Chapter 22 Esensi

569 99 22
                                    

"Bukan main, bukan main. Betapa indahnya dunia kalau cinta berakhir bahagia? Oh apakah cinta yang indah memiliki akhir?" Terdengar suara bermonolog.

"Kak Tio!" Mika menjerit kaget, lelaki itu muncul saat Randy menggenggam tangannya erat, bergandengan menyusuri lorong-lorong kampus. Mika melepaskan tangan dengan wajah tersipu. Mika melirik, kenapa dia harus malu?

"Kesenengan kau mengagetkan orang da. Tidak lihat kami sedang bermesraan?" Jawab Randy.

"Bah! Jadi begitu? Setelah kalian berbaikan aku diabaikan?"

"Ih Kak Tio apaan sih. Aku pergi duluan. Daaahh." Mika berlari kecil meninggalkan Tio dan Randy

"Hei Mika, Mika jangan kabur kamu." Tio menggelengkan kepala, belum puas mengejek. "Hobbynya kabur, dasar tomat."

Randy memicingkan mata, si uda ikut-ikutan memanggil Mika tomat.

Tio merenggangkan pinggangnya berdiri berjejer dengan Randy. Sepatunya menendang-nendang daun kering yang jatuh. Terlihat olehnya mata Randy yang masih berkemelut.

"Ada apa lagi?"

"Tak bisa kau bayangkan da, kalau kukasih tau kau pasti menuduhku berhalusinasi."

"Jadi kita berbincang sambil berjalan, atau bagaimana Ran?" Tio mengedarkan pandangan kesekeliling, bangku-bangku di bawah pohon telah terisi penuh.

Randy menghela nafas. "Sekali-kali ajak ke cafelah, di bawah pohon terus, macam beruang."

"Bukannya kau yang tak mau. Kau kan pantang ditraktir."

"Hmm. Aku pusing juga da, tapi kali ini aku rasanya tak ingin kalah."

"Kau tak ingin kalah karena tak ingin tersaingi, atau tak ingin kehilangan Mika? Kasihan dia kalau cuma kau jadikan stimulus saja Ran."

"Bukan seperti itu, jujur aku tak ingin Mika berdekatan dengan lelaki bajingan itu."

"Karena kau cemburu, cemburu tanda cinta Ran. Tak apalah. Kata orang eksistensi kita sebagai manusia akan nampak saat kita berjuang Ran."

"Lagi-lagi tentang perjuangan."

"Semacam itulah." Akhirnya Tio dan Randy kembali duduk di bawah pohon, beralaskan rumput liar.

"Manusia itu memang kejam." Kata Randy.

"Si buldog?"

"Aku."

"Kenapa?"

"Karena aku memaksa Mika meninggalkan sahabatnya." Randy merenung. "Aku juga duduk di atas rumput ini, coba kau pikirkan perasaannya saat digencet beban tapi tak mampu berteriak."

"Berat juga Ran."

Randy menarik nafas dalam, seperti terhimpit sesuatu dadanya. Dia kemudian bercerita pada Tio tentang kejadian yang menimpanya.

Menganga Tio dibuatnya, "K..kau serius Ran?" Sampai gelagapan dia bicara.

"Apa terlihat aku berbohong?"

"Hal-hal semacam itu terjadi di dunia nyata?"

Randy membisu, tangannya berpangku pada lutut. Memandang nanap ke depan. Matahari mulai menyengat, menjemur sebelah tubuhnya sebelah lagi terhalang bayang pepohonan.

"Gila, biadab, terkutuk, sinting..." Mengocehlah Tio dengan segala sumpah serapahnya.

Setelah lelah memaki dia berkata. "Memang pas kau suruh Mika menjauhi orang semacam itu. Racun dia."

"Apa tidak terlalu yakin? Bagaimana kalau aku yang racun?"

"Maksudmu?"

"Seandainya aku tidak pernah hadir, mungkin dia tak akan melakukan itu? Merancang cara-cara gila. Tentu hubungan mereka akan baik-baik saja."

Cinta Dalam Sekoci (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang