Aku terbangun, sepertinya semua juga bangun. Karena aku bisa mendengar suara berisik mereka. Aku pun keluar melihat keadaan di luar, sudah sejak kemarin aku tidak tahu keadaan di luar ruangan ini.
Saat aku keluar, seketika cahaya yang begitu terang masuk ke retina mataku. Sesekali aku berkedip untuk menyesuaikannya. Ya ini akibat aku berada di tempat gelap terlalu lama, jadi ketika melihat tempat yang terang, nampak silau.
"Kau sudah bangun, Arthur?" tanya Helen kepadaku.
"Ya, tentu saja,"
Aku ingin mengatakan tentang rencana yang ku pikirkan kemarin, tapi kurasa sebaiknya aku tanya mereka punya rencana apa tidak atau menunggu mereka bertanya tentang rencanaku.
"Kau punya rencana, Arthur?" Helen membuka suara.
Ya, tepat sekali inilah yang kutunggu.
"Lupakan tentang dua puluh delapan kekuatan kemarin, kita bisa memanfaatkan kekuatan kita saat ini seraya melakukan perjalanan. Aku yakin kita pasti bisa menemukan yang lain selama perjalanan,"
Iago mengangguk, "Arthur benar, kurasa dengan kekuatan inti kita yaitu Helen dan Arthur itu sudah cukup. Untuk saat ini semuanya tergantung kita berdua," seraya melirik ke arah Thaisa.
Thaisa balas menatapnya, "Aku?" tanyanya keheranan.
Aku tersenyum, "Itu benar Thaisa, saat ini kami hanya bisa bergantung pada kalian berdua. Aku dan Helen tidak memiliki skill menyerang, tapi kami bisa merencanakan sebuah strategi untuk kalian,"
Thaisa mengangguk. Aku dapat merasakan rasa takut kembali muncul di hatinya. Ya keraguan itulah yang membuatnya seperti ini. Memang sulit, kenyataannya kita semua manusia. Kami bukanlah dewa, tapi dewa tidak akan merubah nasib kami jika kami sama sekali tidak berusaha.
"Thaisa, kita memang manusia. Kita bukanlah dewa. Tapi, walaupun kita berdoa pada mereka, sedangkan kita hanya berdiam diri dan tidak melakukan sesuatu. Dewa tidak akan merubah takdir kita. Ingatlah, lebih baik gagal setelah berusaha daripada diam tak melakukan apapun."
Thaisa masih ragu. Aku memilih untuk tidak mengatakan apapun lagi padanya. Sebaiknya kita segera memulai perjalanan.
"Baiklah, karena semua sudah siap, mari kita mulai perjalanan," ucap Helen.
Segera setelahnya, kami pun melakukan perjalanan. Burung-burung tetap berkicau, walaupun entah sudah berapa kali pasukan AL menghancurkan rumah mereka. Aku pikir, kami tidak bisa menyalahkan pasukan AL saja. Seluruh manusia ikut bertanggung jawab dalam hal ini.
Aku mendengar suara yang aneh. Sepertinya ada orang lain selain kami berempat disini. Aku sesekali melihat kebelakang, tapi aku tidak menemukan siapapun.
"Arthur, apa kau ingin mundur?" celetuk Helen tiba-tiba.
"Mundur? Apa maksudmu?"
"Dari tadi kau menoleh kebelakang, apa kau ingin mundur?"
Dari kemarin aku sangat ingin memukul gadis ini, sayang sekali dia seorang wanita. Jika tidak aku sudah berkali-kali melemparnya.
Selain itu, aku juga melihat Thaisa sesekali menoleh padaku. Apakah dia jatuh cinta pada penjahat sepertiku?
Aku sudah muak dengan suara dari pikiran yang ku dengar dari belakang sana.
"Berhenti sebentar," kataku.
"Ada apa Arthur?" tanya Iago.
Aku menatap Helen yang sepertinya juga ingin menanyakan hal yang sama, sedangkan gadis imut itu selalu saja berada di belakang Iago. Mereka bertolak belakang kenapa bisa akur seperti itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
SERVANT
FantasyPerang untuk kemerdekan dan kemerdekaan untuk perang. Semua manusia ingin bahagia memperjuangkannya dalam kedamaian. Tapi apa arti sesungguhnya dari kedamaian? Lalu disetiap peperangan pasti ada pahlawan? Bagaimana seharusnya tindakan seorang pahlaw...