Chapter 13 Sengatan Lebah

737 119 23
                                    

Bayang-bayang pepohonan menyelimuti diri saat melangkah. Dua pasang kaki berjalan beriringan seperti selaras. Dalam bayang-bayangnya juga, perempuan itu tertawan lalu dia tersenyum.

Kali ini sudah ke sekian kalinya mereka berbincang, tanpa Randy pahami dirinya selalu tersengat rindu saat tidak bertemu gadis itu walaupun untuk sehari.

"Ada satu hal yang sejak dulu aku pikirkan." Mata Mika cemerlang menatap pada Randy.

"Apa?" tanya Randy.

"Apa sekarang Kak Randy membawa Betadine dan pisau lipat?" Sedangkan Mika bahkan lebih parah, semakin hari mendengar suara Randy, deburan di jantungnya semakin kencang.

"Ah, itu."

"Aku rasa jawabannya iya."

"Kalau begitu pertanyaan itu nggak perlu dijawab lagi."

"Apa alasannya?"

"Persiapan menghadapi doomsday."

"Oh."

Kenapa tidak ada pertanyaan lanjutan dari Mika? Jangan bilang dia percaya itu? Saat melihat wajah Mika, Randy mengetahui kalau dia mengira jawaban Randy itu serius.

Serius?

Randy tertawa keras, Mika menghentikan langkahnya menatap ke arah pemuda itu. Apa yang membuat tawanya begitu keras? Tapi Randy tidak memberitahu Mika alasan tawa itu, dia juga tak mengerti kenapa dia melakukan itu.

Kulit tangan mereka bersentuhan, mereka membisu. Randy melirik gadis itu, ternyata Mika pun sedang memandangnya. Jadinya mereka berpandangan. Ah! Suasana yang canggung.

"Rumah kamu di mana?" tanya Randy. Bukan pertanyaan basa basi, suatu kemajuan .

Mika menyebutkan salah satu wilayah sekitar 20 menit dari kampus.

"Sepertinya aku harus memesan taxi,"
bisik lirih Mika seraya melirik Randy dengan ujung matanya, modus operandi. Memalukan, tapi lucu. Mika merasa kegelian dalam hatinya, tak menduga dia bisa bersikap seperti itu. Apa lelaki ini menangkap signal pada ucapannya?

"Naik taxi?" Randy bertanya pelan.

Dia masih ingin menghabiskan hari itu bersama gadis bersuara lembut ini, berjalan berduaan di bawah pohon seperti pasangan kasmaran. Randy ingin mengantarnya. Naik motor? Maukah gadis ini? Tidak bisa dibandingkan dengan saat mereka ke taman beberapa waktu lalu.

"Iya tadi dijemput sama Tania waktu berangkat kampus."

Tania? Oh salah satu teman Mika.
"Mau aku antar?" Meluncurlah kata-kata itu dari mulut Randy.

Mika diam sejenak, memberi jeda supaya tidak langsung terlihat kalau memang kata-kata itu yang dia tunggu sejak tadi. Mika mengangguk.

"Menunggu di sini? Aku pinjam helm dulu," ujar Randy.

Mika memandangi punggung Randy yang menjauh seraya mencari bangku untuk duduk. Beberapa pasang mata menoleh ke arahnya. Sejak dulu Mika telah terbiasa dengan mata-mata yang selalu memandangnya lekat.

Randy muncul dengan mengendarai motor, dia memasangkan helmnya pada kepala Mika kemudian mengaitkannya. Bagaimana hal seperti ini bisa terasa begitu manis? pikir Mika. Randy memakaikan helm miliknya untuk Mika, Mika tahu helm itu milik Randy karena sering memperhatikan dia tentu saja.

Pertama kali dalam hidupnya Mika berboncengan naik motor dengan seorang lelaki, itu adalah Randy. Ini kali keduanya. Jaket Randy dia remas kuat di bagian pinggang, naluri berkata agar dia merapatkan tangannya ke sana. Tapi logika melarangnya. Tak ingin Mika dianggap terlalu agresif oleh lelaki itu.

Cinta Dalam Sekoci (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang