis dalam pelukanku, rontaannya melamah. Sayup-sayup kuamati wajahnya, tak ada yang berubah sedikitpun sejak dahulu. Hanya saja dengan penampilannya saat ini, ia malah menjadi sangat mirip dengan Inayah. Sungguh gadisku menjadi tampak semakin anggun dan bersahaja dengan penampilannya sekarang.
Aku tak perduli ia akan marah atau tidak, refleks kukecup dahinya. Aini diam, ia memejamkan matanya.
"Ikhlaskanlah Mba Inayah, Bang! Aku datang memang untukmu. Jangan ganggu kebahagiaannya, masihkah ada rasa sayang di hati Abang untukku?"
"Aku memang sempat mencintai Inayah, semata agar bisa melupakanmu. Tapi sungguh rasa sayang di hatiku untukmu tak pernah bergeser sedikitpun. Baik kau maupun Inayah memiliki ruang yang berbeda di hatiku. Kehadiranmu saat ini, bagaikan embun penyejuk dikala aku sedang rapuh. Aku tak semangat menjalani hidup ..."
"Bang, jangan bilang begitu! Aku mencintaimu."
"Aku pun masih sangat mencintaimu, jangan pergi lagi!"
"Tidak akan, aku datang untuk menemani Abang."
"Aini, maafkanlah aku atas ...."
Aini menutup bibirku dengan jari telunjuknya. Senyum manisnya merekah dari bibirnya.
"Aku sudah melupakan kejadian itu, semua kejadian ada hikmahnya. Mungkin dulu aku memang tak terima kenyataan yang menimpaku, tapi ... Aku sadar mungkin itulah suratan takdir yang Allah SWT gariskan untukku. Aku ikhlas, Bang." ucapnya terbata-bata, gadisku menangis kembali.
Kupeluk ia dengan sangat lembut, usapan penuh kasih kuberikan pada kepalanya yang terbalut hijab syar'i.
"Aini ...."
"Iya Bang"
"Kamu cantik"
Ia tak menjawab, justru malah menyembunyikan rona wajahnya pada dada bidangku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Married (Complete)
AdventureKesalahfahaman antara kami di masa lalu, membuatku menanam dendam di hati. Berniat membalas dendam karena pengkhianatannya, kunikahi kakak kandung kekasihku hanya untuk membalas sakit hatiku padanya. Tapi ternyata niat hanyalah niat, semua yang terj...