Chapter 23 Inklusi

527 98 8
                                    

Tatapan mata Mika mencambuk dada Randy, sedangkan mata wanita di depannya bagai menombak dirinya dengan sekali lempar. Bersiap-siap Randy di interogasi, seperti terhukum mati menunggu kedatangan algojo. Pucat pasi, pias, keringat terasa mengalir di punggung.

"Kamu sudah makan?"

Eh? Tidak salah dengar? Randy tersentak. Maria menangkap keterkejutan di wajah pemuda itu atas pertanyaannya. Pemuda yang termangu dan membisu saat melihat dia. Saat dia memperkenalkan diri sebagai mama Mika. Maria melanjutkan, "Bagaimana sih Mika, kenapa tamunya tidak di ajak makan, sudah siang begini."

Randy melirik Mika, mata Mika menikam Randy. Ada sirat-sirat keanehan di mata bulat itu, melihat dia terdiam sedari tadi.

"Kenapa sih?" Tanya Mika. "Kenapa diam saja?"

Apa betul mama Mika tidak mencecarnya dengan pertanyaan seperti kenapa dia pingsan di depan rumah tengah malam? Tidak bertanya soal menyoal hubungannya dengan Mika? Menanyakan status keluarganya? Pekerjaan ayahnya? Menimbang-nimbang apa dia pantas berdampingan dengan putrinya yang cantik.

Randy malah di ajak duduk ke meja makan, dihidangkan beraneka masakan yang sulit didapatkan anak kos macam dia. Ditanya mau makan apa? Atau lebih suka kopi atau teh? Perhatian semacam itu semakin membikin Randy merinding. Menerka-nerka arah pembicaraan mama Mika yang pernah menjadi customer di cafe dulu. Randy merinding, apa mama Mika sudah mengawas-awasi dia?

"Kak Randy." Mika menegur lagi, bibir Mika diliriknya. Sedikit cemberut mungkin diabaikan sejak tadi, bibir yang pernah bersentuhan dengan bibirnya. "Ngobrol kak, kita sudah lamaaaa tidak ngobrol."

Pusing kepala Randy, dadanya bergemuruh juga.

"Mika ambilin nasi Randy." Perintah Maria. Mika menyendokkan nasi ke piring bulat di hadapan Randy. Ya Tuhan Randy terlalu lemas bahkan untuk menolak.

"Besok kakak ke rumah lagi ya, mama mau ketemu."

Begitu kata-kata Mika kemarin. Semalaman Randy tidak tidur, seperti akan menghadapi sidang skripsi, padahal dia belum pernah menghadapinya. Kalau di tanya begitu, dia akan jawab begini, kalau di tanya begini, dia akan jawab begitu, kacau balau carut marut otaknya.

Setelah siap tempur, dengan dada membusung dia berjalan memasuki rumah Mika. Dia akan bilang kalau malam itu dia bekerja part time dan kena begal, bilang saja tanpa sadar dia menyebut alamat rumah Mika karena lebih dekat dengan posisinya.

Melihat mama Mika, Randy langsung menciut lagi. Kakinya lemas, ah wanita itu? Serupa dengan Mika tapi auranya lebih mengintimidasi. Ditambah lagi senyumnya kelewat manis saat menyambut Randy, berarti dia sudah ditaksir-taksir kemarin oleh mama Mika. Kira-kira apa pikirannya saat melihat Randy di cafe itu? Bagus atau tidak? Pendapatnya mendadak jadi penting bagi Randy. Belum lagi mama Mika kemarin mangatakan dia seorang playboy.

"Ooo, aku tau Kak Randy pasti gugup karena bertemu calon mertua." Mika terkikik geli, dibalas gelak tawa oleh mamanya.

"Kalau Mika bertemu dengan orang tua Randy, apa pingsan?" Balas mama Mika. Mika kemudian merengut.

Hah? Randy mengira-ngira hubungan keterbukaan antar dua wanita, ibu dan anak itu. Randy juga dekat dengan ayah ibunya, tapi tidak pernah dia membicarakan persoalan asmara apalagi bergurau tentang itu.

"Masih sibuk di cafe?"

"Sudah tidak tante. Sudah tutup." Kalimat pertama Randy setelah mengucap salam.

"Yah sayang sekali, kopi di sana enak."

"Mama sudah pernah ke tempat Kak Randy bekerja? Ah jangan bilang mama penasaran sama pacar Mika. Eh kak kita masih pacaran kan?" Tanya Mika tersipu-sipu.

Cinta Dalam Sekoci (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang